Konten dari Pengguna

Kecanduan Nikotin: Psikologis dan Otak

Yohanes Ariel Harsono
Mahasiswa Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya
3 Desember 2024 14:50 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yohanes Ariel Harsono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar yang melambangkan untuk berhenti kecanduan. Kredit foto: Yohanes Ariel Harsono
zoom-in-whitePerbesar
Gambar yang melambangkan untuk berhenti kecanduan. Kredit foto: Yohanes Ariel Harsono
ADVERTISEMENT
Kecanduan nikotin merupakan suatu masalah kesehatan global yang cukup serius. Meskipun kesadaran akan dampak negatif rokok dan produk tembakau lainnya terus meningkat, tapi seiring berjalannya waktu, semakin banyak bentuk konsumsi dari nikotin seperti nicotine patch, vape, nicotine pouch, dan nicotine gum yang juga meningkat. Banyaknya variasi konsumsi nikotin menyebabkan tingginya prevalensi penggunaan nikotin di berbagai belahan dunia. Kecanduan nikotin tidak hanya mempengaruhi kesehatan fisik, tetapi juga berdampak pada kesejahteraan psikologis dan sosial individu. Mari kita bahas mengenai apa itu adiksi atau kecanduan, nikotin, dan menganalisis pengaruh kecanduan nikotin terhadap psikologis dan otak.
ADVERTISEMENT
Kecanduan atau adiksi secara luas adalah keadaan ketika seseorang tidak memiliki kendali untuk berhenti melakukan, mengambil, atau menggunakan sesuatu bahkan ketika hal tersebut sudah membahayakan diri sendiri. Adiksi adalah hal yang berdampak negatif terhadap kesehatan baik fisik maupun mental. Dalam artikel ini, kita akan membahas mengenai adiksi zat (substance addictions), adiksi zat adalah kondisi ketika seseorang kecanduan kecanduan zat, seperti alkohol, kafein, ganja, dan rokok.
Nikotin adalah senyawa kimia organik kelompok alkaloid yang dihasilkan secara alami oleh berbagai macam tumbuhan, seperti suku terung-terungan solanaceae dan tembakau. Nikotin bertindak sebagai agonis (senyawa yang akan menimbulkan efek) pada berbagai sel reseptor asetilkolin nikotin di dalam tubuh. Konsumsi nikotin berdampak pada suasana hati, dan dapat berfungsi sebagai stimulan maupun penenang. Paparan nikotin membuat pengguna merasa rileks, tenang, tetapi juga waspada. Dalam beberapa kasus, nikotin dapat digunakan dalam pengobatan.
ADVERTISEMENT
Adiksi terhadap nikotin adalah kondisi dimana seseorang mengalami ketergantungan terhadap zat nikotin yang pada umumnya terdapat dalam produk seperti rokok dan vape. Adiksi pada nikotin bisa terjadi karena nikotin menstimulasi pelepasan acetylcholine, serotonin, hormon‐hormon pituitary, dan epinephrine. Selain itu nikotin juga menstimulasi pelepasan dopamin dan norepinephrine. Ketika seseorang telah mengalami ketergantungan pada nikotin, maka saat withdrawal (putus zat) individu tersebut akan mengalami perasaan tidak nyaman seperti cemas, merasa tertekan, sulit mengendalikan diri atau mudah marah, mudah putus asa, dan depresi. Adiksi terhadap nikotin sering kali bermula dari kebiasaan sosial atau rasa ingin tahu, tetapi kemudian berkembang menjadi kebutuhan fisiologis akibat perubahan yang terjadi pada otak.
Nikotin memulai efeknya dengan mengikat ke neuronal nicotinic acetylcholine receptors (nAChRs). Interaksi nikotin dengan nAChRs ini melepaskan dopamin. Dengan paparan dopamin yang terjadi secara terus menerus, otak mengalami proses adaptasi yang mengakibatkan toleransi. Ketika penggunaan nikotin dihentikan, tingkat dopamin yang rendah mengakibatkan gejala withdrawal, mendorong pengguna untuk kembali menggunakan nikotin untuk mengurangi gejala tersebut.
