Konten Media Partner

Bawaslu dan Akademisi Tekankan Bahaya Kampanye Hitam di Pilkada Sumsel

19 November 2024 14:41 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Deklarasi damai untuk Pilkada Sumsel. (ist)
zoom-in-whitePerbesar
Deklarasi damai untuk Pilkada Sumsel. (ist)
ADVERTISEMENT
Menjelang Pilkada Serentak di Sumatera Selatan pada 27 November mendatang, penyebaran kampanye hitam dan negatif di media massa dan media sosial semakin marak.
ADVERTISEMENT
Fenomena ini dikhawatirkan akan berdampak negatif pada kualitas proses demokrasi, bahkan berpotensi menimbulkan konflik antar pendukung calon kepala daerah.
Komisioner Bawaslu Sumsel, Massuryati, yang membidangi Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat, menjelaskan perbedaan mendasar antara kampanye hitam (black campaign) dan kampanye negatif (negative campaign).
Menurutnya, kampanye hitam merupakan strategi tidak etis dan dilarang dalam pemilu karena menyebarkan informasi negatif yang berupa fitnah atau tuduhan palsu, dengan tujuan merusak reputasi seseorang. Informasi ini biasanya disebarkan oleh sumber anonim dan menggunakan data yang tidak sahih.
“Ini adalah serangan terhadap calon dengan informasi yang tidak sesuai dengan kenyataan,” kata Massuryati, Selasa, 12 November 2024.
Sebaliknya, kampanye negatif lebih menyoroti kelemahan lawan politik dengan data yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan.
ADVERTISEMENT
Kampanye ini bertujuan mengungkap rekam jejak yang dinilai buruk, seperti dugaan keterlibatan dalam kasus korupsi, namun masih dalam batas etika yang wajar.
Bawaslu Sumsel saat ini terus memantau praktik kampanye hitam dan negatif yang dilakukan para calon kepala daerah, baik di lokasi kampanye, media massa, maupun media sosial.
Sebagai langkah pencegahan, Bawaslu mengimbau tim kampanye dan masyarakat untuk menghindari praktik-praktik tersebut, serta mengadakan pelatihan dan sosialisasi yang melibatkan masyarakat sebagai pengawas partisipatif.
Bawaslu Sumsel telah menerima sejumlah laporan dugaan kampanye hitam dan negatif di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Dari laporan tersebut, sebagian besar telah diselesaikan, meskipun ada beberapa laporan yang masih dalam tahap kajian awal.
Komisioner Bawaslu Sumsel, Ahmad Naafi, menyatakan bahwa saat ini beberapa laporan sedang diverifikasi untuk memastikan apakah memenuhi syarat formil dan materil agar dapat dilanjutkan ke tahap penyelidikan lebih lanjut.
ADVERTISEMENT
Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang, Dr. Martini Idris, SH., MH., menekankan bahwa kampanye hitam dapat merusak reputasi seseorang melalui fitnah, hoaks, atau informasi palsu yang sengaja disebarkan.
Berdasarkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), pelaku kampanye hitam dapat dikenai sanksi pidana hingga 6 tahun penjara dan denda maksimal Rp 1 miliar. Selain itu, pelaku juga dapat dikenakan sanksi berdasarkan KUHP, khususnya Pasal 310 dan 311 tentang pencemaran nama baik dan penyebaran informasi palsu.
“Namun, proses penegakan hukum tidak mudah, karena memerlukan bukti yang cukup serta saksi ahli dalam berbagai bidang,” jelas Martini.
Akademisi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sriwijaya, Haikal Hafafa, menyoroti bahwa praktik kampanye hitam dan negatif dapat menciptakan ketidakpercayaan terhadap proses politik, yang seharusnya berlangsung transparan dan demokratis.
ADVERTISEMENT
“Pemilih yang terpengaruh kampanye hitam sering membuat keputusan berdasarkan ketakutan atau kebencian, bukan pada program dan visi calon,” kata Haikal.
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa polarisasi masyarakat akibat kampanye hitam bisa menyebabkan perpecahan dan menurunkan kualitas partisipasi publik dalam pemilu.
Haikal menegaskan bahwa pendidikan literasi media sangat diperlukan untuk mengatasi masalah ini, agar masyarakat mampu memilah informasi yang benar dan menghindari jebakan berita sensasional.
Selain itu, ia mengingatkan agar masyarakat tetap kritis dalam menerima informasi dan selalu memeriksa keabsahan berita sebelum menyebarkannya.
Sementara itu, Pemimbing Masyarakat (Pembimas) Kristen Sumatera Selatan Bagus Pandjaitan, mengimbau kepada warga untuk tidak mudah percaya terhadap kabar yang berseliweran di media sosial apalagi black campaign.
Ia pun berharap siapapun yang nantinya menjadi kepala daerah mulai dari Gubernur hingga Bupati/ Wali Kota dapat menjalankan amanah yang telah diberikan.
ADVERTISEMENT
"Siapapun yang jadi pemenang dan terpilih sebagai kepala daerah, itulah pilihan rakyat. Harapannya mereka dapat mnejalankan tanggung jawab apa yang menjadi visi-misi mereka untuk kemajuan, baik di Sumsel maupun Kabupaten/ Kota,"kata Bagus.
Hal yang sama juga diutarakan oleh Ketua Persatuan Pendamping Aspirasi Masyarakat Indonesia (PPAM-I) Beni Ade. Ia berharap pelaksanaan pilkada serentak dapat berjalan dengan jujur dan adil serta tidak adanya politik uang.
"Masyarakat Sumsel harapannya dapat memilih pemimpin yang adil dan peduli demi kemajuan bersama,"harapnya.