Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0

ADVERTISEMENT
Budayawan Betawi, Ridwan Saidi beberapa lalu membuat kontroversi mengenai pernyataan yang menyebutkan jika Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan fiktif, dan hanya segerombolan bajak laut. Selain itu, pria yang akrab disapa 'Babe' tersebut juga menyatakan jika prasasti mengenai Sriwijaya ditulis dengan bahasa Armenia.
ADVERTISEMENT
Penyataan teersebut pun akhirnya mendapat beragam tanggapan, khususnya dari budayawan maupun arkeolog di Sumatera Selatan. Peneliti Balai Arkeologi Sumsel, Retno Purwanti mengatakan, semua prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya ditulis menggunakan aksara atau huruf Pallawa, dan berbahasa Melayu Kuno. Hal tersebut tentu bertentangan dengan apa yang dinyatakan Ridwan Saidi.
Selain prasati banyak juga penemuan arca peninggalan kedatuan Sriwijaya dari abad 7-10 masehi yang menegaskan jika Sriwijaya ada di Palembang. Salah satunya adalah prasasti Kota Kapur yang ditemukan tahun 1892 oleh seorang peneliti bernama Kern dan nama Sriwijaya mulanya diidentifikasi sebagai nama seorang raja.
Tulisannya yang mengulas hal itu terbit tahun 1913. kemudian, pada 1918 George Coedes juga menerbitkan tulisan dengan judul "Le Royueme Sriwijaya" yang mengidentifikasi nama Sriwijaya sebagai sebuah kerajaan. Hanya saja, prasati ini berada di Museum Kerajaan Amsterdam, Belanda.
ADVERTISEMENT
Usai penemuan prasasti tersebut, sejumlah prasati dan arca yang menyebutkan Sriwijaya juga banyak ditemukan di Sumatera Selatan. Berikut beberapa diantaranya.
Prasasti Kedukan Bukit
Prasasti ini ditemukan oleh M. Batenburg pada tahun 1920 di Kampung Kedukan Bukit, Kelurahan 35 Ilir, Palembang, Sumatera Selatan. Prasasti berukuran 45x80 cm ini ditulis dalam huruf Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno. Prasati ini disimpan di Museum Nasional Indoensia, namun replikanya dapat dijumpai pula di Museum Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya (TPKS) Palembang.
Prasasti Kedukan Bukit terdapat 3 pertanggalan. Namun yang populer yakni yang menyebutkan vanua Sriwijaya pada tanggal 16 Juni 682 (konversi masehi). Prasasti ini menceritakan tentang perjalan penyerangan Dapunta Hyang yang merupakan raja Sriwijaya.
ADVERTISEMENT
Prasasti Talang Tuo
Prasasti Talang Tuo bertuliskan tahun 684 Masehi, yang menceritakan tentang pembuatan Taman Sriksetra. Prasasti ini ditemukan pada tahun 1920 di kaki Bukit Seguntang, oleh Louis Constant Westenenk atau residen Palembang pada masa itu.
Prasasti ini terdiri dari 14 baris yang ditulis dengan huruf Pallawa, dan bahasa Melayu Kuno. Saat ini prasasti tersebut berada di Museum Nasional, akan tetapi replikanya juga dapat dijumpai di Museum TPKS Palembang.
Prasati Telaga Batu
Prasasti Telaga Batu ditemukan di sekitar kolam Telaga Biru, Sabokingking, Kelurahan 3 Ilir, Kecamatan Ilir Timur II, Palembang, Sumatera Selatan, pada tahun 1935. Prasati ini menceritakan tentang wilayah kekuasaan dan struktur birokrasi kerajaan Sriwijaya.
ADVERTISEMENT
Prasasti yang dipahat pada batu andesit ini berukuran 118x 148 cm, dan diatasnya terdapat 7 ekor kepala ular kobra. Telaga Batu menjadi salah satu prasasti kutukan bagi pejabat pemerintahan di Sriwijaya. Sama seperti prasasti lainya, saat ini prasasti tersebut juga disimpan di Museum nasional, dan hanya replikanya yang berada di Museum TPKS Palembang.
Prasasti Boom Baru
Prasasti ini ditemukan di sekitar halaman Pelabuhan Boom Baru, Palembang. Bentuk prasati ini bulat telur dipahat pada batu andesit. Prasasti ini ditulis menggunakan huruf Pallawa, namun tidak berangka tahun. Akan tetapi ditinjau dari segi paleografi diperkirakan berasal dari abad ke-7 M. Prasasti ini berisi tentang kutukan dari penguasa Kerajaan Sriwijaya.
Arca Ganeha dan sejumlah temuan arca lainnya
ADVERTISEMENT
Arca Ganesha diperkirakan dari abad ke-9, ditemukan di tepi Sungai Bendung, 9 Ilir, Palembang atau tak jauh dari dari reruntuhan Candi Angsako. Keberadaan arca dan peninggalan Hindu pada masa kejayaan Sriwijaya, menunjukkan pada masa itu telah terjadi kehidupan masyarakat yang berdampingan antar-pemeluk agama di Palembang.
Arca ini saat ini ditempatkan di depan Museum Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II Palembang, Selain itu, banyak sejumlah arca yang ditemukan lainnya yang berasal dari abad ke 7-10 masehi di Palembang. (eno/bo/abp/jrs)