Fear of Missing Out, Bagaimana Cara Mengatasinya?

Zaidan Savero Banafsaj
Mahasiswa BINUS University
Konten dari Pengguna
8 Januari 2023 15:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zaidan Savero Banafsaj tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi FOMO (Sumber: https://unsplash.com/photos/JXXdS4gbCTI)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi FOMO (Sumber: https://unsplash.com/photos/JXXdS4gbCTI)
ADVERTISEMENT
Sebagai mahasiswa di Jakarta, saya banyak menemukan istilah-istilah baru yang muncul dari pergaulan. Salah satu yang saya dengar yaitu "FOMO". FOMO merupakan singkatan dari Fear of Missing Out, yaitu rasa tertinggal yang dapat dirasakan ketika seseorang tidak mengikuti aktivitas yang kebanyakan orang sedang lakukan. Jujur, saya sebagai mahasiswa di Jakarta juga sangat merasakan rasa FOMO. Setiap detiknya, saya pasti menyempatkan diri untuk membuka TikTok, Instagram dan Twitter. Bahkan, saya sering menjelajahi berbagai media sosial sembari melakukan aktivitas. Hal tersebut karena saya tidak ingin ketinggalan informasi ataupun tren yang sedang ramai di media sosial.
ADVERTISEMENT
Menurut saya, FOMO dapat menurunkan kepercayaan diri dikarenakan seseorang merasa hidupnya tidak lebih menyenangkan dibandingkan orang lain. Padahal, tidak semua kegiatan harus kita ikuti, karena pada dasarnya kita hanya perlu fokus pada diri sendiri dan melakukan hal-hal yang berguna untuk kepentingan masa depan kita. Nah, untuk mengatasi atau sekedar mengurangi rasa FOMO, berikut merupakan beberapa cara yang saya berhasil lakukan:

1. Menulis Agenda atau Journaling

Menulis agenda di buku harian dapat mengurangi rasa FOMO. Saat menulis, kita dapat menuangkan segala pikiran dan perasaan di atas kertas. Bahkan, saat menulis kita dapat menambahkan foto-foto ataupun hiasan yang berhubungan dengan perasaan kita di halaman tersebut. Dengan menuangkan pemikiran dan perasaan kita di atas kertas, kita dapat mengeksplorasi perasaan pada diri kita lebih jauh karena tulisan kita dapat menjadi bahan evaluasi diri. Bahkan, menurut Dr. James Pennebaker, menuangkan perasaan dan pemikiran kita di buku agenda dapat mengurangi rasa cemas berlebih, rasa depresi bahkan dapat meningkatkan kualitas hubungan sosial.
ADVERTISEMENT

2. Mencari Teman Ngobrol

FOMO membuat kita merasa tertinggal dari yang lainnya. Maka dari itu, dengan mencari teman ngobrol dapat membuat rasa FOMO menjadi berkurang. Hal ini yang dilakukan ketika merasa cemas dengan suatu keadaan yang membuat Anda merasa tertinggal dari yang lain. Misalnya, kita dapat menghubungi teman lama untuk mengetahui kabar dan kesibukan mereka. Hal tersebut pastinya membuat percakapan terjadi secara organik dan dapat membantu kita melupakan rasa FOMO pada saat itu. Atau selain teman lama, di dunia perkuliahan saat ini, saya sangat sering berjumpa dengan orang baru. Mulai dari lingkungan yang perlu saya adaptasi, cara saya menghadapi seseorang dengan suku yang berbeda, hingga kebiasaan-kebiasaan yang ada pada tempat saya berkuliah saat ini.
ADVERTISEMENT

3. Melakukan Hobi

Rasa FOMO dapat dicegah dengan mengurangi penggunaan sosial media dan dialihkan dengan kegiatan atau pekerjaan yang kita sukai. Misalnya, kita dapat bermain bola bersama teman-teman, bermain alat musik, dan hal lainnya yang kalian sukai. Seperti bagaimana saya lakukan sehari-hari, di lingkungan baru ini, lebih tepatnya di dunia perkuliahan, saya ataupun mahasiswa lainnya pastinya selalu berusaha mengikuti berbagai kegiatan untuk mendapatkan pengalaman dan berbagai ilmu yang bisa didapat. Hampir setiap hari, setiap mahasiswa yang saya temukan selalu mengikuti kegiatan yang ada di sekitar dunia kampus. Mencari hobi atau aktivitas baru dengan dasar ingin menggali banyak pengalaman juga dapat kita pertimbangkan, karena dengan mengeksplor diri lebih jauh, maka kita akan sibuk dengan hal-hal yang menyenangkan diri sendiri.
ADVERTISEMENT

4. Mengubah Persepsi

FOMO merupakan salah satu bentuk dari distorsi pemikiran. Distorsi pemikiran merupakan pola pikir irasional seseorang yang dapat menyebabkan depresi, cemas berlebih, serta gangguan mental. Hal ini sering terjadi apabila seseorang merasa tertolak dengan lingkungan setelah merasa orang-orang di sekitarnya tidak supportif. Padahal, pemikiran tersebut muncul ketika seseorang sedang merasakan cemas, lalu membuat kesimpulan yang tidak masuk akal. Nah, di dunia perkuliahan, saya tidak hanya mencari ilmu di kampus, tetapi juga menjalin hubungan dengan banyak orang. Hal tersebut saya lakukan untuk memperluas relasi saya yang mungkin akan bermanfaat pada suatu hari nanti dan untuk mendapatkan banyak perspektif baru untuk meminimalisir munculnya distorsi pemikiran. Mengubah pemikiran yang terdistorsi merupakan hal yang positif, namun prosesnya cukup rumit dan membutuhkan waktu. Namun, hal tersebut sangat efektif untuk mengurangi rasa FOMO yang sering hadir di kalangan remaja.
ADVERTISEMENT
Tidak lupa, setelah saya melakukan beberapa hal di atas, ada baiknya juga untuk tetap mengenal diri sendiri agar dapat dengan bijak memilah berbagai informasi yang didapat sehari-hari. Dengan mengenal diri sendiri secara lebih dalam, maka kita juga akan mendapatkan ketenangan batin yang menciptakan rasa tenang dalam menjalani hidup, lebih produktif dalam menjalankan kehidupan sehari-hari dan tentunya lebih bahagia secara lahir dan batin.