Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Bulan Suci Ramadan, Metode Tuhan Berpolitik kepada Manusia
7 Maret 2024 13:59 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Yusuf Septian Nur Effendy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Marhaban Ya Ramadan!
Seringkali kalimat tersebut diucapkan oleh kita, juga berseliweran di beranda media sosial masing-masing. Umumnya ramai ketika satu bulan atau dua pekan menjelang masuknya pergantian bulan dalam Islam, yaitu dari bulan Sya’ban ke bulan suci Ramadan.
ADVERTISEMENT
Di berbagai daerah di Indonesia, berbagai giat dan kesibukan mulai nampak dalam rangka menyambut bulan Suci. Mulai lapak takjil yang mulai dipatok, kerja bakti pembersihan masjid, penyusunan acara lomba-lomba Islami, mulai dihiasnya lingkungan tempat tinggal dan area ibadah, serta masih banyak lagi.
Tentu ini semua merupakan hal positif yang patut disyukuri dan dipertahankan di tengah-tengah lingkup masyarakat kita. Terlebih karena kita memiliki label sebagai Negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di muka bumi.
Berbicara mengenai keistimewaan, sudah pasti akan banyak kita temui dan mudah dapatkan. Baik di buku-buku yang khusus membahas tentang istimewanya bulan Ramadan. Hal yang sama juga akan kita jumpai saat berselancar di dunia maya melalui gawai pribadi.
ADVERTISEMENT
Jika semisal ada yang membuat survei online tentang bulan Islam apakah yang paling popular dan dikenal oleh masyarakat Islam di Indonesia dan dunia? Jelas dan pastinya mayoritas akan memilih bulan Ramadan untuk menempati peringkat pertama.
Ini bukanlah tanpa sebab. Karena Allah dan Rasulullah sendiri telah banyak menyampaikan kabar gembira tentang tamu agung yang datang tiap setahun sekali dan bermukim selama kurang lebih 30 hari ini.
Seperti halnya pada kutipan dalam kitab Durratun Nashihin karya Syaikh Utsman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syakir al-Khaubawiyyi (w. 1824 M). Terlepas dari sisi autentik dan perdebatan ilmiah di dalamnya, kitab ini salah satunya topiknya membahas tentang keutamaan suatu amal dan penjelasan berbagai hal di Islam, contohnya bulan Ramadan.
ADVERTISEMENT
Pada salah satu kutipan, dijelaskan Allah melepaskan sejuta tawanan dari neraka setiap hari di bulan tersebut, meningkat menjadi sejuta setiap jam di hari Jumat, dan puncaknya adalah hari terakhir di bulan suci.
Hadis-hadis yang terkandung di dalamnya juga memiliki ajakan soal rasa cinta sebagai dasar dalam mengawali sesuatu khususnya tindak tanduk selama bulan Ramadan. Seperti barang siapa yang di dalam hatinya bergembira dengan kedatangan bulan suci Ramadan, Allah mengharamkan tubuhnya terhadap neraka. Rasulullah juga mengatakan jika Allah mencintai mereka yang mencintai bulan Ramadan serta mencari-Nya dengan bersungguh-sungguh.
Sedang itu, anjuran dan amalan dalam kitab Durratun Nashihin menekankan pentingnya menghormati bulan suci Ramadhan, menjauhi kemaksiatan, dan mengupayakan agar umat Islam sering disibukkan dengan ketaatan seperti salat, bertasbih, zikir, juga membaca Al-Qur’an.
ADVERTISEMENT
Manusia merupakan makhluk yang rasional dan terkadang atau bahkan sering menekankan unsur ekonomis di kehidupannya. Asumsinya adalah mereka akan bergerak ekstra saat di iming-imingi sesuatu imbalan lebih. Jika dikaitkan, hal ini setidaknya sedikit ada persamaan dengan salah satu teori sosial yang dikembangkan oleh Thibaut dan Kelly yaitu social exchange theory.
Individu atau kelompok cenderung menyukai pengorbanan (cost) yang minim namun dengan penghargaan (reward) yang dirasa lebih atau cukup. Karena sebagai pencipta manusia yang mana tentu lebih paham dengan karakteristik ciptaanNya, Allah SWT menjadikan salah satu bulan pada hitungan kalender Islam sebagai bulan yang istimewa.
Ketika seorang hamba beribadah di bulan suci Ramadhan, maka kebaikan pahala akan dilipat gandakan sekaligus momentum pengguguran massal dosa-dosa yang dilakukan umat-Nya di masa lalu. Maka tak jarang banyak kaum Muslimin berlomba-lomba beramal dan bertaubat di bulan tersebut. Baik bentuknya mengkhatamkan Al-Qur’an, i’tikaf di masjid, dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Puasa adalah perintah wajib yang juga menjadi “identitas” dari bulan yang menghampiri setahun sekali ini. Secara etimologi, pengertian puasa, shaum atau shiyam, yaitu “al-Imsaku ‘an al-Syai” (الإمساك عن الشيء) yang berarti mengekang atau menahan diri dari sesuatu. Seperti yang telah kita ketahui misalnya menahan diri dari makan, minum, bercampur dengan istri, berbicara yang tidak berfaedah dan lain sebagainya.
Sedang itu secara pengertian terminologis, mengutip dari kitab Al-Manar karya syekh Rasyid Ridha, puasa adalah:
اْلإِمْسَاكُ عَنِ اْلأَكْلِ وَالشُّرْبِ وَغَشَيَانِ النِّسَاءِ مِنَ الْفَجْرِ إِلَى الْمَغْرِبِ إِحْتِسَاباً لِلَّهِ وَإِعْدَادًا لِلنَّفْسِ وَ تَهِـيِـيْئةً لَهاَ لِتَقْوَى اللهِ باِلْمُرَاقَبَةِ وَترْبِيَةِ اْلإِرَادَةِ
ADVERTISEMENT
Perintah atau dalil berpuasa baik di Al-Qur’an dan As-sunnah pun banyak dijelaskan:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ
Artinya:
Lalu terdapat hadis dari Rasulullah SAW yang menerangkan tentang keutamaan orang berpuasa:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
Artinya:
ADVERTISEMENT
Ada hal unik dari ibadah puasa yang dilakukan oleh umat Islam khususnya pada saat memasuki bulan suci Ramadan. Sebagaimana yang diterangkan pada salah satu bagian hadis tersebut. Disebutkan Allah berkata puasa itu adalah untukNya dan akan dibalas langsung juga olehNya kelak.
Allah yang Maha Agung dan pencipta segalanya, hingga rela berjanji atas dasar ibadah puasa dan seolah membutuhkan amalan puasa dari makhluk ciptaanNya. Sebagaimana juga seperti intisari pada buku salah satu karya budayawan dan cendekiawan Nasional tanah air, Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun dalam tulisannya yang berjudul “Tuhan pun Berpuasa”.
Bulan suci Ramadan selayaknya seperti negosiasi atau hadiah politik dari Sang Tuhan kepada manusia. Dengan harapan agar lebih dekat bersama konstituennya yang berada dan tersebar di seluruh penjuru bumi.
ADVERTISEMENT