Bank Pertanian Indonesia

ali rahman
Pengurus MPP ICMI dan Alumni IPB University.
Konten dari Pengguna
3 Maret 2024 13:18 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari ali rahman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Budidaya singkong memerlukan dukungan pembiayaan untuk meningkatkan nilai tambah di tingkat petani (sumber: foto pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Budidaya singkong memerlukan dukungan pembiayaan untuk meningkatkan nilai tambah di tingkat petani (sumber: foto pribadi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Isu lama yang setiap rezim pemerintahan tidak mampu mewujudkannya adalah hadirnya Bank Pertanian Indonesia. Bisa jadi ini menunjukan begitu lemahnya posisi tawar petani dihadapan para penguasa negara. Padahal jumlah petani di Indonesia menurut sensus pertanian 2023 hampir 27 juta petani. Jumlah yang sangat besar sebagai sebuah kekuatan ekonomi dan politik di negeri agraris yang bernama Indonesia. Tapi apa dikata jumlah yang besar tidak mampu berbuat banyak untuk memenuhi kebutuhan primer bagi tumbuh dan berkembangnya usaha pertanian yang berkelanjutan yaitu dengan hadirnya bank yang fokus membiayai sektor pertanian dalam arti luas.
ADVERTISEMENT
Masalah Pembiayaan Sektor Pertanian
Sudah menjadi rahasia umum bahwa petani di Indoensia sebagaian besar adalah petani gurem. Data sensus pertanian 2023 dari sekitar 27 juta petani sebanyak 17 juta nya (63%) adalah petani gurem. Artinya petani yang hanya memiliki luas lahan pertanian dibawah 0,5 hektar. Selain itu umur rata-rata petani juga sudah berusia tua. Ditambah belum berkembangnya industri pengolahan dan kepastian pasar dari produk yang dtanam petani semakin menambah ke-engganan pihak perbankan untuk membiayai sektor pertanian.
Dengan luasan lahan budidaya yang hanya 0,5 hektar saja maka hampir sebagain besar usaha pertanian terutama tanaman pangan tidak feasible dan tidak menarik bagi lembaga pembiayaan perbankan. Untuk mengatasi permasalahan pembiayaan tersebut pemerintah banyak memberikan fasilitas kredit pertanian seperti KUR, LUEP, KUBE, KKPE, kredit alsintan, dan masih banyak lagi skema pembiayaan yang diniatkan untuk membantu sektor pertanian dalam arti luas (termasuk didalamnya perikanan, peternakan dan kehutanan/perkebunan). Harapannya agar petani memiliki sumber pembiayaan dalam kegiatan budidaya maupun pengolahan pasca panen.
ADVERTISEMENT
Kelembagaan Non Perbankan
Selain skema pembiayaan melalui perbankan, pemerintah juga membuka akses pembiayaan melalui Badan Layanan Umum di Kementrian Pertanian. Selain itu di Kementrian Koperasi ada Lembaga Pembiayaan Dana Bergulir (LPDB), di Kementrian Kelautan ada LPMUKP dan untuk sektor Kehutanan dan Lingkungan Hidup ada BPDLH dibawah Kementrian Keuangan. Namun demikian, berbagai lembaga BLU tersebut ditambah skema pembiayaan pertanian yang melalui perbankan tetap belum mampu mendongkrak kinerja sektor pertanian secara keseluruhan.
Indikatornya adalah angka impor komoditi pangan masih tinggi, modernisasi budidaya pertanian masih berjalan lambat, masalah kelangkaan pupuk masih sering terjadi termasuk angka kemiskinan di kantong-kantong pertanian, nelayan dan masyarakat di dalam dan sekitar hutan masih tinggi. Selain itu tingginya arus urbanisasi para pencari kerja dari desa ke kota sebagai indikator belum maksimalnya peran pembiayaan di pedesaan baik bagi sektor pertanian maupun para pelaku umkm/ koperasi dalam menumbuhkan iklim berusaha di daerah pedesaan.
ADVERTISEMENT
Pengalaman Credit Agricole Prancis
Sebenarnya Kementrian Pertanian RI sudah sejak lama melakukan benchmarking terkait credit agricole ini. Bahkan beberapa model dan skema pembiayaan terinspirasi dari model credit agricole. Pertanyaannya kenapa tidak secara utuh model credit agricole diterapkan di Indonesia. Ini akan terjawab setelah kita cermati latar belakang dan perkembangan sosial politik dan dinamika regulasi terkait credit agricole di Prancis.
