Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Merenungi Nikmat Allah dan Peran Manusia dalam Merawat Lingkungan
29 April 2025 14:19 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari NEWS UAD tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan (UAD) kembali menggelar kegiatan rutin Khutbah Jumat pada 25 April 2025 M (bertepatan dengan 26 Syawal 1446 H). Kali ini, khutbah disampaikan oleh Nurul Satria Abdi, S.H., M.H., yang merupakan Wakil Dekan Fakultas Hukum UAD. Dalam khutbahnya, ia mengajak jamaah untuk merenungkan nikmat Allah Swt. serta pentingnya menjaga bumi dan lingkungan hidup sebagai bentuk tanggung jawab seorang khalifah.
ADVERTISEMENT
Ia membuka khutbah dengan ajakan untuk mensyukuri nikmat Allah, meningkatkan iman dan takwa, serta menyadari bahwa segala bentuk syukur melalui ibadah, seperti rukuk, sujud, dan amal kebaikan lainnya akan mendatangkan kebaikan kembali kepada diri kita. Sebaliknya, kekufuran terhadap nikmat Allah akan berbalik menjadi keburukan. Ia mengutip firman Allah dalam QS. Ibrahim ayat 7, yang artinya: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”
Dalam bagian khutbah lainnya, ia mengangkat refleksi tentang usia bumi yang diperkirakan telah mencapai 4,5 miliar tahun dan diciptakan sebagai tempat tinggal manusia. Setelah bumi sempurna, Allah menciptakan manusia sebagai khalifah, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Baqarah ayat 30. Sebagai khalifah, manusia diberi amanah untuk menjaga bumi ini. Karena bumi adalah milik Allah, maka sudah menjadi kewajiban kita untuk merawat dan menjaganya bersama.
ADVERTISEMENT
Allah tidak menciptakan sesuatu kecuali dengan manfaat, sebagaimana tertuang dalam QS. Ali Imran ayat 191, yang artinya: “(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), ‘Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka lindungilah kami dari azab neraka.’”
Dalam kehidupan sosial, Nurul Satria Abdi mengingatkan bahwa salah satu bentuk siksa dunia yang nyata adalah kerusakan lingkungan. Ketakutan terhadap bencana perlahan memudar dari tahun ke tahun, hutan-hutan kita terus menyusut dan berganti menjadi hutan industri.
Lalu siapa yang bertanggung jawab? Kita semua! Sebab sebagai warga negara yang telah membentuk negara, sebagian tanggung jawab pribadi berpindah menjadi tanggung jawab negara. Hal ini termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat: “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia ....”
ADVERTISEMENT
Artinya, negara memiliki kewajiban untuk membuat regulasi dan kebijakan yang berpihak pada kelestarian lingkungan dan kesejahteraan rakyat. Kerusakan lingkungan bisa disebabkan oleh dua hal, yaitu faktor langsung dari pola hidup manusia, atau faktor tidak langsung akibat gejala alam. Maka, menjaga lingkungan adalah tugas bersama, dan merupakan bentuk ibadah serta pengabdian sebagai hamba Allah.
Sebagai penutup, ia menegaskan bahwa mempertanggungjawabkan tugas kekhalifahan tidak bisa dilakukan tanpa ilmu. “Oleh karena itu, marilah kita meningkatkan wawasan dan pengetahuan kita tentang alam, lingkungan, serta kehidupan sosial. Kita perlu terus menghubungkan diri kita dengan alam, menyatu dalam kesadaran bahwa kita adalah bagian dari ciptaan Allah yang agung,” sambungnya.
Allah Swt. Berfirman dalam QS. Az-Zariyat ayat 56 yang artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.”
ADVERTISEMENT
Khutbah ini menjadi pengingat penting bagi jamaah akan peran manusia sebagai khalifah dan hamba Allah untuk senantiasa bersyukur, berilmu, dan menjaga bumi dengan sebaik-baiknya. (Mawar)