ADVERTISEMENT
Proses adiksi nikotin tidak berhenti pada adiksi zat saja. Adiksi nikotin juga ditegaskan dengan adiksi perilaku melalui conditioning, baik classical maupun operant. Euphoria yang dirasakan oleh pengguna disertai dengan penghilangan dari gejala withdrawal memperkuat adiksi nikotin. Penggunaan nikotin pada situasi tertentu, seperti setelah makan, dengan kopi, atau dengan teman pengguna nikotin, menjadi suatu pemantik yang mendorong pengguna untuk kembali menggunakan nikotin ketika dihadapkan dengan situasi yang sama.
Nikotin sering digunakan sebagai alat untuk mengatasi stres, kecemasan, atau emosi negatif. Efek stimulannya memberikan rasa lega sementara, tetapi penggunaan jangka panjang justru meningkatkan risiko gangguan psikologis seperti depresi dan kecemasan. Dalam beberapa kasus, nikotin juga digunakan sebagai cara untuk meningkatkan performa kognitif, terutama dalam tugas-tugas yang membutuhkan konsentrasi dan kewaspadaan. Namun, persepsi ini menyesatkan, karena ketergantungan nikotin sebenarnya melemahkan kapasitas psikologis individu dalam menghadapi tekanan hidup secara sehat.
ADVERTISEMENT
Ketergantungan psikologis pada nikotin juga dapat mengganggu kemampuan individu untuk mengatasi masalah tanpa bantuan zat tersebut. Individu yang kecanduan sering merasa tidak mampu berkonsentrasi, beraktivitas, atau menghadapi tantangan tanpa mengonsumsi nikotin karena tanpa nikotin, para pecandu tidak akan bisa fokus dan melakukan aktivitas dengan normal. Hal ini menciptakan lingkaran ketergantungan yang sulit diputus. Selain itu, rasa bersalah atau malu yang sering menyertai kecanduan dapat memperburuk kondisi emosional dan memperkuat siklus kecanduan.
Nikotin memiliki dampak signifikan pada tubuh manusia, termasuk meningkatkan tekanan darah dan detak jantung yang dapat membebani sistem kardiovaskular, serta mengganggu fungsi otak dengan memicu pelepasan dopamin yang menyebabkan ketergantungan. Selain itu, nikotin dapat mempersempit pembuluh darah, mengurangi aliran oksigen ke jaringan tubuh, dan menghambat penyembuhan luka. Pada sistem saraf, nikotin mempengaruhi konsentrasi dan daya ingat, serta dapat menyebabkan gejala kecemasan atau mudah marah saat asupan dihentikan. Dampaknya juga meluas ke sistem reproduksi, seperti menurunkan kesuburan dan mengganggu perkembangan janin selama kehamilan, serta sistem kekebalan tubuh, yang menjadi kurang efektif melawan infeksi.
ADVERTISEMENT
Menghentikan kecanduan nikotin memerlukan pendekatan yang terencana dan konsisten, dimulai dengan membangun motivasi yang kuat untuk berhenti dan menetapkan tujuan yang jelas. Beberapa cara yang efektif meliputi penggunaan terapi penggantian nikotin, seperti permen karet atau plester nikotin, yang membantu mengurangi gejala putus nikotin secara bertahap. Dukungan psikologis melalui konseling atau terapi perilaku dapat membantu mengatasi pemicu emosional yang memicu keinginan nikotin. Selain itu, mengubah gaya hidup dengan berolahraga, menjalani pola makan sehat, dan menghindari situasi yang memicu keinginan nikotin sangat penting untuk mendukung proses ini. Bergabung dengan kelompok dukungan atau mencari bantuan dari teman dan keluarga juga dapat memberikan dorongan moral yang sangat membantu untuk berhasil berhenti sepenuhnya.