Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Merawat Generasi Buta Politik
5 Mei 2024 8:48 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari muhamad dimi darmawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kita sebagai masyarakat harus peka pada keadaan politik saat ini
ADVERTISEMENT
Seperti yang kita ketahui, banyak orang memandang politik sebagai panggung sandiwara para pejabat yang memiliki kepentingan pribadi atau yang haus pada kekayaan. Hal tersebut tidak salah karena pada kenyataannya politik di Indonesia memang tidak begitu baik. Praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme menjadi hal yang sudah tidak asing lagi di telinga saat mendengar berita politik.
Seperti yang di katakan Mohammad Natsir,
"Kalau memang saudara-saudara merasa tidak perlu sertai politik biarlah tidak usah berpolitik. Tetapi saudara-saudara jangan buta politik. Kalau saudara-saudara buta politik, maka saudara-saudara akan dimakan oleh politik".
Sikap kebanyakan dari kita yang buta politik ini dapat dimengerti karena rendahnya kepercayaan pada para politikus yang ada. Mereka sudah malas memperhatikan perkembangan situasi politik karena toh tidak bisa mengubah hidupnya juga. Yang miskin tetap miskin, yang kaya semakin kaya.
ADVERTISEMENT
ada beberapa dari kita yang rela memilih politikus karena uang alih-alih memperhatikan bibit, bebet, bobot-nya. Hal tersebut yang menyebabkan money politic selalu ada.
Kita sebagai masyarakat ataupun generasi penerus harus lebih mengetahui bagaimana fungsi dan peran politik pada pemerintahan.
“Politik bukan sebuah sains tetapi sebuah seni” adalah perkataan Otto von Bismarck
Setiap politikus memiliki seni yang berbeda dalam mempengaruhi masyarakat. Ada yang menawarkan kecerdasannya, hartanya, latar belakang keluarganya, atau gagasannya. Hal tersebut bertujuan menarik simpati kita sebagai masyarakat untuk mendukung politikus tersebut agar bisa memegang kekuasaan.
Jadi kita sebagai masyarakat perlu berhati-hati dan bijaksana. Politik menghasilkan kebijakan-kebijakan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan negara dan masyarakat.
Jangan sampai kita sebagai masyarakat merasa menyesal karena tidak mengenal calon pemimpinnya lebih dalam seperti latar belakang, karakter, pemikiran, dan orang-orang yang berada di belakangnya.
ADVERTISEMENT
Orang yang memiliki popularitas, harta, relasi, atau pendidikan yang tinggi akan lebih dipandang dibandingkan orang yang hanya mengandalkan gagasan - gagasan dan inovasi yang ingin dibawakannya saja. Politik juga merupakan tempat pertarungan kekuasaan dan sumberdaya.
Kompetisi sesama politikus atau pejabat pemerintahan diperumit lagi dengan adanya kepentingan pribadi dan kepentingan partai politik mereka sehingga sangat mungkin terjadinya konflik yang saling menyikut antar sesama politikus. Kita yang buta politik atau tidak peduli pada urusan politik akan memperparah citra politik di Indonesia.
Negara ini bukan hanya dikelola oleh pemerintah saja tetapi masyarakat juga berhak ikut andil. Dosa terbesar kita sebagai masyarakat adalah ketika membiarkan atau tidak peduli pada orang-orang tidak baik yang ingin berkuasa.
ADVERTISEMENT
Tahukah kamu bahwa sebenarnya kita turut andil dalam mendukung kebobrokan dunia politik di Indonesia ?
Seorang penyair asal Jerman bernama Bertolt Brecht pernah berkata,
"Buta yang terburuk adalah buta politik. Dia tidak mendengar, tidak berbicara, dan tidak berpartisipasi dalam peristiwa politik. Dia tidak tahu bahwa biaya hidup, harga kacang, harga ikan, harga tepung, biaya sewa, harga sepatu dan obat, semua tergantung pada keputusan politik..".
Si dungu tidak tahu bahwa dari kebodohan politiknya lahir pelacur, anak terlantar, pencuri terburuk dari semua pencuri, politisi buruk, dan rusaknya perusahaan nasional serta multinasional yang menguras kekayaan negeri.
Diamnya kita pada suatu kebijakan yang salah akan membuat lebih banyak kekacauan yang ada.
Seperti yang saya kutip dari dua profesor harvard. "Demokrasi bisa mati karena kudeta atau mati pelan-pelan. Kematian itu bisa tak disadari ketika terjadi selangkah demi selingkah, seperti dengan terpilihnya pemimpin otoriter. atau disalah gunakannya kekuasaan pemerintah, dan penindasan atas oposisi." Namun kita bisa melindungi demokrasi kita dengan belajar dari sejarah
ADVERTISEMENT