Permulaan di Awal Tahun dengan Perkuat Strategi Operasi Moneter

Juky Mariska
Juky Mariska bergabung dengan OCBC NISP sejak tahun 2014 dan kini menjabat sebagai EVP, Wealth Management Head. Juky Mariska memulai karir di dunia perbankan sejak tahun 2002. Ia memiliki gelar MBA of Finance dari University of San Franciso.
Konten dari Pengguna
21 Maret 2024 13:50 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Juky Mariska tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi ekonomi hijau. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ekonomi hijau. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Performa pasar saham global pada bulan Februari mengalami penguatan signifikan. Indeks Dow Jones, S&P 500, dan Nasdaq masing-masing menguat +5.2%, +5.1%, dan +6.1%. Musim laporan keuangan korporasi untuk periode kuartal empat 2023 menunjukan mayoritas perusahaan berkinerja positif.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data Factset pada akhir bulan Februari, lebih dari 90% perusahaan yang sudah melaporkan kinerjanya, 73% mencatatkan hasil yang lebih baik dari perkiraan. Laporan keuangan NVIDIA menjadi sentimen utama yang diantisipasi investor, sebagai “market leader” produsen chip untuk teknologi kecerdasan buatan (AI).
Nvidia melaporkan kenaikan laba tahun 2023 sebesar 126%, atau US$60.9 miliyar, seiring tingginya permintaan chip AI. Dengan demikian sektor semi konduktor menjadi salah satu penopang kenaikan indeks S&P 500 sepanjang bulan Februari.
Namun demikian, berbeda halnya dengan pasar obligasi, dimana imbal hasil obligasi Pemerintah AS US Treasury 10 tahun mengalami kenaikan dari 3.91% ke 4.25% sepanjang bulan Februari, mengindikasikan terjadi penurunan harga obligasi secara signifikan. Nada hawkish dari beberapa pejabat Fed, terkait pandangan akan arah kebijakan suku bunga ke depan, membebani kinerja pasar obligasi, seiring laporan angka inflasi bulan Januari yang dirilis lebih tinggi dari konsensus pasar.
ADVERTISEMENT
Efek positif pada pasar ekuitas AS juga menyebar ke zona Eropa, dimana mayoritas indeks saham Eropa mengalami penguatan. Indeks Eurostoxx 600 menguat 1.84% sepanjang bulan Februari, dan melampaui rekor tertinggi baru. Sentimen positif dari sektor teknologi ikut menopang penguatan pasar saham Eropa.
Selain itu, optimisme pelaku pasar sedikit membaik seiring laporan pertumbuhan sektor manufaktur yang lebih tinggi dari ekspektasi di 48.9, meningkatkan narasi akan perlambatan yang terjadi di Zona Eropa sudah mendekati puncaknya.
Beralih ke kawasan Asia, mayoritas pergerakan saham menguat, terlihat dari kinerja MSCI Asia Pacific ex-Japan +4.33% sepanjang bulan Februari. Penguatan pasar global berpengaruh positif pada bursa Asia, seiring peningkatan saham-saham teknologi. Beberapa stimulus ekonomi yang dikeluarkan pemerintah China untuk mendorong pertumbuhan, turut memberikan sentimen positif investor.
ADVERTISEMENT
Bank sentral China (PBoC) telah memangkas suku bunga dasar kredit tenor 5 tahun, serta memperketat aturan “short selling” saham untuk menjaga stabilitas pasar modal. Sementara perekonomian Jepang dilaporkan masuk ke jurang resesi, namun tidak memadamkan kinerja pasar saham. Pelemahan mata uang JPY sepanjang Februari menjadi penopang penguatan saham.
Dari domestik, Bank Indonesia sesuai dengan ekspektasi kembali mempertahankan tingkat suku bunga acuan di level 6.00%, keputusan tersebut konsisten dengan upaya BI dalam menjaga tingkat inflasi tetap rendah dan terkendali dalam kisaran 2.5 ±1%.
Kondisi fundamental ekonomi RI juga terlihat solid, tercermin dari angka surplus neraca perdagangan sebesar USD 2.01 miliyar, sementara cadangan devisa bertahan di level USD 145 miliyar, setara dengan pembiayaan impor dan pembayaran utang selama enam bulan, jauh di atas standar kecukupan internasional sebesar 3 bulan.
ADVERTISEMENT
Begitu pula dengan tingkat keyakinan konsumen, dilaporkan sebesar 125.0, meningkat dari bulan sebelumnya di 123.8. Sementara pertumbuhan sektor manufaktur bertahan di level ekspansi 52.9.
Sejumlah lembaga keuangan multinasional memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini berada di 4.9% menurut World Bank, 5% menurut ADB dan IMF, serta 5.2% dari OECD. Sementara itu, Pemerintah Indonesia menetapkan target pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2024 juga sebesar 5.2%.

