Konten Media Partner

Menapak Keajaiban Piramida hingga Menyusuri Sungai Nil

4 Mei 2025 18:41 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rombongan KKL/Kandidat Doktor PDIH Unissula Semarang berfoto di Piramida, salah satu keajaiban dunia di Giza, Mesir. (foto: Abdul Malik Syafi'i)
zoom-in-whitePerbesar
Rombongan KKL/Kandidat Doktor PDIH Unissula Semarang berfoto di Piramida, salah satu keajaiban dunia di Giza, Mesir. (foto: Abdul Malik Syafi'i)
ADVERTISEMENT
Hari kedua field study diawali dengan kunjungan ke ikon kuno Mesir. Piramida Giza dan Patung Sphynx, hingga Museum Mumi menjadi saksi peradaban di negeri Ummu Dunya (Ibu Dunia).
ADVERTISEMENT
Terik mentari pagi Kairo langsung menghantam kulit seketika keluar dari lobi hotel. Walau panas, hembusan angin gurun khas Afrika Utara mendinginkan suhu udara.
Rombongan bergerak menaiki bus, menuju destinasi di negeri yang dikenal dengan sebutan Negeri Piramida, Negeri Firaun dan Negeri Sungai Nil ini.
"Mesir dengan peradabannya yang sangat tua, juga dikenal sebagai ummu duniya (ibu dunia)," kata Ahmed Negy, pemandu lokal yang fasih berbahasa Indonesia menjelaskan tentang mesir.
Sembari bus melaju, ia menerangkan bahwa Mesir memiliki jumlah penduduk 114 juta jiwa dengan luas negara 1.002 juta Km dan terdiri dari 26 Provinsi.
"Pagi ini kita ke kota Giza melihat Piramida, satu dari keajaiban dunia," kata Negy.
Selama perjalanan terlihat pemandangan gurun pasir kanan-kiri jalan. Dari kejauhan terlihat megahnya piramida-piramida yang telah berdiri kokoh selama lebih dari 5.000 tahun.
ADVERTISEMENT
Kompleks Giza terdiri dari sembilan piramida: tiga piramida besar untuk para raja, dan enam piramida kecil untuk para permaisuri. Yang paling monumental adalah Piramida Khufu (Cheops), piramida terbesar yang pernah dibangun, mencapai tinggi 146 meter.
Struktur ini dibangun selama 20 tahun dengan menggunakan lebih dari dua juta blok batu, masing-masing berbobot antara 2 hingga 15 ton. Sebanyak 100 ribu orang Mesir terlibat dalam proses pembangunannya.
"Piramida Khufu konstruksinya tidak pakai semen, hanya mengandalkan presisi pemotongan batu. Ini menunjukkan betapa majunya arsitektur Mesir Kuno," ungkapnya.
Para peserta terpukau menyaksikan susunan batu raksasa yang seperti disusun bukan dengan tangan manusia secara manual.
Tak jauh dari situ, rombongan berlanjut menuju Patung Sphynx, patung batu raksasa berwujud tubuh singa dan kepala manusia.
ADVERTISEMENT
"Sphynx ini melambangkan kekuatan dan kebijaksanaan para firaun," lanjut Ahmed. "Sayangnya, hidungnya hancur, kemungkinan karena erosi dan peperangan, wallau a'lam." Tambahnya.
Penulis menyempatkan diri berinteraksi dengan beberapa warga lokal yang menjajakan suvenir di area piramida. Mereka menawarkan miniatur piramida, kalung hieroglif, dan pashmina berwarna cerah. Penulis berusaha bercakap-cakap menggunakan Bahasa Arab sederhana,
"Bikam haza?" (Berapa harga ini?),
yang langsung disambut antusias oleh para pedagang.
Di area sekitar, suasana semakin semarak dengan kehadiran wisatawan asing. Penulis bertemu sekelompok turis dari Cina, India, dan Yunani, lalu berbincang ringan menggunakan Bahasa Inggris campur Arab.
"Where are you from?" tanya salah seorang turis Yunani.
