Konten dari Pengguna

Cinta Seorang Ibu: Pelukan yang Merelakan Kebebasan

DANIEL GAGARIN
Pensiunan PNS 30 tahun, kini fokus pada lingkungan, pertanian, dan perencanaan. Meski pensiun sejak 2021, semangat eksplorasi isu lingkungan, teknologi, dan kesehatan mental tak pernah padam. Berdedikasi penuh!
2 Mei 2025 15:41 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari DANIEL GAGARIN tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pelukan ibu dan anak – Foto oleh Gama. Films di Unsplash.
zoom-in-whitePerbesar
Pelukan ibu dan anak – Foto oleh Gama. Films di Unsplash.
ADVERTISEMENT
Ada keajaiban dalam pelukan seorang ibu. Hangat, menenangkan, dan diam-diam menyampaikan janji bahwa dunia—sekeras apa pun—akan selalu punya tempat aman untukmu. Dialah yang pertama kali menggenggam tangan kecilmu, membimbing langkah-langkah awalmu dengan penuh keyakinan, dan membisikkan mimpi-mimpi besar di telingamu. Namun, pernahkah kau membayangkan apa yang ia rasakan ketika tiba saatnya melepas genggaman itu? Saat kau mulai berlari, menjelajahi dunia yang luas dengan kakimu sendiri?
ADVERTISEMENT
Cinta seorang ibu adalah lukisan yang rumit namun indah—terbuat dari warna-warni pengorbanan, keikhlasan, dan harapan. Bukan tentang memelukmu erat selamanya, melainkan keberanian untuk membuka tangan, membiarkanmu menari di panggung kehidupan yang selama ini ia persiapkan dalam diam. Di balik mata yang berbinar bangga, tersembunyi lautan emosi yang tak pernah ia ungkapkan: rindu yang mengendap dalam doa, dan luka kecil yang muncul tiap kali kau melangkah lebih jauh darinya. Namun ia tetap tersenyum, sebab baginya, kebahagiaanmu adalah melodi terindah yang pernah ia dengar.
Bayangkan semua malam yang ia lewati dalam diam, menahan kantuk demi menjaga nyala harapanmu. Ia menenun setiap impianmu dari benang-benang doa, merangkai masa depanmu dengan keringat dan air mata yang tak pernah kau lihat. Tahun demi tahun, ia memberi segalanya tanpa pernah meminta imbalan. Hadiah terbesarnya begitu sederhana, namun mendalam: melihatmu tumbuh menjadi sosok yang ia yakini—kuat, berani, dan penuh cinta.
ADVERTISEMENT
Tapi waktu adalah pencuri yang paling halus. Ia berjalan tanpa suara, mencuri momen-momen berharga—kata-kata yang tak terucap, pelukan yang tertunda, atau waktu yang tak sempat diluangkan. Setiap hari yang berlalu adalah satu kesempatan yang mungkin tak kembali. Kesempatan untuk mengatakan, “Ibu, terima kasih.” Untuk menunjukkan bahwa setiap langkahmu adalah cerminan kasihnya. Atau sekadar duduk bersamanya, mendengarkan cerita kecil yang menyimpan kebijaksanaan hidup.
Cinta seorang ibu adalah pelajaran paling jujur tentang mencintai tanpa syarat. Ia menunjukkan bahwa cinta sejati adalah memberi kebebasan, meski harus menahan rindu dalam kesepian. Ia adalah kompas yang selalu menunjukkan jalan pulang, cahaya yang tak pernah padam meski diterpa badai. Ia adalah cermin yang memantulkan versi terbaik dari dirimu, karena ia selalu percaya pada potensimu, bahkan ketika kau belum melihatnya sendiri.
ADVERTISEMENT
Maka, sebelum waktu melangkah lebih jauh, berhentilah sejenak. Peluk ibumu. Atau jika jarak memisahkan, kirimkan kabar dari hati. Katakan padanya bahwa ia adalah akar dari setiap langkahmu, fondasi dari setiap mimpimu. Tunjukkan bahwa kasihnya hidup dalam dirimu—seperti nyala obor yang tak pernah redup.
Sebab cinta seorang ibu bukan sekadar tentang melepaskan. Ia adalah tentang menyerahkan seluruh hati, jiwa, dan hidupnya, agar kau bisa menemukan dunia—dan dirimu sendiri—dengan keberanian, kehangatan, dan cinta yang sama seperti yang selalu ia berikan.