Konten Media Partner

Puluhan Mahasiswa di Palembang Tertipu Kampus Bodong Tak Berizin

31 Oktober 2019 16:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gedung Perguruaan Tinggi Harapan Palembang di Jalan Suekarno-Hatta. (foto: W Pratama/Urban Id)
zoom-in-whitePerbesar
Gedung Perguruaan Tinggi Harapan Palembang di Jalan Suekarno-Hatta. (foto: W Pratama/Urban Id)
ADVERTISEMENT
Jajaran penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sumatera Selatan menangkap dua petinggi dari Perguruan Tinggi Harapan Palembang, yakni berinisial SS sebagai pembina yayasan, dan MS ketua yayasan.
ADVERTISEMENT
Keduanya terbukti menjalankan usaha tanpa legalitas resmi hingga menyebabkan kerugian terhadap puluhan mahasiswa di Perguruan Tinggi tersebut.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sumsel, Kombes Pol Yustan Alpiani, mengatakan pengungkapan kasus ini berawal dari adanya laporan dari salah satu mahasiswa yang ijazahnya tidak terdaftar di Kementerian Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi.
Menurutnya, berdasarkan hasil penyelidikan diketahui bahwa Perguruan Tinggi Harapan Palembang dibuka sejak tahun 1998 dan habis izin pendirian perguruan tinggi sampai tahun 2000.
Selain itu, dua program studi yang dijalankan di perguruan tinggi itu yakni Akademi Perekam dan Informatika Harapan Palembang dan Akademi Farmasi Harapan Palembang, izinnya juga telah habis pada 2009.
"Meski begitu, perguruan tinggi ini baru berhenti menerima mahasiswa pada tahun 2014. Untuk itu, dua orang yang bertanggung jawab di perguruan tinggi tersebut kita tetapkan sebagai tersangka. Keduanya merupakan pasangan suami istri," katanya, Kamis (31/10).
ADVERTISEMENT
Penyidik Polda Sumsel saat menunjukkan izasah palsu yang diterbitkan Perguruan Tinggi Harapan Palembang. (foto: istimewa)
Yustan bilang, hal itu diperkuat dengan surat pernyataan dari Direktorat Jenderal IPTEK, Dikti, Kemenristekdikti No 3984/C.C5/KL 2017 yang menyatakan, Yayasan Perguruan Tinggi Harapan Palembang tidak memiliki izin pendirian perguruan tinggi maupun izin membuka program studi.
"Akibatnya, setidaknya ada 64 mahasiwa angkatan periode 2014-2017, yang menjadi korban karena ijazah mereka tidak terdaftar di Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi. Kemungkinan jumlah korban lebih banyak lagi," katanya.
Untuk kedua tersangka sendiri akan dijerat dengan Pasal 378 KUHP dan Pasal 71 jucnto Pasal 62 ayat 1 undang-undang 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Pasal 42 ayat 4 UU RI Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
"Sanksi maksimal yang diberikan yakni pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda Rp 1 miliar," katanya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Kepala Bagian Kelembagaan dan Sistem Informasi L2Dikti Wilayah II, Win Honaini, mengatakan dengan tidak adanya izin, perguruan tinggi tersebut resmi ditutup.
Menurutnya, tanpa adanya laporan dari mahasiwa, pihaknya tidak bisa berbuat banyak sebab perguruan tinggi yang berada dalam pengawasan wilayah II mencapai 207 perguruan tinggi.
"Kami harap dengan hukuman ini bisa mengingatkan para perguruan tinggi lainnya untuk segera melakukan pembaharuan izin," katanya. (jrs)