Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.99.1
4 Ramadhan 1446 HSelasa, 04 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Rasa Malu Jepang: Refleksi bagi Indonesia dalam Melawan Korupsi
4 Maret 2025 14:35 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari DANIEL GAGARIN tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Bayangkan sebuah dunia di mana satu kesalahan kecil bisa menghancurkan segalanya—bukan hanya karier, tetapi juga kehormatan keluarga dan institusi tempat seseorang bekerja. Di Jepang, rasa malu bukan sekadar emosi yang berlalu begitu saja, tetapi sebuah nilai yang dijunjung tinggi sebagai bagian dari identitas kolektif. Sebaliknya, di Indonesia, praktik korupsi terus terjadi tanpa ada beban moral yang berarti bagi pelakunya. Artikel ini mengajak kita memahami budaya rasa malu di Jepang dalam menghadapi kesalahan serta merenungkan bagaimana hal itu dapat menjadi cermin bagi Indonesia.
ADVERTISEMENT
Jepang: Rasa Malu sebagai Kontrol Sosial dan Identitas Kolektif
Rasa malu, atau haji, adalah elemen fundamental dalam masyarakat Jepang yang berakar dari nilai-nilai Konfusianisme dan kolektivisme. Konsep menboku (harga diri) sangat dijaga, bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga demi menjaga reputasi keluarga dan lingkungan kerja. Dalam dunia bisnis, konsep ini menjadi pedoman utama yang mengatur perilaku individu.
Salah satu contoh nyata adalah kasus seorang pengisi suara terkenal dalam film Frozen yang diduga menggunakan narkotika pada Februari 2019. Meskipun tidak ditemukan barang bukti, hasil tes darah positif sudah cukup membuat reputasinya runtuh. Dalam hitungan hari, Disney Japan menarik DVD yang menampilkan suaranya, Sega menghapusnya dari game mereka, dan berbagai pihak mengambil langkah tegas untuk menjaga nama baik perusahaan (Japan Consulting Office, 2025).
ADVERTISEMENT
Bagi karyawan perusahaan Jepang, implikasinya bahkan lebih signifikan. Tindakan mereka, baik selama jam kerja atau waktu pribadi, secara langsung mencerminkan citra perusahaan tempat mereka bekerja. Aska Tsuchiya, seorang pelatih di Japan Consulting Office, menegaskan bahwa karyawan diharapkan menjaga reputasi perusahaan setiap saat. Keterkaitan ini menunjukkan bahwa perilaku individu bukan hanya tanggung jawab pribadi, tetapi juga bagian dari identitas sosial yang harus dijaga demi kehormatan kelompok.
Namun, budaya ini juga mengalami perubahan. Generasi muda Jepang mulai beralih ke individualisme yang lebih bebas, seperti dicatat dalam laporan Japanetic (4 Maret 2025). Pergeseran ini menimbulkan kecemasan sosial, karena individu semakin jauh dari keterikatan kolektif yang sebelumnya berfungsi sebagai pengendali moral yang kuat.
Indonesia: Rendahnya Rasa Malu dalam Kasus Korupsi
Di Indonesia, fenomena korupsi masih menjadi tantangan besar. Beberapa pejabat yang terbukti menyalahgunakan wewenang justru tetap tersenyum di depan publik, seolah-olah tidak ada beban moral yang harus ditanggung. Kasus korupsi dana bantuan sosial di tengah pandemi adalah salah satu contoh nyata, di mana dana yang seharusnya digunakan untuk membantu masyarakat malah dikorupsi demi kepentingan pribadi. Ironisnya, meskipun telah dihukum, banyak pelaku korupsi yang kembali diterima di lingkungan sosial mereka tanpa stigma yang berarti.
ADVERTISEMENT
Budaya gotong royong dan kekeluargaan yang seharusnya menjadi benteng moral, terkadang justru dimanfaatkan sebagai tameng bagi para pelaku korupsi. Hukuman sosial yang seharusnya menimbulkan efek jera sering kali tidak terjadi, membuat para pelaku merasa aman meskipun telah mencederai kepercayaan masyarakat.
Pelajaran yang Dapat Dipetik
Jepang mengajarkan bahwa rasa malu dapat menjadi mekanisme kontrol sosial yang efektif dalam mencegah tindakan tidak etis. Jika nilai ini diterapkan di Indonesia, maka pejabat yang melakukan korupsi akan menghadapi tekanan sosial yang kuat, sehingga mereka berpikir dua kali sebelum menyalahgunakan kekuasaan.
Namun, seperti yang dicatat oleh Fujikawa dan Eto (2022), rasa malu bukan hanya sekadar fenomena sosial, tetapi juga hasil dari dinamika budaya dan sejarah. Jepang sendiri mengalami perubahan, di mana generasi muda mulai bergeser dari nilai-nilai kolektivisme tradisional. Ini menunjukkan bahwa budaya malu dapat berubah seiring waktu, tetapi tetap dapat berfungsi sebagai pengendali moral jika diterapkan dengan baik dalam masyarakat.
ADVERTISEMENT
Indonesia perlu membangun kembali kesadaran bahwa korupsi bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi juga pengkhianatan terhadap nilai-nilai moral bangsa. Pendidikan harus menanamkan pemahaman bahwa korupsi merugikan semua orang, dan sanksi sosial harus ditegakkan agar pelaku merasa bahwa perbuatannya tidak dapat diterima oleh masyarakat.
Penutup: Membangun Budaya Malu sebagai Benteng Moral
Rasa malu di Jepang telah terbukti menjadi kekuatan yang menjaga integritas sosial. Sebaliknya, di Indonesia, minimnya rasa malu dalam kasus korupsi justru semakin memperparah kondisi bangsa. Kita perlu menumbuhkan budaya di mana korupsi dianggap sebagai perbuatan tercela yang membawa konsekuensi sosial yang nyata. Dengan membangun kesadaran kolektif, kita dapat mendorong lahirnya generasi yang lebih berintegritas dan menjadikan rasa malu sebagai benteng moral dalam melawan korupsi.
ADVERTISEMENT
Seperti yang diamati dalam studi psikologi sosial di Jepang, rasa malu juga diajarkan sejak kecil melalui interaksi sosial, terutama dalam pendidikan. Jika Indonesia ingin menerapkan mekanisme serupa, maka pendidikan moral dan karakter harus diperkuat sejak dini.
Karena tanpa rasa malu, korupsi akan terus merajalela, dan bangsa ini akan semakin jauh dari cita-cita keadilan dan kesejahteraan bagi semua.
Referensi
Fujikawa, H., & Eto, M. (2022). The Complex Concept of Shame: A Product of History and Culture. Academic Medicine, 97(8), 1095-1096.
Japan Consulting Office. (2025). The concept of shame and its implications for local employees of Japanese companies. Diakses dari https://www.japanconsultingoffice.com
Japanetic. (2025, Maret 4). The duality of shame & anxiety in modern Japan. Diakses dari https://newsletter.japanetic.com
ADVERTISEMENT