Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Gulita Omnibus Law Cipta Kerja
14 Januari 2023 15:40 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Samsul Anwar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Secara konseptual, omnibus law berasal dari kata latin yang artinya untuk semua. Sementara omnibus law secara hukum adalah undang-undang yang dapat mencakup segala sesuatu atau undang-undang tunggal yang mengatur keseluruhan.
ADVERTISEMENT
Dengan kata lain, omnibus law berarti suatu cara atau konsep pengaturan yang menggabungkan beberapa peraturan dengan substansi peraturan yang berbeda di bawah satu payung hukum.
RUU Cipta Kerja muncul dalam pidato pertama Presiden Joko Widodo saat ia mengucapkan sumpah jabatan sebagai kepala Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk kedua kalinya pada 2019. Kemudian pada 17 Desember 2019, dimulai pembahasan Omnibus Law Cipta Kerja. RUU Cipta Kerja (sebelum perubahan undang-undang) dipercepat menjadi 64 sidang, dua kali rapat kerja, 56 rapat panitia dan enam rapat Timus.
Hal itu kemudian masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Sementara Prolegnas ke-248 pada Tahun 2020 disetujui DPR, Pemerintah, dan DPD dalam Rapat Paripurna DPR pada 5 Oktober 2020.
ADVERTISEMENT
Pengesahan UU Cipta Kerja oleh pemerintah, DPR dan DPD mengejutkan publik. Pasalnya, pengesahan tersebut dilakukan saat pandemi COVID-19 yang berujung pada penolakan besar-besaran terhadap UU Cipta Kerja oleh berbagai kalangan, mulai dari akademisi, organisasi masyarakat, mahasiswa hingga pekerja.
Sejak pengesahan UU Cipta Kerja pada 5 Oktober 2020, aksi massa di mana-mana, aksi massa penolakan UU Cipta Kerja menimbulkan kekacauan di mana-mana akibat kekecewaan buruh pada pemerintah. Ada juga yang menggugat UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi.
Dalam putusan nomor 91/PUU-XVIII/2020, Majelis Hakim Konstitusi menegaskan bahwa UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dianggap cacat formil. Oleh karena itu, pengadilan menganggap UU Cipta Kerja Inkonstitusional.
Dalam putusan setebal 448 halaman itu, MK meminta kepada DPR untuk memperbaiki dalam waktu maksimal 2 (dua) tahun setelah diputuskan. Jika dalam jangka waktu tersebut tidak ada perbaikan, maka UU Cipta Kerja dinyatakan Inkonstitusional permanen.
ADVERTISEMENT
Sosialisasi Pemerintah Tentang UU Cipta Kerja
Satuan tugas percepatan sosialisasi UU Cipta Kerja ini akan menerapkan empat strategi komunikasi pada 2023. Tujuan dari strategi tersebut adalah agar seluruh lapisan masyarakat dapat merasakan manfaat dari UU Cipta Kerja.
Pertama, terus mendengarkan keinginan masyarakat dan pemangku kepentingan. Kedua, memeriksa hasil masukan yang diterima. Ketiga, berkomunikasi. Keempat dilaksanakan.
Hal itu dilakukan untuk memberikan rasa nyaman bagi seluruh lapisan masyarakat dalam menghadapi berbagai tantangan yang diwaspadai pada tahun 2023. Langkah ini juga dilakukan untuk meningkatkan perekonomian Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah memaksimalkan sosialisasi dengan berbagai elemen masyarakat di bawah UU Cipta Kerja.
Jumlah Halaman Berubah-ubah dan Sulit Diakses Masyarakat
UU Cipta Kerja ternyata masih butuh banyak perubahan dan masih perlu diperbaiki. Wakil Ketua DPR Badan legislasi Ahmad Baidowi mengakui naskah UU Cipta Kerja yang disahkan saat Rapat Paripurna DPR masih di revisi untuk menghindari kesalahan ketik.
ADVERTISEMENT
Hal itu bahkan dikritik oleh Didi Irwadi Syamsuddin, anggota DPR dari Fraksi Gerindra DPR, yang menyebut pemerintah mengeluarkan undang-undang yang sesat dan cacat prosedur. Oleh karena itu, muncul kejanggalan dalam proses pengesahan yang dikecam anggota DPR.
Pada Senin, 12 Oktober 2020, RUU Cipta Kerja UU Cipta Kerja telah selesai. Namun, jumlah halamannya meningkat signifikan dari 905 halaman yang beredar di masyarakat menjadi 1.035 halaman.
