Tantangan Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar

Syabar Suwardiman
Kepala Sekolah SMP IT Bina Bangsa Sejahtera Kota Bogor - Sekretaris Badan Musyawarah Perguruan Swasta Kota Bogor
Konten dari Pengguna
2 Oktober 2022 13:04 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syabar Suwardiman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kegiatan belajar mengajar di sekolah. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kegiatan belajar mengajar di sekolah. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Ketika menguraikan kesulitan implementasi Kurikulum Merdeka Belajar, penulis akan menyampaikan beberapa kasus viral yang terjadi di Indonesia. Kasus-kasus ini mencerminkan outcome dari sistem pendidikan di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kasus pertama, seorang Paspampres yang dibentak-bentak polisi, saat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Ketika itu ada salah satu bentakan dari anggota polisi Resmob Jakarta Barat, “Kalau kamu Paspampres memang kenapa?”
Kasus kedua, ketika anggota Paspampres melakukan pemukulan terhadap seorang sopir truk di Solo. Kasus ini kemudian viral, ketika Wali Kota Solo Gibran menarik dengan paksa masker yang digunakan anggota Paspampres saat meminta maaf atas perilakunya melakukan pemukulan terhadap sopir truk yang merupakan warga Solo.
Kasus ketiga masih sangat hangat ketika seorang aparat menodongkan pistolnya di Jalan Tol Jagorawi karena tidak diberi ruang untuk menyalip kendaraan di depannya. Aparat itu ternyata bertugas di Kemenhan RI.
Kasus yang paling banyak menyita perhatian tentunya adalah, kasus Duren Tiga. Kasus yang melibatkan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo dan menewaskan Brigadir Polisi Joshua. Banyak polisi yang akhirnya terseret kasus ini karena mengikuti skenario kebohongan yang coba dibangun Ferdy Sambo. Institusi Polri tercoreng, citra baik Polri yang sedang dibangun Kapolri menjadi luluh lantak. Apalagi kemudian disusul kasus polisi tembak polisi di Lampung, yang juga menewaskan seorang polisi.
ADVERTISEMENT
Kasus itu viral karena melibatkan aparat negara, padahal banyak kasus yag juga melibatkan masyarakat sipil. Kasus yang paling sering viral adalah pemakaian strobo oleh pengendara sipil, nomor plat palsu seri RF yang dikhususkan untuk para pejabat pemerintah.
Kasus terbunuhnya santri oleh seniornya di sebuah pesantren terkenal adalah salah satu kasus yang juga menyita perhatian. Viral setelah Ibu kandung korban mengadukan kejadian tersebut pada pengacara Hotman Paris.
Dalam kajian ilmu sosial fenomena ini terjadi karena dalam berbagai tingkatan, masyarakat sebenarnya ingin menjadi raja/penguasa. Sopir bus dengan mobilnya yang besar sering ugal-ugalan, sebagai bentuk ekspresi raja di jalanan. Para pengendara motor gede juga demikian, ada rasa bangga ketika kendaraan-kendaraan kecil meminggirkan kendaraannya. Dalam tingkatan terkecil, suami menjadi raja dan kemudian suami seolah berhak melakukan KDRT terhadap anggota keluarga lain.
ADVERTISEMENT

Output Pendidikan dengan Kasus-kasus Sosial di Indonesia

Hubungan kasus-kasus sosial jangan-jangan merupakan output dari sistem pendidikan di negara kita. Perlu adanya perubahan sistem pendidikan di negara kita, khususnya perubahan pola pikir para guru. Terkait dengan kesulitan menerapkan pendekatan diferensiasi belajar siswa dalam kurikulum merdeka belajar. Seorang guru harus memiliki kemampuan untuk terus belajar memahami perbedaan para siswa. Selama ini pendekatan yang dilakukan hampir seragam. Memandang kecerdasan siswa secara seragam. Sehingga ditetapkan batas capaian yang harus dipenuhi siswa.
Dalam menegakkan kedisiplinan pun seragam. Semua pelanggaran dihukum dengan cara yang sama. Contoh ketika siswa terlambat, hukumannya sama, misal lari keliling lapangan basket atau bola. Artinya memandang masalah siswa juga secara seragam. Padahal penyebab keterlambatan itu beragam. Ada yang membantu ibunya dulu menyiapkan jualan, ada yang harus mengantarkan adiknya ke sekolah lain, ada yang harus merawat dulu ibunya yang sakit. Alasan macet adalah alasan yang basi.
ADVERTISEMENT
Terkait dengan kurikulum merdeka belajar, pendekatan standar dan atau penegakkan disiplin dengan pendekatan hukuman yang sama inilah yang disebut dengan pendekatan disiplin negatif. Pendekatan ini banyak penganutnya di kalangan pendidik. Pokoknya siswa nurut di depan guru. Ini tentunya bukan wujud yang diinginkan, jauh dari pendidikan karakter. Karakter yang diharapkan adalah kesadaran diri sendiri untuk menjadi manusia yang sadar dengan aturan.
Kaus-kasus yang telah diuraikan sebelumnya adalah contoh dari pendekatan disiplin negatif, pendekatan yang mengedepankan kekuasaan. Dalam kehidupan di luar sekolah, masyarakat pun patuh ketika ada petugas di lapangan, bukan berbasis pada kesadaran. Kesadaran bahwa apa yang kita lakukan harus memperhitungan keberadaan orang lain, ada petugas ataupun tidak ada petugas.
Inilah harapan atau keluaran dari pendekatan diferensiasi dalam pembelajaran dalam kurikulum merdeka belajar. Kesadaran dari peserta didik untuk menjalani kepatuhan berbasis kesadaran diri. Pendekatan diferensiasi akan muncul ketika semua pemangku kepentingan dalam pendidikan saling menghargai satu sama lain. Terutama guru pada muridnya, ini butuh proses yang panjang, perubahan pola pikir guru, karena selama ini guru menempatkan diri selalu benar. Inilah bagian tersulit, yaitu mengubah pola pikir guru.
ADVERTISEMENT

