Konten Media Partner

Tekan Emisi Gas Rumah Kaca, Indonesia Garap Proyek Peat-IMPACTS

13 November 2024 21:18 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dialog Peningkatan pengelolaan lahan gambut dan kapasitas pemangku kepentingan di Indonesia melalui Peat-IMPACTS, Foto : Dok ICRAF
zoom-in-whitePerbesar
Dialog Peningkatan pengelolaan lahan gambut dan kapasitas pemangku kepentingan di Indonesia melalui Peat-IMPACTS, Foto : Dok ICRAF
ADVERTISEMENT
Pengelolaan lahan gambut di Indonesia terus diperkuat untuk mencapai penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 29 persen di 2030 mendatang. Penurunan GRK sesuai komitmen dalam Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC).
ADVERTISEMENT
Penurunan GRK juga dilakukan melalui langkah konkret dengan mengurangi deforestasi, dan pencegahan kebakaran, dan memperkuat tata kelola lahan gambut.
Menurut Kepala Balai Pengujian Standar Instrumen Tanah dan Pupuk, Ladiyani Retno Widowati, saat ini tantangan utama dalam pengelolaan lahan gambut yakni aktivitas drainase yang menyebabkan lahan mengering, menimbulkan penurunan permukaan tanah, serta meningkatkan emisi GRK.
"Dampak dari praktik drainase ini adalah penurunan lahan atau subsidence dan peningkatan emisi GRK," ujarnya, Rabu 11 November 2024.
Ladiyani menyebutkan untuk mewujudkan pengelolaan lahan gambut yang berkelanjutan, saat ini pemerintah tengah menjalin kerja sama dengan Kementerian Pertanian, International Centre for Research in Agroforestry (ICRAF), dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam proyek 'Improving the Management of Peatlands and the Capacities of Stakeholders in Indonesia' atau Peat-IMPACTS.
ADVERTISEMENT
"Proyek ini, yang telah berlangsung sejak 2020, diterapkan di Sumatera Selatan dan Kalimantan Barat, dengan tujuan mendukung target penurunan emisi GRK melalui praktik pengelolaan lanskap gambut dan peningkatan kapasitas petani lokal, " kata dia.
Sekretaris Badan Standardisasi Instrumen Pertanian, Haris Syahbuddin, menjelaskan jika praktik Peat-IMPACTS dapat diterapkan di seluruh wilayah Indonesia, dampaknya akan positif tidak hanya untuk negara ini, tetapi juga bagi upaya mitigasi perubahan iklim di tingkat global.
"Dengan luas Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) mencapai 24 juta hektar, ekosistem gambut Indonesia berperan penting dalam menjaga keseimbangan iklim global melalui penyimpanan karbon dan pengaturan hidrologi, " kata dia.
Direktur ICRAF Program Indonesia, Andree Ekadinata, mengungkapkan bahwa Peat-IMPACTS bertujuan memperkuat kapasitas pemangku kepentingan dan mendorong pengelolaan lahan gambut secara adaptif dan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
“Keterlibatan pemerintah daerah dan masyarakat lokal menjadi kunci kesuksesan proyek ini,” ujar Andree.
Principal Investigator Peat-IMPACTS, Sonya Dewi, menuturkan pihaknya juga telah memperkenalkan berbagai pendekatan dan alat bantu untuk mendukung tata kelola gambut yang berkelanjutan.
"Ini termasuk pelatihan teknis bagi pemerintah dalam pembuatan kebijakan, pendidikan praktik pertanian ramah lingkungan bagi masyarakat, dan integrasi konservasi gambut ke dalam model bisnis sektor swasta, " kata dia.
Peat-IMPACTS juga mencakup pengenalan materi lokal tentang gambut di tingkat Sekolah Dasar dan Menengah, guna menanamkan kesadaran lingkungan sejak dini. Selain itu, dibentuklah platform WikiGambut, yang berisi informasi komprehensif tentang ekosistem gambut dan praktik-praktik berkelanjutan untuk mendukung konservasi lahan gambut di Indonesia.
"Langkah-langkah ini menunjukkan komitmen Indonesia dalam menjaga kelestarian ekosistem gambut, yang diharapkan dapat mendukung target penurunan emisi nasional sekaligus berkontribusi terhadap penanganan perubahan iklim global, " kata dia.
ADVERTISEMENT