Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.0
6 Ramadhan 1446 HKamis, 06 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Tikus di Lumbung, Koruptor di Kursi: Kisah Kerakusan yang Tak Usai
5 Maret 2025 10:14 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari DANIEL GAGARIN tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Bayangkan malam yang sunyi di sebuah kampung. Tiba-tiba, terdengar suara berisik di sudut dapur. Paginya, beras yang cukup untuk sebulan kini tinggal separuh, kain di lemari compang-camping, dan kabel listrik penuh gigitan. Pelakunya? Seekor tikus kecil yang bergerak diam-diam.
ADVERTISEMENT
Sekarang, alihkan pandangan ke gedung-gedung megah di kota: pria dan wanita berjas rapi duduk di kursi empuk, mengendalikan angka-angka triliunan. Mereka tidak menggerogoti beras, tetapi sesuatu yang jauh lebih berharga—kepercayaan dan kesejahteraan rakyat. Tikus dan koruptor: dua wajah berbeda, satu keserakahan yang sama. Mereka adalah pencuri senyap yang menghancurkan tanpa suara.
Dua Wajah, Satu Nafsu
Tikus adalah ahli bertahan hidup. Mereka menyelinap melalui celah sempit, mengambil apa saja tanpa rasa takut atau peduli pada dampaknya. Kabel listrik yang digigit bisa menyebabkan kebakaran, beras yang habis bisa membuat keluarga kelaparan—tetapi bagi tikus, dunia hanyalah sumber makanan tanpa batas.
Koruptor pun demikian. Mereka tidak merusak rumah, tetapi menghancurkan negara. Dengan jabatan sebagai tameng dan senyum sebagai topeng, mereka menggerogoti anggaran yang seharusnya membangun sekolah, memperbaiki jalan, dan menyelamatkan nyawa di rumah sakit.
ADVERTISEMENT
Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada tahun 2024, kerugian keuangan negara akibat korupsi mencapai Rp28,4 triliun berdasarkan laporan penanganan perkara hingga Desember 2024. Angka ini meningkat dari Rp20,1 triliun pada tahun 2023, menunjukkan bahwa nafsu korupsi tak kunjung reda.
Dana sebesar itu cukup untuk membangun lebih dari 5.600 sekolah dasar baru atau menyediakan fasilitas kesehatan gratis bagi 14 juta warga miskin selama setahun, menurut estimasi Kementerian Keuangan dan Badan Pusat Statistik (BPS).
Ketidakpedulian yang Menahun
Yang lebih memilukan adalah ketidakpedulian mereka. Tikus tidak berhenti meski lumbung kosong, begitu pula koruptor. Salah satu kasus terbaru yang mencuat pada awal 2025 adalah dugaan korupsi pengadaan fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) kepada PT PE, yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp5,2 triliun.
ADVERTISEMENT
KPK menetapkan lima tersangka pada 4 Maret 2025, termasuk pejabat tinggi dan pihak swasta, yang diduga sengaja memanipulasi proses untuk keuntungan pribadi. Dana ini seharusnya mendukung ekspor UMKM, tetapi malah menguap di tangan segelintir orang.
Contoh lain adalah kasus gratifikasi di Direktorat Jenderal Pajak yang terungkap pada 25 Februari 2025. Seorang pejabat pajak diduga menerima suap Rp3,8 miliar untuk mengurangi pajak perusahaan tertentu, sementara rakyat kecil terus terbebani pajak tanpa keringanan.
Dampak Nyata Korupsi
Mereka tidak mendengar tangis seorang ibu yang kehilangan anaknya karena rumah sakit kehabisan obat—dana kesehatannya sudah raib. Mereka tidak peduli pada petani yang menatap sawah kering karena proyek irigasi tak kunjung terealisasi—anggarannya lenyap di meja-meja gelap.
ADVERTISEMENT
Bagi mereka, rakyat hanyalah angka dalam laporan, sementara kekuasaan adalah permainan yang harus dimenangkan.
Akhir dari Kerakusan
Namun, tak ada yang bisa bersembunyi selamanya. Tikus yang terlalu rakus akhirnya tertangkap, dan koruptor pun tak bisa lari dari keadilan. Sepanjang 2024, KPK berhasil menangani 137 kasus korupsi dengan total 214 tersangka.
Salah satu contoh nyata adalah kasus Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor, yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada akhir 2024 terkait penerimaan hadiah Rp10 miliar. Kasus ini melibatkan enam tersangka lain dan menjadi bukti bahwa hukum masih memiliki taring.
Hingga Februari 2025, KPK telah memulihkan aset negara senilai Rp15,3 triliun melalui penyitaan dan pengembalian dari berbagai perkara, meskipun angka ini masih jauh dari total kerugian yang terjadi.
ADVERTISEMENT
Tantangan dan Harapan
Waktu adalah hakim yang tak bisa disuap, dan setiap rupiah yang mereka curi adalah bumerang yang suatu saat akan menghantam kembali. Indeks Perilaku Antikorupsi (IPAK) 2024 yang dirilis BPS menunjukkan skor 3,85 (skala 0-5), turun dari 3,92 pada 2023.
Penurunan ini mengindikasikan bahwa sikap permisif masyarakat terhadap korupsi masih menjadi tantangan besar, memperpanjang umur kerakusan para koruptor.
Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Jika tikus diusir dengan jebakan dan kebersihan, maka koruptor harus dilawan dengan hukum yang tegas dan sistem yang transparan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendukung visi pemerintahan baru Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Program prioritas pemberantasan korupsi mencakup pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset, yang hingga Maret 2025 masih dalam pembahasan DPR. Tujuannya adalah mempercepat pemulihan kerugian negara tanpa menunggu putusan pidana.
ADVERTISEMENT
Namun, itu tak cukup. Sikap permisif—membiarkan suap kecil, menutup mata terhadap koneksi haram—adalah celah yang memberi mereka tempat bertelur. Data KPK menunjukkan bahwa 62 persen kasus korupsi pada 2024 bermula dari praktik suap dalam skala kecil yang dibiarkan berlarut-larut.
Penutup: Sebuah Ajakan
Kita harus bersuara saat melihat ketidakadilan, melaporkan jika ada penyimpangan, dan mengajarkan bahwa kejujuran bukan sekadar teori di buku pelajaran. Kampanye antikorupsi KPK seperti "Anti-Corruption Film Festival 2024" dan "Festival Pena Antikorupsi" terus digencarkan untuk membangun kesadaran masyarakat.
Bayangkan Indonesia tanpa tikus di lumbung dan tanpa koruptor di kursi kekuasaan. Anak-anak bisa belajar di sekolah yang layak, petani menuai hasil di sawah hijau, dan ibu-ibu tak lagi cemas memikirkan hari esok.
ADVERTISEMENT
Itu bukan utopia—itu adalah masa depan yang bisa kita ciptakan, asalkan kita berani melangkah. Karena pada akhirnya, kebersihan—baik fisik maupun nurani—adalah senjata terbaik untuk mengusir kerakusan dari negeri ini.
Mari kita mulai, sekarang.