Konten dari Pengguna

G30S dan Kontestasi Politik Dewasa Ini

Yuda Ariwinata
Kadiv Pendiklar HMD Pend. Sejarah UNP - Wakil Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Tanjung Pinang di Sumatera Barat (IMTA-SUMBAR) - Kader GmnI
30 September 2022 19:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yuda Ariwinata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
shutterstock.com
zoom-in-whitePerbesar
shutterstock.com
ADVERTISEMENT
Bagi generasi 90-an menonton film G30S merupakan tontonan wajib. Selama 13 sejak film ini dirilis pada 1984 merupakan film rutin tahunan yang ditonton secara massal oleh masyarakat Indonesia kala itu. Film ini pada akhirnya berhenti tayang sejak era reformasi. Karena dinilai banyak adegan yang terlalu di dramatisir demi tujuan politik Suharto.
ADVERTISEMENT
Sebagai film yang rutin ditayangkan film ini berhasil menjadi alat cuci otak untuk masyarakat dalam menimbulkan kebencian yang luar biasa terhadap PKI dan pengkultusan tokoh berhasil melegitimasi kekuasaan Soeharto.
Dalam hal ini, saya bukan bermaksud untuk membela apalagi membenarkan tindakan PKI. Saya hanya ingin memberikan argumentasi saya sebenarnya bagaimana seharusnya kita memaknai dan memandang peristiwa G30S secara jernih, setidaknya versi saya.
G30S dewasa ini tidak hanya dibicarakan oleh para sejarawan,tidak masyarakat umum ikut angkat bicara dan kadang kala memihak salah satu kubu dari peristiwa ini.
Bagi saya peristiwa G30S bukan tentang siapa yang salah dan siapa yang benar, G30S merupakan klimaks dari kontestasi politik pada masa orde lama antara golongan bersenjata, PKI, dan Islam dalam mendekati bahkan mengayang kekuasaan Sukarno. Suatu klimaks yang menjadi awal pergantian rezim kekuasaan di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Soeharto sebagai presiden selanjutnya menggantikan kekuasaan Soekarno telah berhasil menyihir masyarakat untuk menaruh kebencian kepada segala hal berbau komunisme. Hal ini tentu saja merupakan sebuah kemunduran berpikir masyarakat.
Masyarakat terjebak dalam sebuah bias politik yang sebenarnya ia tak pahami secara keseluruhan. Sebuah bias politik yang sampai saat ini masih terus dipakai oleh kelompok politik tertentu guna mencapai tujuannya.
Isu-isu yang biasa dipakai umumnya berdana propaganda dan menjatuhkan kelompok politik lainya. “Kebangkita PKI” narasi yang terkesan ngawur dan ngambang digemakan dalam setiap situasi. Hal ini tentu saja bermuat politik.
Dengan mereproduksi isu kebangkitan PKI hal yang tentu saja akan menguntungkan kelompok tertentu untuk dapat menjatuhkan kelompok lainnya yang dituduh berafiliasi dengan kelompok ini. Hal ini dapat menimbulkan stereotip yang ditujukan kepada perorangan dan golongan tertentu yang diindikasikan memiliki kedekatan atau hubungan dengan PKI.
ADVERTISEMENT
Padahal secara jelas dalam TAP MPRS Nomor 25/1966 PKI telah dinyatakan sebagai organisasi politik terlarang dan keberadaanya di Indonesia telah tiada. Ideologi Komunisme di dunia sudah usang dan ditinggalkan oleh negara penganutnya. Uni Soviet, negara-negara di Eropa Timur, Amerika Latin dan Asia yang dulunya menganut komunisme sekarang sudah tidak menganutnya lagi. lantas bagaimana Komunisme dapat bangkit ?
Oleh karena itu, saya ingin mengajak pembaca agar lebih kritis terhadap isu kebangkitan PKI ini. mengetahui bahwasannya PKI dan ideologi Komunisme tidak lebih dari bagian sejarah bangsa Indonesia. mengenai isu kebangkitannya adalah hal yang semu karena walaupun ada organisasi baru yang berhaluan komunisme organisasi tersebut tidak akan kuat kedudukannya di Indonesia.
Sebagai penutup saya ingin mengajak masyarakat Indonesia yang budiman dan kritis untuk tidak jatuh kepada bias politik menjelang pesta demokrasi tahun 2024 yang tentu saja akan menghadirkan kontestasi politik antar kubu dan bukan tidak mungkin isu ini akan mencuat kembali guna kepentingan politik.
ADVERTISEMENT