Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
5 Fakta soal Sejarah Jembatan Ampera di Palembang
21 Juni 2019 13:41 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
ADVERTISEMENT
Jembatan Ampera yang berada di Kota Palembang, Sumatera Selatan, merupakan sebuah ikon dari 'Bumi Sriwijaya'. Jembatan ini juga sekaligus memiliki peranan penting dalam menghubungkan arus perekonomian masyarakat wilayah Seberang Ilir dan Ulu.
ADVERTISEMENT
Jembatan yang membentang sepanjang 1.177 meter dan membelah Sungai Musi ini merupakan hadiah dari Presiden RI pertama, Sukarno, untuk masyarakat Palembang. Namun, seiring berjalannya waktu, kini banyak kaum milenial yang tidak mengetahui sejarah berdirinya jembatan berwarna merah tersebut. Berikut sejumlah fakta yang dirangkum mengenai sejarah Jembatan Ampera:
1. Dibangun menggunakan dana rampasan perang
Ide membangun jembatan hingga dapat menghubungkan dua daratan di Kota Palembang, sebetulnya sudah ada sejak zaman Gemeente Palembang, tahun 1906. Saat jabatan Wali Kota Palembang diduduki oleh Le Cocq de Ville, tahun 1924.
Pada masa kemerdekaan, gagasan itu kembali muncul, DPRD Peralihan Kota Besar Palembang kembali mengusulkan lagi pembangunan jembatan saat sidang pleno yang berlangsung pada 29 Oktober 1956.
ADVERTISEMENT
Pada saat itu, anggaran yang dimiliki Kota Palembang yang akan digunakan sebagai modal awal membangun jembatan sekitar Rp 30 ribu. Tahun 1957, dibentuk panitia pembangunan, yang terdiri dari Penguasa Perang Komando Daerah Militer IV/Sriwijaya, Harun Sohar, dan Gubernur Sumatera Selatan, H.A. Bastari. Kemudian, Wali Kota Palembang, M. Ali Amin, beserta Wakil Wali Kota, Indra Caya, meminta bantuan Presiden Sukarno.
Sama halnya dengan dana yang digunakan untuk pembangunan Monas di Jakarta, dana pembangunan Jembatan Ampera juga diambil dari hasil perampasan saat perang Jepang senilai 2,5 miliar Yen. Selain itu, ahli-ahli konstruksi dari Jepang juga turut dihadirkan dalam proyek pembangunan Jembatan Ampera.
2. Diresmikan oleh Letnan Jenderal Ahmad Yani
Jembatan Ampera dibangun pada April tahun 1962 dan diresmikan pada 30 September 1965, oleh Letjen Ahmad Yani.
ADVERTISEMENT
Meski merupakan hadiah dari Bung Karno, namun Letjen Ahmad Yani dipercaya menjadi orang yang meresmikan penggunaan jembatan untuk pertama kalinya. Selain itu, peresmian tersebut merupakan agenda kenegaraan terakhir dari Letjen Ahmad Yani sebelum beliau menjadi korban G30S/PKI pada 1 Oktober dini hari.
3. Awalnya bernama Jembatan Bung Karno
Sebagai bentuk apresiasi masyarakat Palembang kepada Presiden RI pertama, Ir Soekarno, untuk pertama kalinya Jembatan Ampera dinamai Jembatan Bung Karno.
Akan tetapi, Presiden Soekarno tak berkenan, terlebih setelah terjadi pergolakan politik pada tahun 1966, ketika gerakan anti-Sukarno sangat kuat, maka dipilihlah nama yang memiliki makna Amanat Penderitaan Rakyat (Ampera), yang pernah menjadi slogan bangsa Indonesia pada tahun 1960'an. Sehingga dijuluki Jembatan Ampera.
ADVERTISEMENT
4. Sempat menjadi jembatan terpanjang se-Asia Tenggara
Memiliki panjang 1.117 meter dengan lebar 22 meter, maka Jembatan Ampera sempat menjadi jembatan terpanjang di Asia Tenggara. Selain itu, jembatan ini juga tergolong canggih pada masanya, mengingat bagian tengah jembatan dapat diangkat ke atas agar tiang kapal yang lewat dibawahnya tidak tersangkut badan jembatan.
Bagian tengah jembatan dapat diangkat dengan peralatan mekanis dan dua bandul pemberat yang masing-masing berkisar 500 ton pada dua menaranya, dengan kecepatan sekitar 10 meter per menit dan total waktu yang diperlukan untuk mengangkat seluruh jembatan ialah 30 menit.
Tapi sejak tahun 1970, mekanisme tersebut tidak lagi dilakukan. Alasannya, waktu yang digunakan untuk mengangkat jembatan ini, yaitu sekitar 30 menit, dianggap mengganggu arus lalu lintas. Terlebih sudah tidak ada lagi kapal besar yang berlayar di Sungai Musi.
ADVERTISEMENT
Hingga akhirnya di tahun 1990, dua bandul pemberat untuk menaikturunkan bagian tengah jembatan dibongkar dengan alasan keselamatan masyarakat yang melintasi jembatan.
5. Sejumlah onderdil jembatan jadi objek pencurian
Di antara tahun 1997-1998, beberapa onderdil jembatan ini dipereteli pencuri. Pencurian dilakukan dengan memanjat menara jembatan dan memotong beberapa onderdil jembatan yang sudah tidak berfungsi.
Selain itu, warna pada jembatan pun sudah mengalami tiga kali pergantian. Pada awal berdiri, Jembatan Ampera berwarna abu-abu lalu tahun 1992 diganti menjadi kuning dan terakhir di tahun 2002 sampai sekarang berwarna merah. (abp/jrs)