Konten dari Pengguna

Efektivitas Biaya Program Penanaman Satu Miliar Pohon

Andieni Putry
Halo, perkenalkan nama saya andieni putry, saat ini saya aktif sebagai mahasiswa Universitas islam negri (UIN) syarif hidayatullah jakarta program studi manajemen
3 Juli 2024 10:14 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Andieni Putry tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber: Canva, foto: Andieni Putry
zoom-in-whitePerbesar
sumber: Canva, foto: Andieni Putry
ADVERTISEMENT
Program ambisius penanaman satu miliar pohon di Papua telah menjadi sorotan dalam upaya pelestarian lingkungan dan mitigasi perubahan iklim. Inisiatif berskala besar ini, yang dicanangkan pemerintah bersama berbagai pemangku kepentingan, bertujuan untuk merestorasi kawasan hutan yang terdegradasi, meningkatkan tutupan hijau, serta menyerap karbon dioksida dari atmosfer. Namun, di balik tujuan mulia tersebut, muncul pertanyaan krusial mengenai efektivitas biaya dari program ini.
ADVERTISEMENT
Analisis mendalam terhadap aspek finansial program ini mengungkapkan kompleksitas yang luar biasa. Dr. Rina Wijaya, pakar ekonomi lingkungan dari Universitas Papua, menjelaskan, "Kita perlu mempertimbangkan tidak hanya biaya langsung penanaman, tetapi juga biaya tidak langsung seperti pemeliharaan jangka panjang, monitoring, dan potensi dampak sosial-ekonomi terhadap masyarakat lokal."
Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, alokasi anggaran untuk program ini mencapai Rp5 triliun untuk periode lima tahun. Jumlah ini mencakup biaya pengadaan bibit, persiapan lahan, penanaman, serta pemeliharaan awal. Namun, menurut Dr. Wijaya, angka ini baru mewakili sekitar 60% dari total biaya yang diperlukan untuk menjamin keberhasilan program.
"Kita harus memperhitungkan biaya pemeliharaan jangka panjang, yang bisa mencapai 40% dari total biaya program," tambah Dr. Wijaya. Hal ini mencakup kegiatan seperti penyulaman (penggantian pohon yang mati), pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, serta perlindungan dari kebakaran hutan.
ADVERTISEMENT
Aspek lain yang perlu dipertimbangkan adalah efisiensi penanaman. Dr. Budi Prasetyo, ahli silvikultur dari Institut Pertanian Bogor, menekankan pentingnya pemilihan spesies yang tepat. "Tidak semua pohon cocok untuk semua lokasi. Kita perlu memastikan bahwa spesies yang ditanam sesuai dengan kondisi ekologis setempat untuk memaksimalkan tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan," ujarnya.
Data dari uji coba penanaman menunjukkan variasi tingkat keberhasilan yang signifikan. Di beberapa lokasi, tingkat kelangsungan hidup pohon mencapai 80%, sementara di lokasi lain hanya 40%. Variasi ini memiliki implikasi langsung terhadap efektivitas biaya program.
Untuk mengatasi tantangan ini, tim peneliti dari Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Papua telah mengembangkan peta kesesuaian lahan yang detail. "Peta ini membantu kita mengoptimalkan pemilihan spesies dan lokasi penanaman, sehingga meningkatkan efisiensi biaya," jelas Dr. Maya Sari, kepala tim peneliti.
ADVERTISEMENT
Inovasi teknologi juga berperan penting dalam meningkatkan efektivitas biaya. Penggunaan drone untuk pemetaan dan monitoring, serta aplikasi berbasis blockchain untuk melacak progress penanaman, telah terbukti mengurangi biaya operasional sebesar 15%. "Teknologi memungkinkan kita untuk melakukan pengawasan lebih efisien dan akurat," ujar Ir. Hendro Purnomo, konsultan teknologi kehutanan.
Namun, di balik aspek teknis dan finansial, faktor sosial-ekonomi juga memainkan peran krusial dalam menentukan efektivitas biaya program. Dr. Amelia Simanjuntak, antropolog dari Universitas Cenderawasih, menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat lokal. "Program ini harus memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar hutan. Jika tidak, kita berisiko menghadapi resistensi yang bisa meningkatkan biaya sosial dan keamanan," jelasnya.
Untuk mengatasi hal ini, program telah mengintegrasikan skema pemberdayaan masyarakat. Sebanyak 30% dari total anggaran dialokasikan untuk program agroforestri dan ekowisata yang melibatkan masyarakat lokal. "Ini bukan hanya tentang menanam pohon, tetapi juga tentang menanam harapan dan peluang ekonomi bagi masyarakat," tambah Dr. Simanjuntak.
ADVERTISEMENT
Dari perspektif makroekonomi, program ini juga memiliki potensi untuk menghasilkan pendapatan jangka panjang melalui skema perdagangan karbon. Prof. Gunawan Wibisono, ekonom dari Universitas Indonesia, menghitung bahwa potensi pendapatan dari kredit karbon bisa mencapai Rp2 triliun per tahun setelah program berjalan penuh. "Ini bisa menjadi sumber pendanaan berkelanjutan untuk pemeliharaan hutan di masa depan," jelasnya.
Namun, Prof. Wibisono juga memperingatkan tentang volatilitas pasar karbon global. "Kita perlu memiliki strategi diversifikasi pendapatan untuk mengurangi risiko ketergantungan pada satu sumber," tambahnya.
Evaluasi menyeluruh terhadap efektivitas biaya program ini juga harus mempertimbangkan manfaat tidak langsung yang sulit dikuantifikasi. Dr. Lestari Rahayu, ekolog dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), menekankan nilai ekosistem yang dipulihkan. "Peningkatan keanekaragaman hayati, perlindungan daerah aliran sungai, dan stabilisasi iklim mikro adalah manfaat jangka panjang yang nilai ekonominya jauh melebihi biaya program," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Meskipun demikian, tantangan dalam pengukuran dan monetisasi manfaat-manfaat ini tetap menjadi hambatan dalam analisis efektivitas biaya yang komprehensif.
Menghadapi kompleksitas ini, pemerintah telah membentuk tim evaluasi independen yang dipimpin oleh Prof. Dr. Irawan Sutanto, pakar kebijakan publik. "Kami sedang mengembangkan kerangka evaluasi multi-dimensi yang mempertimbangkan aspek finansial, ekologis, dan sosial-ekonomi," jelasnya. Tim ini akan melakukan evaluasi tahunan dan memberikan rekomendasi untuk penyesuaian program.
Kesimpulannya, efektivitas biaya Program Penanaman Satu Miliar Pohon di Papua merupakan persoalan multifaset yang memerlukan pendekatan holistik. Meskipun tantangan finansial dan teknis masih ada, potensi manfaat jangka panjang dari program ini, baik dari segi ekologi maupun sosial-ekonomi, memberikan dasar yang kuat untuk melanjutkan inisiatif ini dengan penyempurnaan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana dirangkum oleh Dr. Wijaya, "Program ini bukan sekadar investasi dalam pohon, tetapi investasi dalam masa depan Papua dan planet kita. Efektivitas biayanya harus diukur tidak hanya dalam rupiah, tetapi juga dalam udara yang lebih bersih, ekosistem yang lebih sehat, dan masyarakat yang lebih sejahtera."
Dengan pendekatan yang tepat, inovasi berkelanjutan, dan kolaborasi yang erat antar pemangku kepentingan, Program Penanaman Satu Miliar Pohon di Papua berpotensi menjadi model global untuk restorasi ekosistem yang efektif dan efisien.