Konten dari Pengguna

Media Sosial dan Komparasi Sosial

Yuda Ariwinata
Kadiv Pendiklar HMD Pend. Sejarah UNP - Wakil Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Tanjung Pinang di Sumatera Barat (IMTA-SUMBAR) - Kader GmnI
12 Agustus 2022 13:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yuda Ariwinata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber: pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
sumber: pixabay.com
ADVERTISEMENT
Pengguna media sosial makin hari makin bertambah jumlahnya. Dikutip dari Hootsuite (We are Social) jumlah pengguna aktif media sosial pada tahun 2022 mencapai 4,62 miliar dan mengalami kenaikan 10,1 % dibandingkan pada tahun 2021 dengan angka 4,62 miliar. Media sosial seolah sudah menjadi gaya hidup dan kebutuhan pokok bagi manusia di abad ke-21.
ADVERTISEMENT
Berbagai kemudahan bisa didapatkan dengan media sosial. Mulai dari info perkembangan tim sepak bola favorit, menjalin komunikasi dengan orang lain, info terbaru artis dan aktor film, mencari ide-ide kreatif, pengembangan bisnis serta informasi lainnya. Informasi tersebut dapat diakses hanya dengan menggerakkan jari saja.
Walau menghadirkan segudang manfaat, barangkali kita perlu untuk bertanya. Apakah media sosial yang memberikan banyak sekali manfaat tidak memiliki sisi negatif ? Apakah segala kemudahan yang bisa didapatkan memang diperlukan ?

Komparasi Sosial Sisi Gelap Media Sosial

Kehadiran media sosial faktanya memiliki banyak hal negatif seperti informasi hoax, gangguan kesehatan fisik dan mental. Dalam tulisan ini penulis memfokuskan pada komparasi sosial. Komparasi sosial dapat dikategorikan sebagai gangguan kesehatan mental karena dapat menyebabkan overconfidence, puas akan pencapaian, menurunnya kepercayaan diri, dan rasa iri.
ADVERTISEMENT
Teori komparasi sosial diperkenalkan oleh psikolog asal Amerika Serikat bernama Leon Festinger pada tahun 1954. Komparasi sosial merupakan keadaan ketika individu membandingkan dirinya dengan individu atau kelompok tertentu.
Proses komparasi sosial umumnya terjadi secara otomatis yang artinya proses ini berjalan secara spontan tanpa dikendalikan oleh pikiran. Dalam pandangan Festinger terdapat dua hal yang umum diperbandingkan oleh manusia yaitu pendapat dan kemampuan.
Komparasi sosial dapat dibedakan menjadi dua, berdasarkan acuan perbandingannya. Pertama, dengan membandingkan diri dan orang lain atau kelompok lain yang memiliki value yang lebih rendah (downward comparisons). Kedua, membandingkan diri dan orang lain atau kelompok lain yang memiliki value yang lebih tinggi (upward comparisons).
Proses perbandingan downward comparisons maupun upward comparisons sama-sama berpotensi memunculkan perasaan negatif dalam diri. Ketika proses perbandingan downward comparisons maka bisa berdampak pada overconfidence dan rasa puas sehingga stagnan pada tingkat perkembangan tertentu. sedangkan ketika proses perbandingan upward comparisons dapat menimbulkan sifat iri dan tidak percaya diri.
ADVERTISEMENT
Walaupun terkesan berdampak negatif proses komparasi sosial juga dapat berakibat positif bagi mental seseorang. Misalnya termotivasi untuk mengembangkan dan memperbaiki diri. Mereka yang dijadikan acuan disebut reference group.
Timbulnya dampak negatif maupun positif dari komparasi sosial tergantung kepada tingkat kedewasaan seseorang dalam merespon fenomena di lingkungannya. Semakin tinggi tingkat kedewasaan emosional seseorang maka arah gerak dari komparasi sosial akan berdampak positif, begitu sebaliknya.
Media sosial memungkinkan interaksi dapat terjalin secara tidak langsung. Hal ini dapat berakibat pada lebih seringnya seseorang melakukan interaksi. Meningkatkan interaksi sosial mengakibatkan tendensi seseorang untuk lebih sering melakukan komparasi sosial. Proses ini merupakan imbas manusia sebagai makhluk sosial.
Proses komparasi sosial hampir tidak mungkin untuk dihindari, begitu pula dengan media sosial. Menghindari komparasi sosial sama artinya dengan menarik diri dari dunia yang bergerak secara dinamis. Begitu pula dengan menghindari media sosial, akan berimbas pada ketertinggalan teknologi di tengah peradaban yang tergantung pada teknologi. Solusi yang dapat diambil adalah menjadi dewasa.
ADVERTISEMENT

Kedewasaan dalam Bermain Media Sosial

Dewasa yang dimaksud berkaitan dengan kematangan emosional individu dalam menerima rangsangan dari luar, mengelola, dan menjadikan output yang selaras dengan lingkungan sekitar.
Sebagai pengguna media sosial yang sehari-harinya melihat unggahan orang lain, baik berupa foto, video, maupun tulisan memerlukan kedewasaan untuk menanggapi hal tersebut. Dengan bertindak secara dewasa, efek negatif dari komparasi sosial akan dapat diubah menjadi efek yang positif. Berikut ini langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk meminimalisir atau mengubah pandangan negatif menjadi pandangan yang positif.
Pertama, kenali diri sendiri. Ketika kita mengenali diri kita sendiri, kita tidak mudah terjebak pada dilema saat melihat unggahan orang lain. Menjadi dilema karena unggahan keunggulan atau prestasi dapat dikarenakan karena kita memang belum memiliki visi dan misi dalam hidup. Oleh karena itu, penting untuk mengenal diri sendiri dan menentukan tujuan hidup. Dengan begitu, kita dapat lebih santai dalam menanggapi pencapaian orang lain tanpa terjebak pada komparasi sosial.
ADVERTISEMENT
Kedua, pahami emosi saat bermain media sosial. Dalam keadaan tertekan, galau, sedih dan emosi negatif lainya efek komparasi sosial akan semakin mungkin terjadi. Hal ini berkaitan dengan keadaan hati yang kurang stabil, sehingga sulit untuk berfikir secara rasional. Oleh karena itu, tidak ada salahnya jika kita rehat sejenak dan melakukan aktivitas yang dapat menstabilkan emosi.
Ketiga, pahami bahwa media sosial sebagai pembangun citra diri. Setiap pengguna media sosial tentunya mengunggah hal-hal yang ingin mereka tunjukan kepada orang lain. Umumnya adalah hal-hal baik dalam hidup. Maka kita harus menyadari hal ini. Serta menyadari bahwa setiap orang memiliki fase naik dan turun dalam kehidupannya sendiri. Sebagai seorang yang dewasa dalam bermain media sosial, sifat yang dapat kita tunjukkan adalah memberikan respon positif serta kembali fokus untuk menggapai cita-cita yang kita inginkan.
ADVERTISEMENT
kempat, mengubah persepsi. Ketika sudah merasakan bahwa diri kita melakukan komparasi sosial maka hal yang paling mungkin untuk dilakukan adalah mengubah persepsi. Misalnya ketika melihat postingan teman yang mendapatkan nilai baik, maka kita dapat menciptakan persepsi bahwa dia memang layak untuk mendapatkan nilai karena mungkin dia telah belajar dengan giat dan kita bisa juga mendapatkannya. Pada intinya ubah persepsi diarahkan ke arah yang positif dan membangun.