Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten Media Partner
Kematian 2 Pendaki Asal Jambi di Gunung Dempo Dinilai Janggal
17 Januari 2020 14:39 WIB
ADVERTISEMENT
Setelah sekitar tiga bulan berlalu, pihak keluarga dari dua pendaki asal Muaro Bungo, Jambi, yaitu M Fikri Sahdila dan saudaranya Jumadi (26 tahun) yang ditemukan tewas di bibir kawah Gunung Dempo, Kota Pagar Alam, Sumatera Selatan, menilai ada sesuatu yang janggal dalam kematian anggota keluarganya tersebut. Atas hal itu, pihak keluarga akhirnya membuat laporan baru ke pihak kepolisian.
ADVERTISEMENT
Hasnah (46 tahun), ibu kandung Fikri, mengatakan pihak keluarga korban menduga, kematian keduanya bukan akibat kecelakaan saat pendakian, melainkan adanya aksi kriminal yang menimpa kedua korban.
"Banyak yang janggal dalam kematian anak dan menantu kami ini. Khususnya mengenai barang-barang mereka yang dinyatakan hilang," kata dia saat dihubungi melalui sambungan telepon, Jumat (17/1).
Hasnah bilang, bermula dari penemuan jenazah keduanya pada Sabtu (2/11/2019). Namun, sejumlah barang-barang milik korban seperti dua unit ponsel, tas keril, tenda, dan lainnya, tidak ditemukan.
Kemudian, pada Rabu (20/11/19) teman dari korban Fikri memberi tahu kepada pihak keluarga jika nomor Whatsapp milik korban sempat aktif, karena ada pesan yang terkirim pada 9 November.
"Itu artinya kan ponselnya aktif. Lalu, saya juga cek WA di ponsel saya, ternyata juga sama pada tanggal 9 November ada pesan yang sempat terkirim," katanya.
ADVERTISEMENT
Atas temuan itu, kata Hasnah, dirinya mencoba meminta bantuan keluarganya yang bertugas di Polres Muara Bungo, Jambi, untuk melacak keberadaan ponsel tersebut. Hasilnya, data IMEI dari ponsel Fikri sempat terlacak berada di kawasan kecamatan Jarai, Kabupaten Lahat, Sumsel.
Menindaklanjuti hal itu, pada Kamis (21/11/2019) pihak keluarga berangkat ke Kota Pagar Alam, dengan membawa bukti terlacaknya keberadaan ponsel tersebut untuk melapor kembali ke Polres setempat.
"Saat itu laporan kami mengenai kehilangan barang-barang itu, termasuk ponsel," katanya.
Namun, kata dia, hasil pemeriksaan petugas polisi menyebut jika sudah menemukan pemilik ponsel itu, akan tetapi ponsel yang dimaksud bukanlah milik korban Fikri.
"Menurut polisi salah ponsel, padahal kan satu ponsel hanya punya satu IMEI," katanya.
ADVERTISEMENT
Tak hanya soal ponsel, Hasnah menyebut kejanggalan atas kematian keduanya juga sempat disampaikan oleh tim evakuasi dari Wanadri yang ketika itu menemukan keduanya. Dimana dalam analisis mereka, kondisi jalur jatuhnya kedua korban bukan trek yang terjal, sehingga kecil kemungkinan bisa terjatuh.
"Korban kan katanya jatuh di jurang sedalam 300 meter. Tapi kok bisa jatuh berdua sekaligus, jarak jatuh mereka juga berdekatan. Kalau mereka jatuh, baju mereka kok nggak ada yang robek. Lalu barang-barang mereka kemana?," katanya.
Terkait penolakan proses autopsi, Hasnah, menyebut lebih kepada kepedulian, mengingat kondisi jenazah saat ditemukan sudah membusuk. Oleh karena itu, pihak keluarga memutuskan untuk segera membawanya pulang dan dimakamkan.
"Sebagai seorang ibu saya tidak tega tubuh anak saya dibedah-bedah . Kondisinya waktu itu tubuhnya patah-patah. Hasil visum ada," katanya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Kepala Kepolisian Resor Pagar Alam, AKBP Dolly Gumara, mengatakan, membenarkan adanya laporan dari pihak keluarga pendaki terkait kehilangan barang-barang tersebut. Medki begitu, pihaknya enggan berspekulasi soal adanya dugaan tindak kriminalitas yang menimpa keduanya.
"Masih penyelidikan, karena kita hanya menerima laporan kehilangan barang saja, dan belum mengarah kepada dugaan pembunuhan," katanya. (jrs)