Konten dari Pengguna

Di Balik Fenomena BA Korsel dalam Promosi Perusahaan Rintisan di Indonesia

Universitas Paramadina
Universitas Paramadina.
1 Januari 2023 17:39 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Universitas Paramadina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Boyband Stray Kids. Foto: Facebook/Stray Kids
zoom-in-whitePerbesar
Boyband Stray Kids. Foto: Facebook/Stray Kids

Oleh: Muhammad Fachrizal Helmi*)

ADVERTISEMENT
Sepanjang tahun 2020-2022, siapa yang pernah melihat media promosi berbagai perusahaan rintisan Indonesia dengan brand ambassador (BA) artis Korea Selatan (Korsel)? Entah itu di media cetak, papan iklan, media digital, televisi, media sosial, atau media lainnya. Kita sebut saja misalnya Shopee yang pada tahun 2020 menggunakan Stray Kids, salah satu boy band Korea Selatan, untuk menjadi BA mereka.
ADVERTISEMENT
Tak hanya Stray Kids, Shopee pun di tahun-tahun berikutnya pernah juga menggaet Blackpink, Red Velvet, dan Got7 yang juga merupakan boy band dan girl band yang berasal dari Korea Selatan. Saat Tokopedia dan Gojek merger pada tahun 2021, tak tanggung-tanggung BTS dan Blackpink sekaligus ramai sekali mewarnai berbagai media promosi mereka.
Ruangguru pun, salah satu perusahaan rintisan di bidang teknologi edukasi, pernah memboyong salah satu boy band dari sana, yaitu Treasure, untuk menjadi BA mereka pada tahun 2021. Begitu juga dengan Ajaib, salah satu perusahaan rintisan di bidang investasi, pernah juga memboyong Kim Seon Heo, salah satu aktor yang saat itu terkenal dengan film series-nya di Netflix, yaitu Start Up, sebagai salah satu BA mereka pada tahun 2021.
ADVERTISEMENT
Kemudian pada tahun berikutnya, Ajaib tak tanggung-tanggung memboyong Lisa Blackpink sebagai BA. Bukalapak yang pernah menjadikan Song Joong-ki sebagai BA mereka pada tahun 2022.Blibli yang juga pernah menggunakan BA dari Korea Selatan, yaitu NCT 127 dan Park Seo Jun.
Sebenarnya, biaya yang harus dikeluarkan untuk setiap BA Korea tersebut tidaklah sedikit. Misalnya saja, untuk BTS sendiri diperkirakan tarif mereka menjadi BA sebuah produk/jasa memiliki tarif di kisaran USD 2,59-4,31 Juta atau setara dengan Rp 40-67 miliar untuk kurs per tanggal 10 November 2022. Selain BTS, jika menengok popularitasnya, Blackpink pun termasuk yang termahal, yang tentu saja tarifnya tidak jauh berbeda dengan BTS.
Apakah dengan nilai tersebut keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan sebanding? Untuk mengetahui gambarannya, kita bisa melihat salah satu hasil survei yang dilakukan tsurvey.id, salah satu unit bisnis Telkomsel yang berfokus pada market research, yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Korean Brand Ambassador oleh Merek Lokal terhadap Keputusan Pembelian Konsumen”.
ADVERTISEMENT
Dalam survei tersebut, ada total 600 responden yang berpartisipasi. Rata-rata responden adalah mereka yang terlahir sebagai Generasi X, Millenial, dan Generasi Z, di seluruh Indonesia. Dari hasil survei tersebut, 74% responden menjawab “mau membeli” suatu produk jika dipromosikan langsung oleh artis Korea favorit mereka.
Saat mereka tidak memiliki uang pun, 57% di antaranya rela untuk menabung dulu; 10% rela menggunakan alokasi budget lain; 6% lainnya rela menggunakan paylater; dan 1% sisanya rela untuk meminjam uang dari keluarga agar mampu memberi produk yang dipromosikan idola Korea favorit mereka.
Akan tetapi, dari total 100% saat penggemar Korea ditanyai keinginan membeli produk dengan BA idol Korea, hanya 13% penggemar BA Korea yang selalu membeli produk yang dipromosikan oleh idolanya (dengan catatan, dari 13% tersebut, 47% di antaranya tetap selalu mempertimbangkan harga dari produk yang dipromosikan); 9% penggemar BA Korea sering membeli produk BA idolanya; 45% penggemar BA Korea pernah sesekali membeli produk yang BA idolanya; dan 33% penggemar BA Korea belum pernah membeli produk yang dipromosikan BA idolanya.
ADVERTISEMENT
Pertimbangan Referensi Group Aspirasional dalam Pemilihan BA Idola Korea di dalam ilmu Marketing, fenomena maraknya pemilihan BA para idol Korea oleh perusahaan rintisan di Indonesia ini sangat erat kaitannya dengan perilaku konsumen.
Menurut Kotler (1994), perilaku konsumen merupakan sebuah studi tentang bagaimana dan apa yang mempengaruhi seseorang membeli dan menggunakan suatu produk atau jasa dari suatu perusahaan. Menurutnya, ada 3 faktor yang dapat memengaruhi perilaku konsumen, yaitu (1) faktor kultural, (2) faktor sosial, dan (3) faktor personal.
Pemilihan BA Korea oleh beberapa perusahaan rintisan di Indonesia merupakan salah satu fenomena nyata dari adanya faktor sosial yang memengaruhi perilaku konsumen pada kelompok tertentu. Dalam konteks ini, adanya reference groups, yaitu aspirational group yang coba dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan rintisan yang memilih BA Korea untuk promosi produk atau jasa mereka.
