CTSS Ajak Masyarakat Berpartisipasi Lahirkan Sains Keberlanjutan

Konten Media Partner
16 April 2021 17:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala CTSS Prof Damayanti Buchori dan Direktur Jenderal Budaya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Hilmar Farid, dalam kuliah umum yang berlangsung secara virtual. (foto: istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Kepala CTSS Prof Damayanti Buchori dan Direktur Jenderal Budaya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Hilmar Farid, dalam kuliah umum yang berlangsung secara virtual. (foto: istimewa)
ADVERTISEMENT
Pusat Kajian Sains Keberlanjutan dan Trandisplin/Center for Transdisciplinary and Sustainabiliy Sciences (CTSS) mengajak masyarakat berpartisipasi dalam melahirkan sains keberlanjutan. Caranya melalui kegiatan essay contest.
ADVERTISEMENT
Kepala CTSS, Prof Damayanti Buchori, mengatakan kegiatan essay contest ke-2 di tahun 2021 diharapkan lahirnya new insights yang dapat menjadi inspirasi dalam sains keberlanjutan (sustainability sciences).
"Kegiatan ini berlangsung dari 4 Januari sampai 16 April 2021. Jumlah peserta yang telah mengirimkan artikel adalah sebanyak 75 peserta," katanya dalam kuliah umum dan pengumuman pemenang 2nd Essay Contest, Jumat (16/4).
Menurutnya, kegiatan ini diikuti secara perorangan ataupun kelompok dan dibagi ke dalam dua kategori. Yaitu kategori mahasiswa sarjana (S1) dan pascasarjana (S2/S3) yang berasal dari seluruh Indonesia.
“Kami berusaha menggali, menemukan, mengawinkan, pengetahuan lokal dengan pengetahuan modern untuk menghasilkan sains keberlanjutan,” katanya.
Essay contest ini juga, katanya, bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan generasi muda tentang pengetahuan lokal mengenai sumber daya alam dari berbagai daerah di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Direktur Jenderal Budaya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Hilmar Farid, mengatakan menteorikan praktik adalah proses pembentukan pengetahuan masyarakat berbasis tradisi adat.
“Titik tolak saya kenapa pembangunan bisa tidak berkelanjutan itu berasal dari sebuah problem yang saya kira laten, yaitu problem eksternalitas. Ini merupakan isu yang sering muncul dan biasa disebut invisible costs dari pertumbuhan ekonomi,” katanya.
Menurutnya, ketika pembangunan perekonomian meningkat tanpa memperhatikan sosial dan lingkungan maka akan terjadi peningkatan kerusakan lingkungan maupun masyarakat itu sendiri.
Oleh karena itu, sains keberlanjutan perlu dibangun dengan kesadaran bahwa seluruh masalah sosial, ekonomi dan ekologi hari ini merupakan ekspresi yang berbeda dari gejala tunggal yang sama.
"Dengan demikian, penanganan atas masalah sosial, ekonomi dan ekologi hanya mungkin dijalankan secara terpadu," katanya.
ADVERTISEMENT