Konten dari Pengguna

Menari Bersama Hidup: Merayakan Bahagia, Menyambut Luka

DANIEL GAGARIN
Pensiunan PNS 30 tahun, kini fokus pada lingkungan, pertanian, dan perencanaan. Meski pensiun sejak 2021, semangat eksplorasi isu lingkungan, teknologi, dan kesehatan mental tak pernah padam. Berdedikasi penuh!
9 Mei 2025 15:43 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari DANIEL GAGARIN tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
“Life Journey Alone” – Foto oleh Warren di Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
“Life Journey Alone” – Foto oleh Warren di Unsplash
ADVERTISEMENT
Hidup mengalir seperti lingkaran. Ada masa ketika kita berada di puncak—tersenyum lebar, hati ringan, langkah mantap. Kebahagiaan datang silih berganti, dan dunia terasa seperti tempat paling ramah di semesta. Namun, ada pula saat-saat ketika kita terhempas ke dasar, tertunduk di bawah beban yang tak terlihat, bertanya-tanya kapan semua ini akan usai.
ADVERTISEMENT
Tapi bukankah setiap perjalanan punya iramanya sendiri?
Lihatlah alam di sekitar kita. Matahari terbit membawa kehangatan, lalu perlahan tenggelam, meninggalkan langit yang bersolek jingga. Musim datang dan pergi dengan tertib, mengajarkan kita tentang keindahan dalam perubahan. Segalanya bergerak dalam siklus—berulang, tapi tidak pernah benar-benar sama.
Begitu pula hidup kita. Saat bahagia menghampiri, segalanya tampak bercahaya. Warna-warni terasa lebih terang, waktu seolah melambat, dan kita ingin membekukan momen itu selamanya. Namun, bukankah justru karena kebahagiaan itu fana, ia jadi begitu berharga?
Lalu datanglah kesedihan, menghapus warna dari dunia. Matahari tetap bersinar, tapi tak lagi menghangatkan. Orang-orang tetap berlalu lalang, namun kita merasa asing dan sendirian. Di masa-masa inilah kita sering berbisik dalam hati, “Mengapa aku? Sampai kapan?”
ADVERTISEMENT
Namun, jika kita mau melihat lebih dalam, masa sulit bukanlah kutukan. Ia adalah bagian penting dari perjalanan. Seperti hujan yang menyuburkan tanah, kesulitan menguatkan akar dalam diri kita. Saat segalanya mudah, kita cenderung terlena. Tapi ketika badai datang, kita dipaksa menggali kekuatan yang sebelumnya tak kita sadari.
Aku teringat seorang teman yang pernah kehilangan pekerjaannya setelah lima tahun mengabdi. Dunia seolah runtuh baginya. Tapi dari reruntuhan itulah ia menemukan hasrat yang selama ini tersembunyi. Ia membangun usahanya sendiri—dan menemukan kebahagiaan yang lebih utuh. “Kadang kita harus kehilangan, agar bisa menemukan sesuatu yang lebih berharga,” katanya, tersenyum.
Cerita itu bukan satu-satunya. Di sekitar kita, bertebaran kisah serupa—tentang orang-orang yang menemukan jati diri setelah gagal, yang menemukan cinta sejati setelah patah hati, yang menemukan kedamaian setelah badai usai. Hidup, dengan segala naik turunnya, membentuk kita menjadi versi yang lebih kuat dan lebih utuh.
ADVERTISEMENT
Itulah sebabnya kita perlu menerima setiap fase dalam hidup—baik maupun buruk—dengan kesadaran bahwa semua ini punya makna. Masa sulit mengajarkan kita tentang ketahanan, kerendahan hati, dan keberanian. Masa bahagia mengajarkan kita tentang syukur, berbagi, dan mencintai hidup dengan sepenuh hati.
Sering kali, kita terlalu terpaku pada titik tempat kita berdiri sekarang. Saat berada di dasar, kita lupa bahwa kita pernah di atas—dan bisa kembali ke sana. Saat di atas, kita lupa bahwa kita pernah jatuh—dan bisa jatuh lagi. Padahal, memahami bahwa hidup ini adalah lingkaran yang terus berputar dapat menuntun kita pada kebijaksanaan yang lebih dalam.
Apa yang bisa kita lakukan ketika berada di titik terendah? Bertahanlah. Ingatlah bahwa semua ini hanyalah sementara. Carilah dukungan. Bicaralah pada orang-orang yang kita percaya. Temukan penghiburan dalam doa, dalam hening, dalam napas yang perlahan. Yang terpenting: jangan pernah berhenti berharap. Karena seperti malam yang pasti berganti pagi, kesedihan pun akan berganti menjadi kebahagiaan.
ADVERTISEMENT
Dan saat kamu berada di puncak? Nikmatilah dengan sepenuh hati. Jangan biarkan rasa takut akan kehilangan menggerogoti sukacita yang sedang kamu rasakan. Bagikan kebahagiaan itu dengan orang lain, karena bahagia adalah hal langka yang semakin dibagi justru semakin bertambah.
Pada akhirnya, hidup memang lingkaran yang tak pernah diam. Tapi kita bukan sekadar penumpang pasif. Kita adalah penari—yang belajar mengikuti irama kehidupan, menyesuaikan langkah meski tempo kadang cepat kadang lambat, meski musik kadang lembut kadang mengguncang.
Dan dalam tarian itulah, kita menemukan keindahan hidup yang sesungguhnya.
Jadi jika hari ini kamu berada di titik tergelap, percayalah—ini bukan akhir. Ini hanyalah satu bagian dari tarian besar kehidupan. Di balik awan kelabu, langit biru sedang menunggu. Dan ketika waktunya tiba, hangat matahari itu akan kembali menyapamu—dengan cara yang tak pernah kamu bayangkan, tapi justru sangat kamu butuhkan.
ADVERTISEMENT