Sidang Akuisisi PT SBS, Saksi Ahli: Masalah Korporasi Subjek Hukum Perdata

Konten Media Partner
9 Maret 2024 17:43 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Para saksi ahli saat memberikan keterangan di sidang akuisisi PT SBS. (ist)
zoom-in-whitePerbesar
Para saksi ahli saat memberikan keterangan di sidang akuisisi PT SBS. (ist)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pengadilan Negeri Palembang Kelas 1A Khusus kembali menggelar sidang lanjutan kasus dugaan korupsi akuisisi saham kontraktor tambang batu bara PT SBS oleh anak usaha PTBA, yakni PT Bukit Multi Investama (BMI).
ADVERTISEMENT
Dalam persidangan yang yang berlangsung Jumat, 8 Maret 2024 itu, ada 3 saksi ahli yang dihadirkan penasihat hukum dari terdakwa, R Tjahyono Imawan. Kemudian, agenda selanjutnya mendengarkan keterangan para terdakwa sebagai saksi.
3 saksi ahli yang dihadirkan, yaitu; ahli akuntansi mantan BPKP, Irmansyah, Ak., MAcc., CA, CPA, CGAA. Lalu, Prof. Dr. H. Djumardin, S.H. M.Hum., ahli perdata kontrak bisnis, dan Prof. Dr. Abdul Halim Barkatullah, S.H., M.Hum., ahli korporasi.
Dalam kesaksiannya, Irmansyah memaparkan tentang tata cara penghitungan kerugian negara dengan menggunakan 2 standar perhitungan keuangan negara. Yaitu Standar Penghitungan Kerugian Negara (SPKN) dan Standar Jasa Investigasi (SJI).
Menurutnya, yang berwenang untuk men-declare kerugian keuangan negara adalah BPK, dan tidak bisa di-declare oleh akuntan publik.
ADVERTISEMENT
Irmansyah juga menjawab pertanyaan JPU mengenai jumlah yang diperkaya lebih besar dari kerugian negara.
"Belum pernah ada orang yang diperkaya melebih dari kerugian (yang dituduhkan jaksa)," katanya.
Lalu, Prof Halim dalam kesaksiannya membahas keterkaitan akuisisi dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas, pada pasal 3 menerangkan mengenai tanggung jawab pemegang saham. Di mana pemegang saham tidak dapat dipertanggung jawabkan secara pribadi (seperate legal entity).
"Jika ada pelanggaran-pelanggaran pada badan perseroan harus diselesaikan sesuai pasal 138 UUPT melalui delik aduan, dan tidak bisa disapu rata dengan UU Tipikor," jelasnya.
Saksi ahli selanjutnya, Prof Djumardin menerangkan bahwa akuisisi, yang merupakan jual beli saham, adalah aktivitas kontraktual yang tidak dapat dijerat dengan pasal korupsi. Sebab, UU Tipikor hanya untuk UU yang secara eksplisit mengatur tentang Tipikor, sebagaimana pasal 14 UU Tipikor berbunyi:
ADVERTISEMENT
"Setiap orang yang melanggar ketentuan undang-undang yang secara tegas menyatakan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang tersebut sebagai tindak pidana korupsi berlaku ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini,” jelasnya.
Kemudian, sidang dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan para terdakwa sebagai saksi. Agenda sidang menjadi ajang klarifikasi bagi para terdakwa, yang hadir sebagai saksi, terkait proses akuisisi PT SBS.
Mereka menegaskan bahwa proses akuisisi telah dilaksanakan sesuai dengan prinsip Good Corporate Governance (GCG) dan sesuai dengan UU Perseroan Terbatas, para terdakwa juga menyatakan keheranan atas tuduhan tindak pidana korupsi yang dialamatkan kepada mereka.
Seperti yang diutarakan eks Dirut PTBA, Milawarma, menurutnya JPU tidak memahami perbedaan substansial antara proses akuisisi dengan pengadaan barang dan jasa.
ADVERTISEMENT
Ia juga membeberkan situasi pada saat akuisisi, yang mana pada saat itu PTBA dalam kondisi yang genting karena harga batu bara terus merosot. Sehingga dibutuhkan kontraktor sendiri yang bisa menekan harga produksi.
"Di mana akuisisi PT SBS merupakan penyelamat PTBA. Pak Tjahyono (pemilik lama PT SBS) itu malaikat penolong yang menyelamatkan PTBA, dengan ikhlas dia melepas sahamnya di SBS kepada BMI," katanya.
Kemudian terdakwa Syaiful Islam, menanggapi pertanyaan majelis hakim mengenai kerugian negara.
"Kalau saja saat itu penyidik mendengarkan saran BPKP untuk memanggil ahli akuisisi sebelum menaikkan kasus ini, dan bukan menunjuk akuntan 'abal-abal' untuk menyatakan kerugian negara, mungkin nasib kami tidak seperti ini (menjadi terdakwa) sekarang," katanya.
Begitu pula yang disampaikan Tjahyono Imawan. Ia turut mengutarakan kebingungan kenapa dijadikan tersangka hingga menjadi terdakwa.
ADVERTISEMENT
"Saya bukan komisaris, bukan direktur SBS juga," katanya.
Penasihat hukum Tjahyono Imawan, yakni Ainuddin, mengatakan kesaksian para ahli ini membuka wawasan baru dan memperkuat argumentasi bahwa apa yang terjadi dalam kasus PTBA lebih merupakan masalah korporasi yang seharusnya diselesaikan melalui jalur hukum perdata.
"Masyarakat dan pengamat hukum menantikan kelanjutan dari persidangan ini, yang diperkirakan akan membawa dampak signifikan terhadap pemahaman hukum korupsi dan tata kelola perusahaan di Indonesia," katanya.
Menurutnya, para saksi ahli sudah menjelaskan secara terang posisi kliennya yang seharusnya dari awal tidak dapat dijadikan tersangka, karena ini adalah subjek hukum perdata dan bahkan dalam Perseroan sudah diatur penyelesaiannya pada UUPT.
“Jika jaksa menetapkan tersangka hanya dengan ahli yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kredibilitas dan keilmuannya kan jadinya seperti ini. Saham BUMN jadi anjlok dan negara yang dirugikan. Sekarang kalau sudah anjlok begini siapa yang mau tanggung jawab?," katanya.
ADVERTISEMENT
"Sementara SBS yang mereka permasalahkan sendiri saat ini untung besar dan juga bermanfaat sebagai kontraktor untuk BUMN lainnya di bidang pertambangan," lanjutnya.
Adapun kasus dugaan korupsi ini menjerat 5 terdakwa, yakni Direktur Utama PTBA periode 2011-2016 Milawarma, mantan Direktur Pengembangan Usaha PTBA, Anung Dri Prasetya, Ketua Tim Akuisisi Penambangan PTBA, Syaiful Islam.
Selanjutnya, Analis Bisnis Madya PTBA periode 2012-2016 yang merupakan Wakil Ketua Tim Akuisisi Jasa Pertambangan, Nurtimah Tobing, dan pemilik lama PT SBS Tjahyono Imawan.
Akuisisi saham tersebut diduga merugikan negara (BUMN) sebesar Rp162 miliar dalam. Persidangan selanjutnya dijadwalkan pada 15 Maret 2024 dengan agenda tuntutan dari JPU.