Pengamat Sebut Operator Penyeberangan Sulit Penuhi Standar Keselamatan

Konten Media Partner
1 November 2022 12:50 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengamat kebijakan publik dan transportasi, Bambang Haryo Soekartono. (ist)
zoom-in-whitePerbesar
Pengamat kebijakan publik dan transportasi, Bambang Haryo Soekartono. (ist)
ADVERTISEMENT
Pengamat kebijakan publik dan transportasi, Bambang Haryo Soekartono, menilai keputusan Menhub nomor KM 184 tahun 2022 tidak sesuai dengan besaran tarif angkutan penyeberangan yang telah dihitung bersama stakeholder perhubungan.
ADVERTISEMENT
Yaitu, Gapasdap, PT ASDP, Jasa Raharja, serta melibatkan perwakilan konsumen YLKI. Di mana, pengaturan kenaikan tarif sendiri sebenarnya tertuang dalam PM 66 tahun 2019 tentang mekanisme dan formulasi tarif angkutan penyeberangan.
Menurutnya, sebagaimana telah dihitung pada tahun 2019, saat itu tarif angkutan penyeberangan lintas antar provinsi tertinggal sebesar 35,4%. Setelah penyesuaian tarif terakhir di tahun 2020, saat itu tarif tertinggal jauh dari break even point.
"Ini mengakibatkan operasional angkutan penyeberangan antar provinsi mengalami kesulitan untuk memenuhi standardisasi keselamatan dan kenyamanan pelayaran," katanya.
Bambang bilang, para operator angkutan penyeberangan yang mengalami kesulitan terpaksa melakukan ajang "tawar menawar" standardisasi keselamatan dengan oknum pemerintah untuk melakukan tidak melaksanakan regulasi keselamatan maupun kenyamanan pelayaran yang sudah di standarisasikan.
ADVERTISEMENT
"Hal ini tentu akan sangat membahayakan keselamatan publik yang menggunakan angkutan penyeberangan," kata Bambang.
Sehingga, kata ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jawa Timur, angkutan penyeberangan bisa dikatakan tidak bisa menjamin keselamatan dan kenyamanan pelayaran. Beberapa perusahaan bahkan ada yang sulit memberikan gaji karyawan secara tepat waktu dan jumlah.
"Maka sumber daya manusia tersebut tentu sangat membahayakan terhadap operasional kapal karena kondisi kesejahteraannya sangat memprihatinkan. Contohnya ada perusahaan penyeberangan besar yang bangkrut dan diakuisisi oleh perusahaan milik negara baru baru ini," tuturnya.
Hal ini lebih diperparah dengan kenaikan BBM subsidi sebesar 32% yang belum direspons oleh pemerintah dengan perubahan tarif yang memadai, sehingga perbedaan menuju break even point menjadi lebih besar, karena realisasi tarif hanya naik sebesar 11% di keputusan menteri nomor KM 184 tahun 2022.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan respons kementerian perhubungan terhadap moda transportasi darat lainnya, dengan menyetujui kenaikan tarif rata-rata berkisar 25 sampai dengan 40% baik logistik maupun penumpang. Bahkan membiarkan mereka untuk menaikkan tarif di atas 50% satu hari setelah kenaikan BBM subsidi.
Alumni teknik perkapalan ITS Surabaya ini menyampaikan, terlihat bahwa Kementerian Perhubungan melakukan diskriminasi terhadap moda transportasi laut angkutan penyeberangan. Kebijakan ini tentu “menyimpang" dari jargon Presiden Jokowi yang sangat memperhatikan bidang maritim.
“Sehingga mereka terpaksa melakukan manipulasi keselamatan dan kenyamanan pelayaran, padahal Menteri Perhubungan seharusnya yang bertanggung jawab terhadap keselamatan pelayaran, sesuai dengan UU nomor 17 tahun 2008 tentang pelayaran," katanya.
Selain itu, Kementerian Perhubungan seharusnya melaksanakan tugas negara untuk melindungi seluruh tumpah darah rakyat Indonesia sesuai dengan UUD 1945 tidak dilakukan, mengingat satu nyawa publik harganya sangat mahal dan tidak terhingga.
ADVERTISEMENT
Bambang menambahkan, bila tarif penyeberangan tidak disesuaikan dengan jumlah besaran yang sudah dihitung Kemenhub dan stakeholder-nya, maka hal ini sama dengan menjerumuskan seluruh rakyat menggunakan angkutan penyeberangan menghadapi risiko keselamatan yang tidak terjamin, dan bisa dikatakan bila keselamatan transportasi angkutan penyeberangan terganggu. (Adv)