5 Masjid Bersejarah di Kota Palembang

Konten Media Partner
10 April 2019 21:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin II (istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin II (istimewa)
ADVERTISEMENT
Kota Palembang merupakan salah satu kota tertua di Indonesia, yang mana pada 17 Juni nanti genap berusia 1.336 tahun. Dengan usai tersebut tak heran jika di kota yang dikenal dengan kuliner pempeknya ini banyak memiliki peninggalan bersejarah, misalnya gedung-gedung tua, prasasti, hingga bangunan masjid yang sudah berdiri sejak ratusan tahun lalu.
ADVERTISEMENT
Berbicara mengenai bangunan masjid bersejarah, Islam sendiri masuk ke Palembang diperkirakan pada awal abad ke-8 Masehi. Kemudian sampai abad ke-14, Islam di Palembang tumbuh dan berkembang pesat, terlebih di masa Kesultanan Palembang Darussalam.
Tak salah jika saat ini banyak masjid bersejarah yang masih berdiri kokoh di sejumlah sudut Kota Palembang. Berikut ini 5 masjid bersejarah di Kota Palembang yang dirangkum Urban Id.
1. Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin II
Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin II (istimewa)
Masjid ini terletak persis di tengah Kota Palembang dan merupakan yang terbesar. Bangunan masjid ini sudah beberapa kali direnovasi, khususnya pada tahun 2000. Dilihat dari bentuknya, Masjid Agung Palembang mempunyai ciri khas perpaduan tiga kebudayaan, yaitu kebudayaan Indonesia, Eropa, dan Tiongkok.
ADVERTISEMENT
Tiga ciri kebudayaan tersebut merekat dalam setiap lekuk bangunan masjid. Misalnya saja seperti pintu utama masjid yang menunjukkan adanya pengaruh kebudayaan Eropa. Pada bagian atap masjid, terlihat adanya pengaruh Tiongkok mengingat bentuknya yang menyerupai bentuk kelenteng.
Masjid Agung Palembang merupakan salah satu peninggalan sultan. Maka berdasarkan Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia MA/233/2003 tertanggal 23 Juli 2003, masjid itu ditetapkan sebagai salah satu masjid nasional.
Kemudian pada 2009, berdasarkan UU No 5 tahun 1992 tentang bangunan cagar budaya, serta Surat Peraturan Menteri No PM19/UM.101/MKP/2009, Masjid Agung Palembang juga menjadi salah satu bangunan cagar budaya yang dilindungi pemerintah.
2. Masjid Sultan Agung
Masjid Sultan Agung (istimewa)
Dibangun pada 1950, Masjid Sultan Agung dikenal sebagai masjid tertua kelima di Palembang. Masjid yang berdiri di lahan seluas kurang lebih 1.500 meter persegi ini dibangun oleh sesepuh Ki Abunawar dan warga setempat dengan menggunakan dana swadaya.
ADVERTISEMENT
Pada area masjid ini juga terdapat makam dari Sultan Agung Komarudin Sri Teruno, yakni sultan Palembang yang sempat menjabat pada tahun 1714-1724. Kondisi makamnya pun cukup rapi dan bersih karena pengurus rutin melakukan perawatan. Pasalnya, pengunjung masjid cukup banyak, baik dari kalangan warga Palembang, maupun wisatawan luar daerah.
Selain daya tarik tersebut, Masjid Sultan Agung juga cukup sering menyelenggarakan berbagai aktivitas keagamaan di luar salat berjamaah, seperti pengajian rutin, dakwah Islam, berbagai acara hari besar Islam, hingga mendirikan pusat kegiatan belajar masyarakat, TPA, dan madrasah.
Masjid ini terletak di Jalan Sultan Agung, Kelurahan 1 Ilir, Kecamatan Ilir Timur II, Palembang.
3. Masjid Suro
Masjid Suro atau Al-Mahmudiyah (istimewa)
Masjid ini berlokasi di Kelurahan 30 Ilir, Kecamatan Ilir Barat II. Masjid Suro kini juga dikenal dengan sebutan Masjid Besar Al-Mahmudiyah. Meski usianya sudah lebih dari satu abad, bangunan masjid ini masih terlihat kokoh.
ADVERTISEMENT
Masjid Suro pertama kali didirikan pada 1889 oleh KH Abdurrahman Delamat dan baru selesai pada 1891. Selain untuk melaksanakan ibadah, saat itu Masjid Suro juga digunakan sebagai lembaga pendidikan karena masyarakat memiliki minat yang cukup besar untuk mendalami agama. Melihat hal tersebut, penjajah Belanda pada saat itu khawatir jika kegiatan keagamaan berkembang menjadi upaya perlawanan.