Ketika membuat suatu peraturan semestinya ada asas keterbukaan, ternyata jumlahnya bervariasi. Sama sekali tidak mencerminkan prinsip transparansi tetapi seolah-olah mengatakan bahwa UU Cipta Kerja perlu lebih disempurnakan daripada disetujui secara tergesa-gesa.
Fakta-fakta yang ditemukan dalam proses penciptaan Undang-undang Cipta Kerja tidak memberikan ruang partisipasi yang optimal bagi publik. Meski dilakukan pertemuan dengan berbagai kelompok masyarakat, pertemuan tersebut bahkan tidak membahas naskah akademik dan materi perubahan UU Cipta Kerja, sehingga peserta rapat tidak mengetahui secara pasti perubahan perundang-undangan yang signifikan apa saja yang akan masuk dalam UU Cipta Kerja No.11 tahun 2020.
ADVERTISEMENT
Selain itu, naskah akademik dan rancangan undang-undang cipta kerja sulit untuk diperoleh masyarakat, padahal menurut UU 12 Tahun 2011, Pasal 96 (4), undang-undang harus tersedia untuk umum agar masyarakat dapat dengan mudah memberikan saran baik secara lisan atau tertulis.
Perubahan UU Ketenagakerjaan yang Dikhawatirkan Para Buruh
Ada empat perubahan UU Cipta Kerja yang hadir membuat para pekerja khawatir, antara lain penggunaan tenaga kerja asing (TKA), Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), pengupahan dan Pemutusan Hubungan Kerja.
Pertama, penggunaan tenaga kerja asing (TKA), menurut para pekerja, akan memudahkan tenaga kerja asing tersebut untuk bekerja di industri di Indonesia, sementara masih banyak penduduk lokal yang membutuhkan pekerjaan.
Kedua, perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) mengatur sanksi kontrak untuk perubahan dari PKWT ke PKWTT. Inilah poin lain yang disorot dalam pasal tersebut, yang memudahkan pengusaha seenaknya mengubah status pekerja PKWT ke PKWTT secara sepihak, seperti yang di alami di lapangan, belum lagi perubahan yang difasilitasi dengan adanya UU Cipta Kerja.
ADVERTISEMENT
Ketiga, upah. Berkaitan dengan upah UU Cipta Kerja sendiri memuat perubahan terkait upah, pengusaha harus membuat struktur dan skala upah dalam perusahaan, hal ini juga ditekankan oleh para pekerja karena akan ada pengupahan yang mengikuti produktivitas perusahaan, tetapi itu akan membuat sewenang-wenang perusahaan untuk membayar karyawan, dan tidak mempertimbangkan apa yang diberikan karyawan ke perusahaan melalui kinerja mereka.
Keempat, pemutusan hubungan kerja (PHK). Dalam hal ini, PHK karena alasan operasional Penangguhan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dapat dibenarkan, jumlah kompensasi juga berubah, meskipun serikat pekerja menerima kabar terkait PHK pekerja.
Tetapi itu dianggap tidak cukup, karena tidak ada jaminan kalau 50 orang dikenakan PHK akan masuk kembali 50 pekerja yang baru, masih belum ada jaminan yang jelas, sehingga dikhawatirkan akan menyengsarakan pekerja.
ADVERTISEMENT
Sudah Tepatkah UU Cipta Kerja?
Mengingat banyaknya gejolak kritik kepada pemerintah—serta berbagai gerakan dan tuntutan kepada Mahkamah Konstitusi dari para akademisi, organisasi masyarakat, mahasiswa dan pekerja— pemerintah harus bisa mengubah pasal-pasal yang dirasa Inkonstitusional oleh buruh, yaitu tidak memihak dan melindungi hak buruh, tetapi mengutamakan investasi yang hanya dirasakan kalangan atas. Sedangkan buruh merintih akan kebijakan yang diambil tersebut.
Penolakan datang terus-menerus sebagai akibat dari empat perubahan yang bertujuan membuat kesengsaraan, bukan kemakmuran, bagi para buruh. Perubahan penting itu harus diubah lagi dengan bertujuan untuk menguntungkan pekerja.
Sebelum tahun 2023 ditransmisikan bahwa undang-undang akan berlaku, pekerja masih merasa tidak ada perubahan. Sementara putusan Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa sebuah hukum yang telah ditetapkan tersebut harus diperbaiki.
ADVERTISEMENT
Namun, pemerintah belum melakukan perbaikan yang berdampak pada buruh. Sehingga jika tidak ada keputusan korektif, maka harus sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi tentang UU Cipta Kerja Inkonstitusional Permanen.