"Indonesia," jawab penulis sambil tersenyum. Percakapan kecil ini menjadi latihan spontan dalam berbahasa asing, sekaligus membangun koneksi di tengah perjalanan budaya.
ADVERTISEMENT
Setelah puas mengagumi keajaiban peradaban Mesir Kuno, perjalanan berlanjut dengan makan siang di sebuah restoran lokal. Energi kembali terisi, rombongan pun bersiap menuju destinasi selanjutnya yang tak kalah menarik: Museum Mumi Mesir—salah satu tempat paling mistis dan historis di Kairo.
Rombongan berfoto sebelum masuk ke Museum Mumi di Mesir. (foto: Abdul Malik Syafi'i)
Sebelum masuk, Ahmed Negy mengingatkan rombongan untuk tidak menggunakan handphone, kamera dan bercakap selama melihat museum mumi.
"Saya tidak bisa menjelaskan di dalam karena tidak boleh bersuara. Silakan baca informasi yang tersedia dalam Bahasa Arab atau Inggris. Di sana ada mumi Ramses II, yang menurut banyak riwayat dipercaya sebagai Firaun yang tenggelam saat mengejar Nabi Musa dan Bani Israil."
Rombongan melangkah masuk, menyusuri tangga menuju ruang bawah tanah museum yang remang dan sunyi. Cahaya redup dan suhu ruangan yang sejuk menjaga keutuhan benda-benda bersejarah di dalamnya. Jalur kunjungan ditandai dengan petunjuk jalan bercahaya samar, memandu setiap langkah dengan hati-hati.
ADVERTISEMENT
Di dalamnya, terdapat 22 mumi yang dipamerkan, terdiri dari 18 raja dan 4 ratu Mesir kuno. Atmosfernya hening dan penuh kekhidmatan. Pandangan peserta langsung tertuju pada mumi Ramses II, tokoh paling menonjol dalam ruang pamer itu. Ia dikenal sebagai salah satu firaun terhebat dan terlama memerintah dalam sejarah Mesir, yakni hampir 66 tahun.
Tubuh mumi Ramses II tampak terawat luar biasa. Rambutnya terlihat mulai memutih, giginya masih tampak jelas, dan tangannya terlipat rapat di dada—seperti sedang menahan sesuatu, mungkin rasa sakit. Yang paling menggugah adalah mata yang tampak terbuka, seolah menyiratkan ketegangan abadi dari perjalanan hidupnya yang dramatis.
Pengalaman menatap langsung sisa jasad penguasa dunia ribuan tahun lalu ini menjadi momen kontemplatif bagi banyak peserta. Sejarah yang selama ini hanya dibaca di buku atau didengar dalam kisah para nabi, kini tampak nyata di depan mata.
ADVERTISEMENT
"Inilah kenapa Egypt dikenal dengan negeri Firaun," jelasnya.
Selesai dari museum, peserta melaksanakan salat di Masjid Imam Hussein, lalu berbelanja di Pasar Khan Khalili, bazar tua yang riuh dengan aroma rempah, kerajinan perak, lampu hias, dan karpet warna-warni. Di pasar ini, seni tawar-menawar menjadi pengalaman tersendiri.
Rombongan melaksanakan Salat Maghrib di Kapal saat melintasi sungai Nil sebelum santap malam. (foto: Abdul Malik Syafi'i)
Hari kedua diakhiri dengan penuh kesan lewat makan malam di atas kapal pesiar di Sungai Nil. Menyusuri sungai yang dahulu menjadi saksi perjalanan Nabi Musa. Para peserta menikmati angin sejuk Kairo diiringi alunan musik khas Timur Tengah.
Hidangan utama berupa olahan daging sapi dan roti khas Mesir menambah kenikmatan suasana malam. Gemerlap lampu kota Kairo memantul di permukaan air, membawa rombongan larut dalam kekaguman akan perjalanan sejarah yang mereka tapaki hari itu. (Part 2/bersambung)
ADVERTISEMENT
Abdul Malik Syafi'i
Peserta KKL/Kandidat Doktor PDIH Unissula Semarang