Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Toxic Masculinity di Film The Batman
21 Januari 2023 17:23 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari armando abisha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Lelaki dituntut oleh masyarakat untuk wajib mempunyai jiwa pemimpin, baik itu bagi diri sendiri, orang lain, dan keluarga. Kami, kaum lelaki, dididik untuk mempunyai sifat yang kuat, berwibawa, pintar, 'street smart' dan berbagai macam tuntutan lainnya. Tanpa sadar tuntutan tersebut melahirkan stigma buruk.
ADVERTISEMENT
Contoh dari stigma buruk yaitu adanya 'aturann' bahwa: cowok tidak boleh menangis, tidak boleh menunjukkan emosi mereka karena dipandang lemah, atau cowok harus bisa berantem dan lain-lain. Walau terkadang stigma tersebut bisa mendidik lelaki untuk menjadi lebih angguh , tetapi secara keseluruhan stigma tersebut juga bisa membawa masalah yang lebih buruk lagi. Masalah tersebut yaitu lahirnya toxic masculinity.
Toxic masculinity merupakan sesuatu sikap yang sangat berbahaya untuk para lelaki. Sebab sifat tersebut membuat lelaki memiliki keterbatasan untuk mengekspresikan emosi mereka secara sehat dan benar tanpa harus merasa malu dan dan dipandang lemah oleh orang lain. Para lelaki yang mempunyai sifat ini biasanya lebih milih untuk memendam perasaan mereka atau mereka biasanya mengekspresikannya dengan cara yang salah alias kekerasan. Selain lahir dari pandangan atau tuntutan masyarakat, biasanya toxic masculinity juga lahir dari pengaruh media seperti film. Contohnya yaitu film The Batman yang rilis pada 2021 lalu.
ADVERTISEMENT
Secara singkat, The Batman menceritakan tentang karakter Bruce Wayne yang sejak kecil kehilangan orang tuanya karena dibunuh. Ia pun memutuskan untuk membalas dendam dengan menjadi sosok vigilante. Tugas vigilante adalah membantu orang-orang sekitar melalui cara-cara yang tidak biasa seperti menggunakan kekerasan hingga menjadi mafia. Benar, karakter Bruce Wayne ini bisa dibilang mempunyai tujuan yang baik.
Namun menurut analisis saya, karakter The Batman ini adalah sosok yang rapuh, rusak, terganggu mentalnya, dan gagal untuk bisa melupakan atau memaafkan masa lalu. Imbasnya, cara ia mengekspresikan emosi jadi keliru. Bayangkan saja, ia menghabiskan waktunya setiap hari untuk berkelahi. Kemudian di malam hari ia mengorbankan nyawanya sembari memakai jubah yang menyerupai sosok kelelawar. Hal yang dia lakukan di film tersebut tentu saja bisa membuat kita para audiens merasa terhibur.
Tetapi jika kita bandingkan dengan kehidupan nyata, aksi yang dia lakukan tersebut merepresentasikan aksi dari seorang manusia yang rusak dan manusia yang terjerat dengan sifat toxic masculinity. Biasanya seorang yang kehilangan orang yang dicintainya akan menghabiskan waktunya untuk berduka. Orang yang berduka akan menangis juga diiringi oleh rasa emosi lainnya seperti marah. Orang tersebut juga akan dikelilingi oleh kerabat terdekatnya untuk bisa membantu melalui rasa kesedihan tersebut. Sebab kita semua adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain termasuk untuk mengatasi sebuah masalah. Selain itu, orang yang berduka juga bisa datang ke psikiater untuk ditangani secara medis.
ADVERTISEMENT
Tetapi tidak dengan sosok The Batman tersebut. Dia tidak pernah sekalipun menunjukkan ekspresi kesedihannya dengan menangis. Ia juga menjauh dari masyarakat, tidak menjaga dirinya sendiri, merusak kesehetahannya, meninggalkan kewajiban dia sebagai public figure and business man dan lain-lain. Pada akhirnya ia memilih untuk memendam itu semua dan mencoba untuk mengatasi masalah dia sendiri dengan kekerasan.
Kita semua para lelaki tentu mempunyai tuntutan masing-masing dan kewajiban yang harus kita lakukan. Tetapi pada akhirnya, kita juga seorang manusia yang tidak lepas dari kesalahan. Kita adalah makhluk sosial yang juga membutuhkan orang lain. Memendam masalah tidak akan membuat diri kita menjadi lebih tangguh dan kuat. Sama halnya dengan mengatasi masalah dengan kekerasan.
ADVERTISEMENT
Kedua hal tersebut hanya akan membuat kita lebih terpuruk dari sebelumnya. Belajarlah untuk bisa memaafkan diri sendiri, dan belajarlah untuk bisa mengekspresikan emosi kita dengan benar. Menangis tidak membuat kita lebih lemah melainkan membuat kita menjadi lebih tenang. Meminta bantuan bukan berarti kita gagal memimpin, melainkan menunjukkan bahwa kita juga mau untuk mendengarkan orang lain. Menurut saya sendiri, film The Batman merupakan film yang sangat layak ditonton. Tetapi film tersebut menunjukkan sebuah pesan tentang perilaku yang harus kita jauhi sebagai manusia.