Equity

Bursa saham IHSG mencatatkan penguatan sebesar +1.50% sepanjang bulan Februari. Saham di sektor Infrastruktur dan konsumen non siklikal memimpin penguatan masing-masing sebesar +5.03% dan +1.26%. Penguatan IHSG di bulan Februari didukung oleh eforia Pemilu, yang secara historis seringkali mendorong kinerja aset-aset berisiko.
Memasuki bulan Maret, yang segera memasuki bulan suci dan persiapan Lebaran, diperkirakan akan mendorong tingkat konsumsi, serta kinerja sektor riil. Sejumlah analis memperkirakan pertumbuhan laba emiten di 2024 akan berkisar antara 8 hingga 9%.
ADVERTISEMENT

Obligasi

Pergerakan pasar obligasi di bulan Februari sedikit tertekan, terlihat dari pergerakan imbal hasil pemerintah RI tenor 10 tahun yang mengalami kenaikan sebanyak 0.38% menjadi 6.60% yang mensinyalkan terjadinya penurunan harga. Kenaikan imbal hasil ini antara lain juga didorong oleh faktor global seperti kenaikan imbal hasil US Treasury dan pelemahan mata uang Rupiah.
Naiknya harga komoditas beras membuat tingkat inflasi Februari meningkat lebih tajam dari perkiraan, akibat efek cuaca El-Nino yang berkepanjangan, sehingga menguras cadangan beras pemerintah. Namun demikian, Pemerintah memperkirakan inflasi akan tetap stabil berada di kisaran 2.5 ± 1% di 2024.
Pemerintah melalui APBN 2024 menetapkan target penerbitan SBN di 2024 akan berada di Rp 666 triliun, dengan estimasi defisit fiskal berada di 2.29%. Akan tetapi, di awal tahun ini Pemerintah memperkirakan adanya potensi pelebaran jurang fiskal ini hingga 2.8% yang diakibatkan oleh penambahan anggaran BLT, subsidi pupuk untuk petani, serta subsidi BBM yang diperkirakan akan naik akibat kenaikan harga minyak dunia. Pada asumsi dasar makro APBN 2024, kisaran imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun berada di 6.7%.
ADVERTISEMENT

Currency

Mata uang Rupiah bergerak melemah hampir 5% sepanjang bulan Februari ke kisaran Rp 15,719 per Dollar AS. Menguatnya Dolar AS terhadap sejumlah mata uang global, terlihat dari index DXY yang meningkat 2.02% ke level 104.15 sepanjang bulan Februari, sejalan dengan pandangan hawkish para pejabat bank sentral Fed terhadap kebijakan suku bunga.
Ke depannya, volatilitas mata uang Rupiah diperkirakan masih akan terjadi, melihat kondisi ekonomi global yang masih belum menentu, terutama diakibatkan retorika kebijakan suku bunga Fed. Namun demikian, Bank Indonesia berkomitmen untuk terus menjaga stabilitas mata uang Rupiah melalui beberapa kebijakan macro prudential dan sistem pembayaran.
Seperti halnya kebijakan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), kebijakan SRBI (Sekuritas Rupiah Bank Indonesia) dan SVBI (Sekuritas Valas Bank Indonesia) untuk memperkuat strategi operasi moneter yang pro-market untuk efektivitas kebijakan moneter.
ADVERTISEMENT