Optimalisasi Penggunaan Layanan Pendanaan Bersama Syariah Berbasis TI untuk UMKM

Universitas Paramadina
Universitas Paramadina.
Konten dari Pengguna
29 Desember 2022 22:58 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Universitas Paramadina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Fintech. Foto: Getty Images
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Fintech. Foto: Getty Images

Penulis: Aldi Rachman*)

ADVERTISEMENT
Financial Technology atau teknologi finansial adalah variasi model bisnis dan perkembangan teknologi yang memiliki potensi untuk meningkatkan industri layanan keuangan. Fintech memiliki berbagai macam model yang disesuaikan dengan sektor-sektor keuangan yang ada, seperti sektor pembayaran digital, pembiayaan, investasi, dan asuransi.
ADVERTISEMENT
Dalam sektor pembiayaan, terdapat jenis fintech yang bekerja dengan model Peer-to-Peer Landing (P2P Lending) atau biasa disebut sebagai pinjaman online (pinjol). Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, fintech dengan model P2P landing atau pinjaman online, lebih dikenal dengan istilah Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI).
LPBBTI yaitu penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi dana dengan penerima dana dalam melakukan pendanaan konvensional atau berdasarkan prinsip syariah secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan internet. Berdasarkan hal tersebut, berarti di Indonesia terdapat dua jenis LPBBTI yaitu berdasarkan konvensional dan syariah.
Berdasarkan data dari Policy Brief P2P Lending Indonesia yang dikeluarkan oleh Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) tertanggal 19 Juli 2022, disebutkan bahwa terdapat 149 perusahaan LPBBTI yang beroperasi di Indonesia pada tahun 2020. Dari jumlah tersebut, terdapat LPBBTI konvensional yang berjumlah 139 dan LPBBTI syariah yang berjumlah 10 saja.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut menjadi suatu persoalan karena Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbanyak di dunia yaitu sekitar 238,09 juta penduduk atau 86,93% dari keseluruhan penduduk yang ada. Seharusnya, keberadaan LPBBTI syariah memiliki jumlah yang lebih banyak daripada yang konvensional.
Melihat kepada berbagai sumber yang ada, keberadaan LPBBTI syariah yang masih minim tersebut, tidak terlepas dari literasi keuangan digital dan keuangan syariah yang masih kurang di Indonesia sehingga minat dan perkembangan terhadap LPBBTI syariah tidak begitu banyak.
Padahal menurut penulis, terdapat kelebihan yang dimiliki LPBBTI syariah daripada LPBBTI konvensional maupun bank, apabila dipergunakan oleh penduduk Indonesia, khususnya yang berprofesi sebagai pedagang pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), yaitu:
Diskusi fintech syariah, Selasa (14/1). Foto: Nicha Muslimawati/kumparan

1. LPBBTI Syariah dapat menjadi sumber alternatif pembiayaan paling efektif

Pada tahun 2022, pinjaman yang diberikan bank kepada UMKM masih belum memenuhi target karena baru mencapai nilai Rp. 1.214 triliun atau 19,7% dari Rp. 6.155 triliun. Padahal Pasal 3 Ayat 5 huruf a Peraturan Bank Indonesia Nomor 23/13/PBI/2021 tentang Rasio Pembayaran Inklusif Makroprudensial Bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah mengatur bahwa pemenuhannya paling sedikit sebesar 20% (dua puluh persen) pada posisi akhir bulan Juni 2022. Artinya ada nilai pinjaman yang masih belum mencapai target. Hal ini disebabkan oleh mekanisme pengajuan pinjaman yang rumit, sehingga UMKM yang melakukan peminjaman kepada bank masih sedikit dan belum mencapai target.
ADVERTISEMENT

2. LPBBTI syariah tidak mempergunakan konsep riba/bunga untuk mendapatkan untung melainkan konsep bagi hasil sehingga tidak merugikan UMKM.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendefinisikan riba sebagai “tambahan” (ziyâdah) tanpa imbalan yang terjadi karena penangguhan dalam pembayaran yang diperjanjikan sebelumnya. Para ulama mengatakan, bahwa setiap penambahan pada uang pinjaman yang saat dikembalikan oleh peminjam menyebabkan terjadinya riba, maka hal tersebut dilarang. Hal ini disebutkan secara tegas dalam Q.S Al-Baqarah ayat 275 yang berbunyi “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.
Pelarangan riba dalam Islam dilakukan dengan alasan riba memberikan dampak buruk terhadap pihak yang berhutang. Bahkan dalam sejarah penggunaan LPBBTI konvensional di Indonesia, pemberlakuan riba/bunga dapat menyebabkan pihak yang berhutang melakukan bunuh diri karena merasa depresi dengan penetapan nilai bunga yang tinggi.
ADVERTISEMENT
Apabila LPBBTI syariah ini penggunaannya meningkat di Indonesia, maka dampak buruk dari penggunaan LPBBTI konvensional khususnya yang ilegal akan dihindari karena alasan yang merugikan tersebut.

3. LPBBTI syariah dapat mendorong moral dan sikap yang jauh lebih baik lagi dari para pengguna dan penyedia jasa dalam melakukan kegiatan pinjam-meminjam.

Alasan ini didasarkan pada dua landasan hukum yang dipergunakan dalam penyelenggaraan LPBBTI syariah yaitu hukum positif Indonesia dan hukum Islam. Hukum positif atau peraturan perundang-undangan yang berlaku mengatur pemberian sanksi baik administrasi, keperdataan, maupun sanksi pidana. Sedangkan hukum Islam, mengatur pemberian sanksi di alam akhirat terhadap siapa saja yang melanggar ketentuan yang dibuat Allah SWT.
Sebagai contoh dorongan moral dan sikap yang jauh lebih baik lagi dapat dilihat dari mekanisme pengajuan utang yang jujur oleh pengguna jasa dan cara-cara penagihan utang yang baik oleh penyedia jasa. Pengguna jasa harus mempergunakan identitas asli sesuai Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang dimiliki. Sedangkan penyedia jasa dapat melakukan cara-cara penagihan utang yang lebih humanis dan tidak bersifat intimidasi.
ADVERTISEMENT

Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan pada pembahasan di atas, maka terdapat beberapa hal yang dapat disimpulkan dalam bagian ini, yaitu: (1) Terdapat potensi yang tinggi penggunaan LPBBTI syariah di Indonesia sebagai alternatif pembiayaan terhadap UMKM. (2) Kelebihan dari LPBBTI syariah dibandingkan dengan LPBBTI konvensional adalah tidak adanya riba/bunga. (3) Dengan dipergunakannya dua landasan hukum dalam LPBBTI syariah yaitu hukum positif Indonesia dan hukum Islam, diharapkan mendorong pengguna dan penyedia jasa untuk melakukan kegiatan pinjam-meminjam dengan moral dan sikap yang jauh lebih baik lagi dalam artian tidak menyimpang dari hukum yang ada.
Adapun saran yang dapat diberikan dalam hal ini adalah: (1) Para pemangku kebijakan seperti Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Keuangan, Kementerian Agama, Badan Amil Zakat Nasional, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, dan Badan Wakaf Indonesia melakukan kegiatan dalam rangka meningkatkan literasi keuangan digital dan keuangan syariah di Indonesia. (2) Para pemangku kebijakan sebagai dimaksud pada saran pertama, melaksanakan tugasnya di bawah koordinasi Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah sebagai lembaga negara yang bertugas untuk mengatur ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia.
ADVERTISEMENT
*) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Peserta Terbaik Pertama Lomba Penulisan Ilmiah Populer Kategori S1, FEB Universitas Paramadina, Jakarta