Konten dari Pengguna

Yasir: Memaknai Hidup Lewat Kesenian dan Sastra

NEWS UAD
Informasi terkini Universitas Ahmad Dahlan
19 September 2021 20:38 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari NEWS UAD tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Mohammad Yasir Alumnus UAD Program Studi Sastra Indonesia (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Mohammad Yasir Alumnus UAD Program Studi Sastra Indonesia (Foto: Istimewa)
ADVERTISEMENT
Kerap disapa Yasir, alumnus Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta asal Danau Sembuluh, Seruyan, Kalimantan Tengah, ini berhasil mendirikan penerbitan dan toko buku di gang Kota Surabaya, Jawa Timur. Ia memberi nama Penerbitan Dalam Gang dan Toko Buku Dalam Gang.
ADVERTISEMENT
“Sampai saat ini yang masih dalam perhatian adalah bagaimana mencari peluang pembaca, melihat semakin banyaknya bagian-bagian naskah tersebar di media sosial, sehingga membuat pembaca kurang minat untuk membaca naskah secara keseluruhan,” tutur laki-laki pemilik nama lengkap Mohammad Yasir itu saat diwawancarai lewat telepon video WhatsApp, (17-09-2021).
Selama masih berstatus mahasiswa hingga kini sudah lulus, ia kerap menjadi juara dalam lomba kepenulisan. Di antaranya juara menulis cerita pendek dan puisi di lingkup UAD, juga juara puisi nasional di Universitas Sanata Dharma. Akhirnya, pada 2019 ia berani menerbitkan buku perdananya berjudul Danau Sembuluh, kemudian dua tahun setelahnya ia membuat buku kedua berjudul Wajah yang Hilang. Tahun ini, ia berencana akan menerbitkan buku ketiganya.
ADVERTISEMENT
Yasir memulai belajar sastra dan memaknai kehidupan lewat kesenian, yaitu dengan realisme sosial atau melihat kehidupan di sisi sastra. Hal itu didapat setelah mengikuti komunitas Teater 42 UAD dari Fakultas Sastra Budaya dan Komunikasi (FSBK).
Laki-laki yang juga aktif dalam organisasi Gerakan Literasi Indonesia sejak 2014 tersebut menambahkan, “Sastra itu jujur dan apa adanya, menulis dengan melihat kehidupan. Misalnya seperti ibu yang dipenjara karena mengambil makanan untuk diberikan ke anaknya karena tidak ada uang, dan lain sebagainya. Di situlah bagaimana seorang sastrawan bisa menuliskan hal semacam itu.”
“Meluas dalam wawasan, pengetahuan, membaca, dan mempunyai estetika atau perilaku yang terus membaik, serta bagaimana tetap bisa berkomitmen pandanganku terhadap sastra.”
Dari sinilah akhirnya ia mendirikan penerbitan yang berharap bisa menerbitkan buku yang berkualitas dan berpengaruh pada peradaban. (Lrs).
ADVERTISEMENT