Konten Media Partner

Pengusaha Sembako di Prabumulih Mengaku Diperas Oknum Pajak

9 Maret 2024 10:08 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kuasa hukum pengusaha sembako berinisial AS, Ahmad Khalifah Rabbani, menunjukkan surat kuasa dan laporan polisi kliennya. (foto: W Pratama/Urban Id)
zoom-in-whitePerbesar
Kuasa hukum pengusaha sembako berinisial AS, Ahmad Khalifah Rabbani, menunjukkan surat kuasa dan laporan polisi kliennya. (foto: W Pratama/Urban Id)
ADVERTISEMENT
Seorang pengusaha sembako berinisial AS mengaku jadi korban pemerasan oknum pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kota Prabumulih, Sumsel.
ADVERTISEMENT
AS melalui kuasa hukumnya, Ahmad Khalifah Rabbani, mengatakan permasalahan pajak yang dialami kliennya berawal saat kliennya diharuskan membayar Rp 7,1 miliar di tahun 2019-2020 lalu.
"Karena merasa nilai pajak yang ditentukan dirasa terlalu besar maka klien kami mengajukan keringanan di KPP Pratama Prabumulih pada saat itu," katanya, Sabtu, 9 Maret 2024.
Setelah berkonsultasi dengan konsultan pajak, AS lantas berhubungan dengan oknum pajak yang membidangi berinisial B dan R. Pada saat itu, kedua oknum tersebut menjanjikan dapat membantu pengajuan keringanan pajak dari AS.
Hanya saja agar dapat dibantu, AS diminta untuk menyepakati besaran success fee sebesar 2,5 persen dari nilai pajak yang akan dikurangkan kepada 2 oknum tersebut.
"Mereka juga meminta uang muka untuk biaya kepengurusan sebesar Rp 20 juta. Klien kami lantas diberikan flashdisk yang berisi data pajaknya oleh oknum tersebut," katanya.
ADVERTISEMENT
Ahmad Khalifah, menyebut AS yang merasa nilai pajak yang dikenakannya mestinya tidak sebesar itu lalu menyanggupi permintaan kedua oknum pajak tersebut. Akan tetapi sampai ke tahap proses penagihan nilai pajak yang dikenakan tidak dikurangi sama sekali.
Kemudian, masuk di tahap penagihan AS kemudian berkomunikasi dengan oknum pajak yang membidangi berinisial F. Ternyata kliennya juga diajak bernegosiasi dengan modus yang hampir serupa.
Yakni, AS diminta harus membayar uang muka sebesar Rp 20 juta kepada oknum F serta success fee sebesar 10 persen yang belakangan disepakati hanya 1 persen.
"Oknum pajak berinisial F ini menjanjikan kepada klien kami akan memperlama proses penyitaan hingga proses sita kedaluwarsa," katanya.
Akan tetapi, belum masuk waktu penyitaan namun aset milik AS sudah diminta untuk diserahkan. Yakni berupa 2 unit rumah dan 1 BPKB kendaraan. Meski asetnya telah disita, ternyata AS juga diharuskan membayar pajak sekitar Rp 600 juta.
ADVERTISEMENT
Kejadian hampir serupa ternyata juga terjadi di tahun pajak berikutnya. Kali ini AS berhubungan dengan oknum pajak berinisial AR. Di mana, saat itu ia juga diharuskan membayar uang muka Rp 20 juta, dan bila tidak dipenuhi maka besaran pajak yang harus dibayar AS akan sama seperti tahun pajak sebelumnya.
"Jadi kami melihat peristiwa ini merupakan sebuah rangkaian yang memang dilakukan oleh oknum-oknum pajak tersebut. Klien kami diancam akan dikenakan nilai pajak seperti tahun sebelumnya, sehingga terpaksa harus memenuhi permintaan oknum tersebut," katanya.
Atas masalah ini pula, AS melalui tim kuasa hukum sebenarnya telah melaporkan masalah ini secara internal ke DJP Sumsel Babel. Kemudian ke Polres Prabumulih atas tuduhan pelanggaran pasal 374 KUHP dengan nomor laporan Lp-B/171/VIII/2022/RES Prabumulih, Tertanggal 29 Agustus 2022.
ADVERTISEMENT
"Laporan ditujukan untuk oknum pajak F dan yang lainnya. Laporan serupa juga disampaikan ke Kejari Prabumulih. Kami juga memiliki beberapa bukti seperti rekaman video dan suara saat penagihan oleh oknum itu," katanya.
"Dan anehnya, setelah laporan kami diterima di DJP Sumsel Babel maupun Polres Prabumulih, di tahun pajak selanjutnya klien kami hanya dikenakan pajak sekitar Rp 150 juta," sambungnya.
Oleh karena itu, mereka khawatir pola-pola atau motif yang dilakukan para oknum pajak tersebut tidak hanya terjadi pada kliennya. Tapi bisa saja terjadi juga kepada banyak wajib pajak (WP) lain, khususnya di Sumsel.
Hanya saja, Ahmad Khalifah, menambahkan saat mereka berkomunikasi dengan Aparat Penegak Hukum (APH). Banyak yang awalnya menangkap permasalahan ini sebagai bentuk gratifikasi yang dilakukan kliennya. Padahal, ini merupakan rangkaian sebuah motif pemerasan.
ADVERTISEMENT
"Karena pada dasarnya tidak ada keuntungan yang didapatkan klien kami. Semua hanya dijanjikan. Jadi ini seperti sebuah jebakan," katanya.
Atas dasar itu juga, mereka mengajak kepada WP yang memang mengalami permasalahan serupa agar turut bersuara sehingga mendapatkan perhatian dari APH. Sebab, jika praktik seperti ini terus terjadi maka hal ini juga merugikan pemerintah.
"Intinya ada oknum pajak yang membuat jalur pajak di luar prosedur yang seharusnya dilakukan. Kami juga berharap ada langkah konkret dari DJP agar menindak tegas oknum-oknum tersebut," katanya.
Sementara hingga berita ini ditayangkan, Kanwil DJP Sumsel Babel melalui Kabid P2 Humas, Teguh Pribadi Prasetya, belum dapat memberikan konfirmasi terkait pelaporan dugaan pemerasan yang dilakukan oknum pajak tersebut.
ADVERTISEMENT