Sebelum credit agtricole menjadi besar dan tumbuh seperti sekarang setidaknya ada 5 undang –undang dan regulasi pemerintah yang berperan cukup penting sebagai fondasi bagi perkembangan credit agricole. Dimulai dengan UU tahun 1884 tentang kebebasan berserikat profesional yang menumbuhkan semacam kelompok/ serikat pekerja pertanian. Adalah Louis Milcent dan Alfred Bouvet yang membuat model awal lembaga kredit pertanian di Prancis dengan nama Societe de credit agricole.
ADVERTISEMENT
Penguatan kredit pertanian dengan mengambil model societe de credit agricole diperkuat dengan lahirnya UU tahun 1894 berkat perjuangan senator/politisi Jules Meline. Dengan adanya UU tersebut maka tumbuhlah bank pertanian lokal dengan tujuan memberikan pembiayaan kepada petani lokal di setiap distrik. Karena yang dibiayai adalah para petani gurem maka bank lokal banyak yang kehabisan modal sementara keuntungan belum didapat.
Terkait dengan munculnya permasalahan tersebut maka pada tahun 1897 pemerintah membuat kebijakan penting yaitu mewajibkan Bank Sentral Prancis untuk menggelontorkan dana abadi sebesar 40 Juta franc dan setiap tahun memberikan pembiayaan sebesar 2 juta franc. Selain itu untuk memperkuat pengawasan dan manajemen bank lokal pemerintah pada tahun 1899 mengeluarkan UU pembentukan bank regional (credit agricole mutuel) yang anggotanya adalah bank-bank lokal.
ADVERTISEMENT
Melihat perkembangan yang siginifikan dan peran penting bank regional maka pada tahun 1920 dilakukan penguatan kelembagaan kredit pertanian dengan pembentukan caisse nationale de credit agricole yaitu lembaga nasional yang membawahi bank-bank regional. Selain itu, pada periode ini diberikan kewenangan yang lebih besar berupa garis tanggung jawab langsung ke Departemen Pertanian yang sebelumnya di bawah Departemen Keuangan. Selain itu skema pembiayaan tidak hanya diperuntukan bagi petani gurem tetapi bisa untuk pemilik lahan yang besar dan para pelaku umkm di pedesaan.
Langkah penting pada periode ini adalah adanya concern dari credit agricole untuk memberikan pembiayaan perumahan bagi petani, listrik desa dan umkm dengan tujuan untuk mengurangi urbanisasi para pemuda desa ke kota. Sehingga pembiayaan sangat agresif diberikan kepada para pemuda untuk berusaha di desa baik di sektor pertanian maupun non pertanian.
ADVERTISEMENT
Badai Krisis Malaise dan PD II
Bukan tanpa rintangan credit agricole tumbuh besar. Setelah fase penguatan internal dilakukan oleh pemerintah melalui berbagai kebijakan dan UU serta dukungan para politisi dan “aktivis” bank lokal dan regional. Maka pada tahun 1933 badai krisis besar melanda seluruh dunia. Tidak terkecuali Prancis. Bahkan tak berselang lama masuk fase perang dunia kedua. Hampir semua sendi perekonomian dikonsolidasikan untuk pertahanan dan perang. Maka lagi-lagi credit agricole berperan dalam upaya membangun kembali fondasi ekonomi pedesaan dan pertanian.
Pada fase ini beberapa kebijakan penting diambil pemerintah adalah disepakatinya pembentukan dana jaminan simpanan bersama, mulai menerbitkan obligasi dan pemberian kredit kepada ibu-ibu yang ditinggal perang serta kredit murah untuk para veteran perang termasuk secara agresif memberikan ruang yang sangat besar untuk pembiayaan kepada para pemuda untuk berusaha membangun desa dan pertanian. Langkah agresif sampai tahun 1970 –an adalah terjadinya otonomi keuangan, modernisasi sektor pertanian, lahirnya anak-anak perusahaan diluar sektor pertanian.
ADVERTISEMENT
Transformasi Credit Agricole
Sampai pada tahun 1988 keluarnya UU privtaisasi yang menyebabkan ekspansi credit agricole sebagai bank universal semakin besar dan merambah berbagai sektor dan dengan cabang di bebrapa negara. Perkembangan pesat ini tetap menempatkan bank-bank lokal (desa/ regional) sebagai pemegang saham mayoritas. Proses tumbuh dan berkembagnya credit agricole yang memerlukan waktu lebih dari satu abad dengan berbagai dinamika sosial dan politik serta dukungan regulasi yang memberikan atmosfer yang kondusif dalam mendorong pertumbuhan credit agricole untuk sebesar-besar bagi kemakmuran petani dan warga pedesaan.
