Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
Menjadi Manusia Qur’ani Lewat Refleksi Surah Asy-Syams
19 April 2025 13:09 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari NEWS UAD tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Pada pagi yang teduh, lantunan salawat mengawali majelis ilmu, “Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad.” Dalam suasana penuh harap dan cinta Rasul itu, Ahad, 13 April 2025, Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan (UAD) kembali menjadi titik temu pencari ilmu dan ketenangan jiwa. Kajian rutin kali ini menghadirkan Dr. H. Nur Kholis, S.Ag., M.Ag., pakar tafsir dan Wakil Rektor Bidang Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) UAD, untuk menyampaikan refleksi mendalam melalui tafsir Surah Asy-Syams ayat 7–10.
ADVERTISEMENT
Ia mengajak para jamaah untuk memulai kajian dengan menilik kembali akhlak dan perilaku diri, sebagaimana perintah Allah dalam Surah Asy-Syams. Dalam kajian ini, ia mengurai bahwa seluruh ajaran agama Islam pada dasarnya bermuara pada perbaikan akhlak. Hal ini ditegaskan pula dalam hadis Rasulullah, “Sempurnanya iman seseorang tergantung pada baiknya akhlak.”
Manusia, jelasnya, diciptakan dengan struktur yang sempurna: terdiri atas jasad (fisik), akal, dan ruh. Ketika ruh menyatu dengan jasad, maka terbentuklah entitas yang disebut nafs atau jiwa yang menggerakkan manusia. Fisik hanyalah pelaksana, ia bergerak atas instruksi dari nafs. Instruksi itu lalu disaring dan dipertimbangkan oleh akal, sebelum dijalankan oleh tubuh.
Lebih lanjut, Dr. Nur Kholis menyoroti ayat “wa nafsiw wa maa sawwaha fa alhamaha fujuraha wa taqwaha” sebagai dasar penting dalam memahami dinamika jiwa. Di dalam nafs, ada dua “katalis” utama: takwa dan fujur. Takwa adalah kumpulan segala kebaikan, seperti kejujuran, kedisiplinan, ketepatan waktu, dan sikap-sikap mulia lainnya. Sebaliknya, fujur merupakan akumulasi segala bentuk keburukan, seperti dusta, ingkar, dan kemalasan.
ADVERTISEMENT
Manakah yang dominan di dalam jiwa kita? Bila takwa yang mendominasi, maka jiwa akan mendorong kita kepada kebaikan. Namun bila fujur yang berkuasa, maka perintah-perintah jiwa akan mengarah kepada keburukan.
Oleh karena itu, Allah menegaskan dalam ayat berikutnya: “Qod aflaha man zakkaha”, artinya “Sungguh beruntunglah orang yang menyucikan jiwanya.” Kata “falah” di sini, terangnya, mencakup dua hal: kesuksesan dan kebahagiaan. Maka orang yang mencuci jiwanya, yakni yang berupaya menghilangkan noda fujur dan menampakkan cahaya takwa, dialah yang akan meraih falah, keberuntungan dunia dan akhirat. Seperti pakaian yang dicuci agar bersih dari kotoran, jiwa juga harus dicuci agar bersinar dengan amal baik. “Ayat-ayat Al-Qur’an itu seperti cahaya. Namun cahaya itu baru terasa ketika kita buka jendela hati kita,” ujarnya dalam satu bagian kajian yang menggetarkan.
ADVERTISEMENT
Kajian ini tak hanya memperkaya sisi spiritual, tetapi juga menyalakan semangat untuk menjadi manusia Qur’ani, yakni pribadi yang reflektif, adil, dan penuh kasih. Jamaah yang hadir, mulai dari mahasiswa hingga masyarakat umum, tampak larut dalam renungan yang dibingkai keilmuan dan kebijaksanaan. (Mawar Ledya Serli)