Konten dari Pengguna

Cuti Ayah Lebih Panjang: Rahasia Keluarga yang Lebih Harmonis

DANIEL GAGARIN
Pensiunan PNS dengan 30 tahun pengabdian di Sulawesi Tengah, berkontribusi di bidang Lingkungan Hidup, Pertanian, dan Perencanaan. Pensiun sejak 2021, tetap aktif mengeksplorasi isu lingkungan, teknologi, dan kesehatan mental. Dedikasi tanpa batas.
21 Februari 2025 21:23 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari DANIEL GAGARIN tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi ayah menggendong bayi (Sumber: Grok/xAI)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ayah menggendong bayi (Sumber: Grok/xAI)
ADVERTISEMENT
Bayangkan ini: Seorang ayah memilih untuk mengambil cuti panjang setelah kelahiran anaknya. Bukan hanya beberapa hari, tapi berminggu-minggu—bahkan mungkin sebulan penuh. Di tengah tekanan budaya yang sering memandang ibu sebagai "pemain utama" dalam pengasuhan anak, langkah ini terasa berani, bahkan revolusioner. Dan ternyata, keberanian itu membuahkan hasil yang luar biasa—bukan hanya untuk ayah dan bayinya, tapi juga untuk ibu dan hubungan mereka sebagai pasangan.
ADVERTISEMENT
Penelitian terbaru dari The Ohio State University mengungkap fakta menarik: Cuti ayah yang lebih panjang mampu mengubah dinamika keluarga secara positif. Para ibu menjadi lebih terbuka, lebih percaya, dan—yang paling penting—lebih sedikit meningkatkan keterlibatan ayah dalam merawat anak. Ini bukan sekadar soal pembagian tugas, tapi tentang membongkar stereotip kuno yang selama ini membebani ibu sebagai "penjaga gerbang" utama dalam parenting.

Ketika Ayah Hadir, Ibu Melepas Kendali

Reed Donithen, peneliti utama dan mahasiswa doktoral psikologi perkembangan, menjelaskan bahwa cuti panjang ayah menjadi sinyal kuat. "Ketika ayah mengambil waktu lebih lama, ibu melihatnya sebagai tanda bahwa ayah benar-benar ingin terlibat," katanya.
Hasilnya? Ibu cenderung mengurangi perilaku "gateclosing"—seperti mengkritik cara ayah mengganti popok atau meragukan kemampuannya menenangkan bayi yang rewel. Lebih dari itu, studi ini menunjukkan bahwa sikap ibu terhadap peran ayah juga berubah.
ADVERTISEMENT
Sarah Schoppe-Sullivan, profesor psikologi dan salah satu peneliti, menyebutkan bahwa cuti panjang ayah, membantu ibu melepaskan standar perfeksionis yang tak realistis terhadap ayah sebagai orang tua. "Ini sulit dilakukan, tapi waktu ekstra yang diambil ayah ternyata mampu menggeser cara pandang ibu tentang pengasuhan," ujarnya dengan antusias. Dan ya, ini memang sesuatu yang menggembirakan.

Fakta Mengejutkan dari Penelitian

Studi yang diterbitkan di jurnal Sex Roles ini melibatkan 182 pasangan dari proyek New Parents Project. Mereka adalah pasangan berpendidikan tinggi, kebanyakan menikah, dan berpenghasilan baik—tapi tetap saja, banyak dari mereka terjebak dalam pola tradisional: Ibu jadi penanggung jawab utama anak, ayah jadi pendamping. Namun, ketika ayah mengambil cuti lebih lama, pola itu mulai retak.
ADVERTISEMENT
Saat anak berusia 9 bulan, para peneliti mengukur apa yang disebut "maternal gatekeeping"—seberapa sering ibu mendorong atau justru menghambat keterlibatan ayah. Hasilnya jelas: Cuti panjang ayah membuat ibu lebih jarang menutup pintu partisipasi ayah. Tapi ada kejutan: ibu tidak serta merta jadi lebih aktif mendorong ayah (gateopening). Mengapa? Donithen menduga, banyak ibu masih terpaku pada anggapan bahwa merekalah "orang tua default". Namun, Schoppe-Sullivan melihat sisi optimisnya: "Mungkin ibu merasa ayah sudah cukup terlibat, jadi tak perlu dorongan ekstra," tuturnya.

Langkah Kecil, Dampak Besar

Bayangkan dampaknya: Ayah yang lebih hadir, ibu yang lebih santai, dan beban pengasuhan yang terbagi lebih adil. "Banyak pasangan, bahkan yang modern sekalipun, jatuh ke perangkap ketimpangan peran setelah jadi orang tua," kata Schoppe-Sullivan. Tapi studi ini membuktikan bahwa cuti ayah yang lebih panjang bisa jadi jalan keluar. Ini bukan cuma soal membantu ibu, tapi tentang membangun fondasi keluarga yang lebih setara—dan lebih bahagia.
ADVERTISEMENT
Jadi, untuk para calon ayah di luar sana, jangan takut melangkah lebih jauh. Ambil cuti itu. Tunjukkan bahwa anda bukan sekadar pendamping, tapi mitra sejati. Dan untuk para ibu, lepaskan kendali sedikit, percayalah pada pasangan anda. Bersama, kalian bisa menciptakan keajaiban baru dalam keluarga kecil kalian.