Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.97.0
Konten dari Pengguna
Like, Share, Stress: Pengaruh Media Sosial terhadap Psikologi Manusia Modern
12 Februari 2025 15:37 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari DANIEL GAGARIN tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
![Ilustrasi Depresi Cyberbullying Created by Daniel Gagarin via Grok (X)-](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1634025439/01jkvtw4tyy0f8at06fqw0pb6e.jpg)
Pendahuluan:
ADVERTISEMENT
Bayangkan ini: Anda baru bangun tidur, dan hal pertama yang Anda lakukan adalah meraih ponsel. Tanpa berpikir panjang, jari Anda mulai scroll-scroll Instagram, Twitter, atau TikTok. Sebelum Anda menyadarinya, 30 menit telah berlalu. Tapi, pernahkah Anda bertanya-tanya: apa sebenarnya yang terjadi di dalam otak kita setiap kali kita terpaku pada layar ponsel?
ADVERTISEMENT
Di era di mana "like" dan "share" menjadi mata uang sosial baru, media sosial telah menyusup ke hampir setiap aspek kehidupan kita. Tapi, di balik kemudahan berbagi momen dan terhubung dengan orang lain, ada dampak yang lebih dalam dan seringkali tak terlihat. Media sosial tidak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tetapi juga membentuk ulang cara kita berpikir, merasa, dan berinteraksi dengan dunia sekitar.
Mari kita telusuri lebih dalam bagaimana media sosial memengaruhi kesehatan mental, hubungan sosial, perilaku, dan bahkan identitas kita.
1. Kesehatan Mental di Era Digital: FOMO, Depresi, dan Gangguan Makan
Pernah merasa cemas karena melihat teman-teman Anda bersenang-senang di pesta yang tidak Anda hadiri? Atau merasa tidak percaya diri setelah melihat foto-foto sempurna di Instagram? Anda tidak sendirian. Fenomena ini dikenal sebagai Fear of Missing Out (FOMO), dan itu adalah salah satu efek psikologis paling umum dari media sosial.
ADVERTISEMENT
Penelitian dari Universitas Pennsylvania mengungkapkan bahwa membatasi penggunaan media sosial dapat mengurangi perasaan kesepian dan depresi, terutama di kalangan remaja. Sementara itu, Royal Society for Public Health di Inggris menyebut Instagram sebagai platform yang paling merusak kesehatan mental remaja. Mengapa? Karena platform ini sering memicu perbandingan sosial dan tekanan untuk memenuhi standar kecantikan yang tidak realistis.
Tidak hanya itu, media sosial juga berkontribusi pada gangguan makan. Survei oleh National Eating Disorders Association menunjukkan bahwa 47% anggotanya merasa Instagram memperburuk kondisi mereka. Gambar-gambar tubuh "sempurna" yang sering kali di-edit membuat banyak orang merasa tidak cukup baik, bahkan merusak citra diri mereka.
2. Hubungan Sosial atau Isolasi? Paradoks Konektivitas
Media sosial seharusnya membuat kita merasa lebih terhubung, bukan? Tapi kenyataannya, semakin banyak waktu yang kita habiskan di media sosial, semakin besar risiko kita merasa terisolasi. Penelitian dari University of Pittsburgh School of Medicine menemukan bahwa interaksi di media sosial seringkali bersifat dangkal dan tidak memenuhi kebutuhan emosional kita seperti halnya interaksi tatap muka.
ADVERTISEMENT
Selain itu, studi dari Harvard Business School menunjukkan bahwa meskipun kita memiliki ratusan bahkan ribuan "teman" online, jumlah hubungan yang benar-benar mendalam justru berkurang. Media sosial mungkin memberi kita kuantitas, tetapi seringkali mengorbankan kualitas hubungan.
3. Perubahan Perilaku: Tidur yang Buruk dan Gaya Hidup Pasif
Apakah Anda sering begadang hanya karena tidak bisa berhenti scrolling? Anda tidak sendiri. Penelitian dari University of Glasgow menunjukkan bahwa penggunaan media sosial di malam hari berkaitan dengan kualitas tidur yang buruk. Cahaya biru dari layar ponsel mengganggu produksi melatonin, hormon yang membantu kita tidur.
Tidak hanya itu, media sosial juga membuat kita kurang bergerak. Studi dari University of California, San Francisco, menemukan bahwa setiap jam tambahan yang dihabiskan di media sosial berkorelasi dengan penurunan aktivitas fisik. Jadi, semakin banyak waktu kita di depan layar, semakin sedikit waktu kita untuk berolahraga atau melakukan aktivitas fisik lainnya
ADVERTISEMENT
4. Cyberbullying dan Identitas Online: Dampak yang Tak Terlihat
Media sosial juga menjadi tempat berkembangnya cyberbullying. Menurut Pew Research Center, 59% remaja pernah mengalami bentuk-bentuk pelecehan online. Dampaknya bisa sangat serius, mulai dari kecemasan, depresi, hingga peningkatan risiko bunuh diri.
Selain itu, media sosial sering memaksa kita untuk menciptakan versi ideal diri kita. Penelitian dari University of Michigan menemukan bahwa banyak orang merasa tertekan untuk memproyeksikan kehidupan yang sempurna di media sosial. Ketika realitas tidak sesuai dengan gambaran ideal ini, hal itu bisa menyebabkan stres dan ketidakpuasan terhadap diri sendiri.
Kesimpulan: Temukan Keseimbangan di Dunia Digital
Media sosial memang membawa banyak manfaat: memudahkan komunikasi, menyebarkan informasi, dan memperluas jaringan sosial. Namun, dampak psikologisnya tidak bisa diabaikan. Dari kesehatan mental yang terganggu hingga hubungan sosial yang dangkal, media sosial telah mengubah cara kita hidup dalam banyak hal.
ADVERTISEMENT
Tapi, bukan berarti kita harus menghilangkan media sosial sepenuhnya. Kuncinya adalah menemukan keseimbangan. Cobalah untuk membatasi waktu layar, beristirahat dari media sosial secara berkala, atau fokus pada interaksi yang lebih bermakna.
Aksi: Mulailah Digital Detox
Jika Anda merasa terjebak dalam spiral media sosial, mungkin inilah saatnya untuk mencoba digital detox. Tidak perlu ekstrem—mulailah dengan langkah kecil, seperti mematikan notifikasi media sosial atau menetapkan batas waktu penggunaan harian. Ingat, ini bukan tentang meninggalkan media sosial sepenuhnya, tetapi tentang menggunakannya dengan cara yang lebih sehat dan sadar.
Dunia digital akan terus bergerak cepat, tetapi kita bisa memilih bagaimana kita meresponsnya. Mari kita mulai scroll dengan lebih bijak!