Faktor-faktor Lainnya yang Berpengaruh pada Implementasi Kurikulum Merdeka

Pertama, kesulitan dari sisi praktisnya adalah setiap pergantian kurikulum dipastikan dijalankan berdampingan dengan kurikulum sebelumnya. Contoh: saat mengimplementasikan kurikulum merdeka juga harus tetap menjalankan kurikulum K-13. Ini seperti menjalankan dua rumah tangga, bagi guru yang kebetulan mengajar di kelas rangkap dengan dua kurikulum berbeda. Dua-duanya harus dijalankan dengan baik. Padahal kalau ingin berhasil melakukan perubahan kita harus fokus pada implementasi kurikulum merdeka belajar.
Kedua, masyarakat Indonesia ini sangat kompleks, baik secara horizontal maupun vertikal. Secara horizontal keragaman budaya Indonesia sangat banyak. Dalam kenyataannya masih banyak akar budaya patriarki, yaitu budaya laki-laki sebagai pemegang kekuasaan. Ini juga tantangan tersendiri dalam pendidikan berbasis diferensiasi. Sementara secara vertikal, jurang perbedaan antara kaya dan miskin sangat terbuka lebar. Dalam pendekatan pendidikan berbasis diferensiasi faktor ekonomi ternyata berpengaruh besar. Dalam kunjungan penulis ke sebuah sekolah di Jakarta yang telah menerapkan pendekatan diferensiasi ini, dengan sumbangan penyelenggaraan pendidikan jutaan, tingkat partisipasi orang tua mencapai 99,9%, ternyata berbanding jauh dengan sekolah di pinggiran kota atau perdesaan. Orang tua masih berkutat dengan pemenuhan dasar, yaitu keperluan untuk makan anggota keluarganya.
ADVERTISEMENT
Ketiga, antara harapan dengan kenyataan terjadi ketimpangan yang sangat dalam. Antara Das Sollen dengan Das Sein terlalu timpang. Contoh yang diajarkan di sekolah dengan yang ada di tengah-tengah masyarakat sangat jauh, seperti bumi dan langit. Menegakkan kedisiplinan berbasis kesadaran (bagian dari pendekatan diferensiasi) seperti menegakkan benang basah, sangat sulit. Di tengah bobroknya penegakkan hukum, ketidakadilan yang dipertontonkan, sekolah seolah berjuang sendirian memberikan pendidikan yang ideal bagi para siswanya. Revolusi mental yang dicanangkan Presiden Jokowi di awal masa kekuasaan, memberikan rasa optimis. Ini upaya untuk mendekatkan antara keinginan dengan kenyataan supaya tidak terlalu timpang. Namun sepertinya tambah menjauh, bahkan akhirnya dunia pendidikan pun tercoreng dengan kasus suap jalur mandiri yang dilakukan Rektor Unila beserta stafnya.
ADVERTISEMENT
Itulah menurut penulis substansi tantangan dalam menerapkan kurikulum baru, Kurikulum Merdeka Belajar. Sehebat apa pun rancangan kurikulum, ketika jauh dengan kenyataan masyarakatnya, maka kurikulum itu sebatas angan utopia saja. Namun sebagai bagian dari aktivis pendidikan, harapan optimis tentulah harus dikedepankan, bagaimanapun Kurikulum Merdeka Belajar disiapkan karena kita sudah menjadi masyarakat dunia yang terhubung satu dengan lainnya.
Semoga dengan upaya dan usaha dari Kemendikbud dan pemerintah di berbagai tingkatan berbagai tantangan tadi dapat dicarikan solusinya dan harapan Indonesia Emas dapat diwujudkan.