ADVERTISEMENT
Sudah jelas, bahwa aspirational group yang dimaksud adalah para idol dari Korea Selatan seperti BTS, Blackpink, Song Joong-ki, dan lain sebagainya. Dan konsumen yang disasar lewat penggunaan BA Korea tersebut tentunya mereka yang menjadi penggemar fanatik para artis Korea.
Penggemar idol Korea Selatan memang memiliki basis penggemar yang terbilang fanatik. Saking fanatiknya, tidak jarang mereka rela melakukan apa saja untuk idola Korea mereka, baik yang positif maupun yang negatif. Untuk positif, tentulah mereka memang bisa jadi rela membeli apa saja produk yang berkaitan dan dipromosikan oleh idola Korea mereka.
Tapi di satu sisi, saat terjadi sesuatu yang menyakiti para penggemar idol Korea tersebut, mereka pun bisa melakukan apa saja untuk membuat pihak tertentu yang menyerang mereka “hancur” dan “dirugikan”. Salah satu yang baru-baru saja terjadi adalah pada salah satu mereka skincare “Whitelab”. Di mana toko daring mereka di marketplace Shopee dihujani bintang 1 oleh para penggemar idol Korea, Sehun EXO, yang kecewa karena suatu postingan di media sosial perusahaan Whitelab.
ADVERTISEMENT
Kekurangan Penggunaan BA dari Korea Selatan untuk Promosi Produk Secara jangka pendek, memang manfaat dari penggunaan BA Korea dalam promosi suatu produk atau jasa sangatlah baik dan menjanjikan. Kita bisa melihat dari bagaimana Tokopedia dan Shopee setelah mereka menggunakan BA idol dari Korea Selatan.
Menurut katadata, pada kuartal 1 tahun 2021, Tokopedia dan Shopee berhasil memimpin top 2 sebagai marketplace yang paling banyak diakses oleh pengunjung, yaitu Tokopedia di peringkat 1 dengan total 135,1 juta pengunjung dan Shopee di peringkat 2 dengan total 127,4 juta pengunjung.
Akan tetapi, hemat penulis, sebenarnya penggunaan idol Korea sebagai BA suatu produk atau jasa tidak sama sekali menjanjikan pertumbuhan bisnis yang jangka panjang atau sustainable. Walaupun secara jangka pendek pertumbuhan yang serba cepat dan signifikan bisa dicapai, namun apakah itu menjanjikan sustainability growth atau tidak?
ADVERTISEMENT
Karena jika kita lihat, beberapa perusahaan rintisan yang menggunakan BA Korea Selatan kebanyakan “rasa-rasanya” berusaha untuk mengejar pertumbuhan yang cepat, tanpa mempertimbangkan sustainability—semacam pesugihan 4.0, di mana setiap produk atau jasa yang dipromosikan BA idol dari Korea pasti mengalami pertumbuhan signifikan dalam waktu yang cukup singkat.
Mengapa bisa demikian? Karena secara prinsip, bagi penulis, kebanyakan produk atau jasa perusahaan rintisan yang dipromosikan oleh BA idol Korsel yang bertumbuh secara positif tersebut lahir dari sebuah perilaku konsumen yang cenderung impulsif, bukan membeli atau menggunakannya karena kesadaran penuh dari pembeli dan penggunanya. Mereka membayar untuk idola mereka, bukan membayar untuk jasa atau produk yang mereka beli atau gunakan. Di situlah, hemat penulis, sustainability growth akan sulit dicapai.
ADVERTISEMENT
Meninjau Ulang Strategi Promosi Perusahaan Rintisan Indonesia di Masa Post-pandemic Di era yang serba disruptif ini, di mana setiap orang bisa mendapatkan apa saja dengan relatif lebih, setiap perusahaan rintisan harus mampu menggunakan strategi promosi yang bisa lebih personal dan sesuai dengan unique value dari jasa dan produk mereka. Tak bisa hanya sekadar mengejar pertumbuhan cepat, tetapi juga harus mengejar pertumbuhan yang jangka panjang.
Saat kita berbicara mengenai pertumbuhan yang jangka panjang, maka salah satu hal yang bisa kita upayakan dalam kegiatan promosi adalah sentuhan personal. Perilaku konsumen yang sehat adalah yang mau pay for product/services, bukan hanya untuk yang lainnya. Oleh karenanya, setiap kegiatan promosi sebisa mungkin mampu menciptakan ikatan emosional yang kuat antara pengguna atau pembeli dengan produk atau jasa terkait.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kegiatan promosi sebisa mungkin mampu memberikan keunggulan atau unique value yang kompetitif dan customer centric, sehingga pelanggan akan terus merasakan manfaatnya dari waktu ke waktu, mendorong loyalitas yang sustain dan jangka panjang.
Mengapa demikian? Karena sekarang, kita bisa melihat, bahwa berbagai perusahaan rintisan sudah mulai ada yang berguguran karena kurang profit dan tidak memiliki pertumbuhan yang sustain dan organik. Belum lagi, untuk menggunakan BA idol dari Korea biayanya tidaklah sedikit. Oleh karena itu, sudah waktunya perusahaan rintisan Indonesia, di masa post-pandemic ini, memikirkan ulang strategi promosi mereka agar lebih bijaksana, di mana antara cost yang dikeluarkan dengan keuntungan yang diperoleh seimbang.
*) Mahasiswa Universitas Paramadina, Peserta Terbaik Kedua Lomba Penulisan Ilmiah Populer Kategori S2, FEB Universitas Paramadina, Jakarta
ADVERTISEMENT