Konten Media Partner

RPPEG Fokus Pemulihan Ekosistem Gambut di Sumsel

17 Oktober 2024 14:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi lahan gambut. (foto: W Pratama/Urban Id)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi lahan gambut. (foto: W Pratama/Urban Id)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Lahan gambut di Sumsel kini menyusut sekitar 1,2 juta-1, 4 juta hektare. Sebelumnya Sumsel merupakan wilayah yang memiliki lahan gambut terbesar di Indonesia pada 2017 hal ini berdasarkan SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan 130/2017 seluas 2,09 juta hektare. Sekretaris Daerah (Sekda) Sumsel, Edward Candra menyebutkan dengan adanya penyusutan lahan gambut, perlu adanya perlindungan ekosistem gambut harus dilakukan mengingat perannya sangat penting bagi lingkungan dalam menjaga perubahan iklim. "Untuk melindungi ekosistem gambut maka dibutuhkan penataan melalui dokumen rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem ekosistem gambut (RPPEG), " kata dia, Rabu 17 Oktober 2024. Edward menuturkan penyusunan dokumen RPPEG 2024-2053 telah rampung dan dapat menjadi acuan dalam pengelolaan, pemanfaatan, pengelolaan dan perlindungan gambut di Sumsel. "Dari data RPPEG, hingga 2022 kerusakan ekosistem gambut di Sumsel seluas 390.247 hektare. Rinciannya rusak sangat berat seluas 46.381 hektare (2,2 persen) dan rusak berat 343.866 hektare (16,43 persen). Sementara berdasarkan peta kerusakan ekosistem gambut skala 1:250.000 rusak ringan 58,7 persen, rusak sedang 35,9%. Kemudian teridentifikasi sekitar 46.381,5 hektare (2,6 persen) memilkki status rusak sangat berat dan 34.386,5 hektare (1,9 persen) rusak berat. Dirinya mengaku gambut yang rusak sangat berat terjadi pada daerah lahan terbuka bekas terbakar dan memiliki kanal. Paling banyak kerusakan lahan terbakar terjadi pada 2015 dan 2019 lalu di wilayah Banyuasin dan Ogan Komering Ilir (OKI). Faktor pemicu lain karena aktivitas manusia seperti pembukaan lahan untuk pertanian, peternakan dan lainnya. "RPPEG Sumsel berfokus untuk menangani 5 isu strategis utama, yaitu Karhutla, perubahan penggunaan lahan, kelestarian keanekaragaman hayati, kemiskinan di desa gambut serta infrastruktur dan konektivitas," ungkapnya. Sementara Koordinator ICRAF Sumsel David Susanto mengatakan pihaknya telah melakukan riset dan aksi Peat-Impacts-Land4Lives untuk mendukung penyusunan RPPEG di Sumsel dari 2021. Peat-Impacts didukung The German Federal Environment Ministry-The International Climate Initiative (IBMU-IKI) yang berlokasi di Sumsel dan Kalbar. Dan Land4Lives dari pemerintah Kanada yang dilaksanakan ICRAF Indonesia di Sumsel, Sulsel dan NTT. “Komitmen ini perlu ditindaklanjuti dengan kolaborasi multipihak dan multilevel untuk memastikan pelaksanaan yang efektif, guna mencapai tujuan perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut," ujar David. Deputi Bidang Konstruksi Operasi dan Pemeliharaan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove Tris Raditian mengatakan, RPPEG merupakan bagian pelestarian ekosistem gambut. Perlu dilakukan upaya sistematis terpadu baik dalam perencanaan pemanfaatan pengelolaan dan penegakan hukum. "Ekosistem gambut ini bisa menyimpan kadar air 9-11 kali dari bobotnya. Jadi menyimpan karbon yang luar biasa dan apabila gambut ini terbakar saat kemarau, maka dia bisa mengeluarkan emisi yang luar biasa juga. Hal ini juga yang perlu dijaga untuk perlambatan pemanasan global,” kata dia.
ADVERTISEMENT