Akhirnya, pemerintah Belanda menghentikan aktivitas tersebut. Meski begitu, Kiai Delamat tetap bersikukuh menyampaikan dakwahnya untuk masyarakat setempat. Hal tersebut membuat Kiai Delamat diperintahkan untuk meninggalkan Kota Palembang karena dianggap membahayakan pemerintah belanda.
Kiai Delamat pun pindah ke Dusun Sarika dan menetap di sana hingga ia wafat dan makamnya yang terdapat di area Masjid Suro bisa dikunjungi. Sejak ditinggalkan Kiai Delamat, kegiatan di Masjid Suro pun berkurang drastis. Hingga akhirnya terjadi pembongkaran oleh pemerintah Belanda. Hal tersebut juga diikuti dengan larangan aktivitas ibadah di sana.
ADVERTISEMENT
Setelah kejadian tersebut, Masjid Suro kembali berfungsi saat kepengurusan diserahkan kepada Kiai Khotib. Setelah beliau meninggal pada 1919, para pemuka agama dan masyarakat setempat pun membentuk kepengurusan baru. Sejak tahun 1920, Masjid Suro akhirnya mulai kembali didirikan sedikit demi sedikit.
Demi mempertahankan sejarahnya, tiang penyangga masjid bermaterial kayu berbentuk bulat tinggi tidak diubah. Selain tiang penyangga, komponen lain yang juga sudah berusia cukup tua dan menjadi saksi sejarah Masjid Suro adalah kolam tempat berwudu, beduk, mimbar, dan makam Kiai Delamat.
4. Masjid Lawang Kidul
Masjid Lawang Kidul (istimewa)
Masjid di Palembang selanjutnya yang memegang peran penting dalam perkembangan Islam di Indonesia adalah Masjid Lawang Kidul. Pada masa Kesultanan Palembang Darussalam, masjid yang terletak di Lawang Kidul, Kecamatan Ilir Timur II, ini menjadi pintu selatan berkembangnya agama Islam. Bahkan, Masjid Lawang Kidul juga dijadikan sebagai markas para pejuang setempat saat menghadapi Belanda.
ADVERTISEMENT
Masyarakat setempat juga menganggap Masjid Lawang Kidul sebagai kebanggaan tersendiri karena bangunan masjid yang sebagian besar masih terjaga keasliannya. Jika datang ke sini, pengunjung bahkan bisa melihat satu unit mimbar yang masih kokoh seperti kondisi saat pertama berdiri pada tahun 1890. Mimbar ini terbuat dari kayu dengan aksen desain bunga yang kental dengan budaya Melayu.
Setidaknya ada beberapa hal yang membuat Masjid Lawang Kidul begitu spesial dan mendapat tempat tersendiri di hati masyarakat setempat. Salah satunya, menara masjid berupa tiga undakan dan atapnya yang melebar dengan desain arsitektur khas Tiongkok. Setidaknya, 99 persen bagiannya belum ada yang diganti, hanya saja pernah dilakukan penambahan keramik di bagian utama lantai.
Dengan berbagai kisah sejarah dan arsitektur khasnya tersebut, tidak mengherankan jika Masjid Lawang Kidul menjadi salah satu destinasi wisata religi yang cukup populer di Palembang.
ADVERTISEMENT
5. Masjid Ki Marogan
Masjid Ki Marogan (istimewa)
Masjid Ki Marogan berlokasi di Jalan Kiai Marogan, Kelurahan I Ulu, Kertapati. Ki Marogan sendiri adalah seorang kiai yang terkenal di kalangan masyarakat Palembang. Beliau juga yang berperan besar dalam sejarah berdirinya masjid ini.
Pada 1871, Ki Marogan membangun masjid di titik pertemuan antara Sungai Ogan dan Sungai Musi. Awalnya, masjid ini diberi nama Masjid Jami Kiai Abdul Hamid bin Mahmud. Lama-kelamaan, masyarakat setempat lebih sering menyebutnya dengan Masjid Kiai Muara Ogan. Seiring berjalannya waktu, penyebutan Muara Ogan tersebut berubah menjadi Marogan.
Mengingat jumlah jemaah yang terus bertambah, Masjid Ki Marogan pun beberapa kali mengalami renovasi. Pada tahun 1950 misalnya, renovasi dilakukan untuk mengganti mustaka atau limas teratas yang berbentuk segi empat menjadi kubah bulat dengan material seng. Begitu pula bagian depan bangunan yang dicor dengan beton.
ADVERTISEMENT
Renovasi besar-besaran juga dilakukan pada tahun 1989. Kubah bulat tersebut diubah kembali menjadi bentuk limas dan menambah tinggi plafon masjid. Tak ketinggalan, bagian lantai yang diganti menggunakan keramik dan pemasangan pintu jendela yang baru. Hingga saat ini, Masjid Ki Marogan belum pernah mengalami renovasi lagi. (bwo/jrs)