Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Konten dari Pengguna
Dilema Penegakan Hukum Internasional dalam Penanganan Program Nuklir Korea Utara
4 Januari 2025 17:02 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Dea Belqis Ohoitenan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sejatinya tenaga nuklir merupakan sumber energi yang memiliki banyak manfaat, dalam hal ini tenaga nuklir mampu menjadi salah satu tenaga pembangkit listrik. Namun, penggunaan energi nuklir sendiri masih menjadi perdebatan. Pada akhirnya pro dan kontra menjadi muara atas berbagai dampak yang ditimbulkan oleh energi nuklir. Karena memang diketahui bahwa senjata nuklir mempunyai dampak ledakan dengan daya rusak yang sangat besar, tidak hanya saat ledakan diawal, tetapi juga sisa ledakan dalam bentuk radiasi bertahan hingga beberapa dekade kemudian. Sayangnya, pemahaman ini tampaknya tidak menghalangi suatu negara untuk mempunyai niat untuk memperoleh senjata dari tenaga nuklir, dan hanya membenarkannya sebagai sistem pertahanan diri. Dalam praktiknya, sebenarnya telah banyak perjanjian internasional yang mengatur penggunaan nuklir oleh setiap negara. Contohnya adalah Treaty on the Non-Proliferation of Nuclear Weapons (NPT), Comprehensive Nuclear Test-Ban Treaty (CTBT), Treaty on the Southeast Asia Nuclear Weapon Free-Zone dan perjanjian nuklir regional lainnya. Namun, senjata nuklir masih mungkin digunakan sebagai alat untuk mengancam negara lain
ADVERTISEMENT
Disisi lain, keputusan Korea Utara untuk menarik diri dari Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT/Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir) sejak tahun 2003, meningkatkan ketegangan global mengenai penggunaan senjata nuklir. Program nuklir milik Korea Utara telah menjadi salah satu tantangan terbesar bagi hukum internasional hingga saat ini. Setelah uji coba nuklir yang dilakukan pada tahun 2023 sebanyak 7 kali, perhatian dunia kembali tertuju pada upaya penanganan ancaman ini, seperti ketegangan antar negara hingga keamanan global. Dengan demikian, menimbulkan pertanyaan mendasar mengenai sejauh mana yurisdiksi hukum Internasional dapat diterapkan untuk mengatasi ancaman ini.
Hukum Internasional Terkait Senjata Nuklir
Hukum internasional memainkan peran penting dalam kehidupan masyarakat Internasional. Melalui hukum internasional, setiap negara merumuskan prinsip-prinsip hubungan dan kerja sama di berbagai bidang kegiatan Internasional untuk mencapai tujuan bersama. Adanya hukum internasional mengharuskan negara-negara di dunia untuk mematuhi semua peraturan hukum internasional untuk mencegah potensi konflik dan menyelesaikan konflik yang muncul. Dalam hal ini, hukum internasional telah mengembangkan sejumlah instrumen untuk mengatur penyebaran senjata nuklir, khususnya piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
ADVERTISEMENT
Piagam PBB berisi tentang berbagai traktat multilateral terbuka, yakni sebuah perjanjian komunitas internasional atas pemeliharaan perdamaian dan keamanan bersama. Oleh karena itu, Piagam ini membebankan kewajiban yang mengikat secara hukum kepada seluruh negara anggota PBB untuk mematuhi dan wajib melaksanakan ketentuan yang tertera di piagam. Dalam pelaksanaan perdamaian dan keamanan internasional tersebut, majelis umum PBB mengakui bahwa tidak ada negara yang boleh melakukan tindakan apa pun dengan kekerasan yang dapat membahayakan perdamaian. Seperti halnya penggunaan teknologi nuklir untuk tujuan non-damai atau melakukan uji coba senjata nuklir yang dapat menciptakan kondisi dilemma bagi negara lain. Karena, hal ini dapat menimbulkan kecurigaan di antara negara-negara lain dan menciptakan situasi internasional yang tidak menentu.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan pasal 41 Piagam PBB, negara yang menggunakan nuklir sebagai ancaman dapat dikenakan sanksi diplomatik dalam bentuk pemutusan hubungan diplomatik dan sanksi ekonomi dalam bentuk embargo. Apabila dirasa kedua sanksi tersebut belum cukup untuk menyelesaikan masalah, maka lebih jauh, berdasarkan Pasal 42 Piagam PBB sanksi militer dalam bentuk invasi atau agresi militer dapat diterapkan kepada negara yang melakukan ancaman dengan senjata nuklir. Keputusan Korea Utara yang secara terang-terangan untuk melakukan pengembangan program nuklir, hingga uji coba nuklir miliknya, jelas melanggar aturan yang telah di ditetapkan pada piagam PBB.
Dalam dunia yang anarki saat ini, eksistensi hukum internasional kerap sekali digunakan sebagai instrumen bagi negara-negara kuat untuk mempertahankan kepentingan strategis mereka. Dalam hal uji coba nuklir milik Korea Utara, hukum internasional akan berlaku secara efektif bilamana negara-negara dengan kekuatan besar bersedia dan mau mendorong untuk menegakkannya. Misalnya, DK PBB sebagai lembaga hukum internasional utama kerap terhambat oleh rivalitas geopolitik di antara anggotanya, terutama Amerika Serikat, Tiongkok, dan Rusia. Dengan demikian, tak khayal bila keputusan Korea Utara untuk mengembangkan program nuklirnya sebagai langkah realistis untuk menjamin keamanan nasionalnya dari ancaman eksternal, terlepas dari tekanan hukum internasional. Disisi lain, Eksistensi hukum internasional dalam penanganan program nuklir Korea Utara memperlihatkan bentuk nyata dari kompleksitas hubungan internasional modern. Dalam hal ini memang sangat diperlukan komitmen banyak negara dan inovasi berkelanjutan untuk memperkuat efektivitas hukum internasional dalam menghadapi ancaman nuklir global.
ADVERTISEMENT