Insight LPD bagi Bank Pertanian
Di Bali ada namanya Lembaga Perkreditan Desa (LPD). Lembaga sejenis tapi dalam perkembangannya tidak sepesat di Bali ada di Sumatra Barat namanya Lumbung Pitih Nagari. LPD tumbuh dan berkembang di hampir setiap desa/ banjar di bali. Dari 1485 desa pakraman di bali, ada 1.437 LPD atau sekitar 96.6 % memiliki LPD. Menurut data dari Badan Kerjasama LPD (BKS – LPD) Provinsi Bali, total asset LPD sampai Desember 2022 telah mencapai 25 Trilyun dengan jumlah nasabah yang dilayani sebanyak 3 juta dan jumlah rekening mencapai 3,6 juta.
ADVERTISEMENT
Untuk legalitas LPD, tercantum dalam UU nomor 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro Pasal 39 ayat 3, yang berbunyi: LPD dan Lumbung Pitih Nagari serta lembaga sejenis yang telah ada sebelum UU ini berlaku , dinyatakan diakui keberadaannya berdasarkan hukum adat dan tidak tunduk kepda UU ini. Sebagai lembaga keuangan berbasis adat maka sebagai dasar hukum operasional LPD mengacu kepada Perda Provinsi Bali Nomor 3 tahun 2017.
Seiring dengan perkembangan LPD maka Pemprov Bali mengeluarkan Perda nomor 4 tahun 2012 tentang pembentukan Badan Kerajsama LPD kabupaten dan provinsi. Adapun tugas dan peran BKS LPD sebagai satu satunya lembaga yang akan memperjuangan kepentingan LPD dalam menumbuhkembangkan kinerja LPD.
ADVERTISEMENT
Selain LPD Bali ada juga lembaga pembiayaan berbasis lokal yang sama kuatnya seperti LPD Bali adalah Credit Union Keling Kumang di Kalimantan Barat. Serupa dengan LPD dan credit agricole bahwa spirit nya adalah untuk menumbuhkembangkan para petani/ umkm di desa yang selama ini tidak memiliki atau kesulitan akses kepada perbankan.
Langkah Politik Pembentukan Bank Pertanian
Jules Maline seorang politisi/senator dari wilayah Vosges. yang begitu militan dalam melahirkan UU terkait kredit pertanian pada tahun 1894. Saking kuatnya pengaruh Jules Maline kepada petani yang tergabung dalam credit agricole hingga akhirnya hampir selama 50 tahun selalu terpilih dalam berbagai jabatan penting seperti senator dan sejumlah posisi sebagai menteri. Belajar dari sejarah credit agricole hingga menjadi salah satu bank terbesar di eropa dengan basis bank/ credit agricole di pedesaan. Kondisi ini menunjukan betapa kuatnya struktur ekonomi Prancis hingga saat ini.
Pelayanan nasabah di LPD Bali (sumber: balisaja.com)
Untuk itu mengingat besarnya dan pentingnya peran bank pertanian bagi tumbuh dan berkembangnya sektor pertanian secara berkelanjutan. Maka di Indonesia langkah politik untuk mewujudkan bank pertanian menjadi sangat penting dan prioritas (urgent and priority). Dengan sudah adanya contoh LPD di Bali, Lumbung Pitih Nagari di Sumatra Barat dan Cedit Union Keling Kumang di Kalimantan Barat sudah cukup memberikan contoh kepada pemerintah untuk mengembangkan model tersebut agar tumbuh menjadi seperti credit agricole.
ADVERTISEMENT
Proses transformasi bank berbasis pedesaan/ kredit desa tersebut menjadi bank bersekala nasional bahkan internasional pasti memerlukan waktu tidak singkat dan jalan yang tidak mudah. Perlu 104 tahun (1884 – 1988) bagi credit agricole hingga bisa bertransformasi menjadi sebuah bank pertanian terbesar bahkan di eropa. Beragam UU dan kebijakan pemerintah yang dilahirkan untuk mengokohkan agar credit agricole memberikan keberpihakan yang nyata bagi kemandirian dan peningkatan kesejahteraan petani dan penduduk desa di Prancis.
Dalam susana kampanye pilpres seperti sekarang ini. Isu pembentukan bank pertanian yang sahamnya sebagaian besar dimiliki oleh petani Indonesia (bank lokal tingkat desa) sudah selayaknya menjadi arus utama dalam ide untuk membangun kemajuan pertanian di Indonesia. Para petani dan pihak yang simpati kepada proses memandirikan petani dan pertanian Indonesia seperti Kampus, Politisi, birokrasi dan para senator sudah saatnya menyuarakan dengan lantang bahwa lahirnya Bank pertanian Indonesia merupakan suatu keharusan.
ADVERTISEMENT
Ali Rahman, Alumni IPB University