Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Sihir Magis Presiden Jokowi di Perhelatan Pilpres 2024
26 Februari 2024 9:00 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Yusuf Septian Nur Effendy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh : Yusuf Septian Nur Effendy, M.Sos
Alumni S2 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
ADVERTISEMENT
“Politic ruins the character”.
Otto von Bismarck (1871-1890)
Kalimat singkat kanselir Jerman tersebut nampaknya sangat sesuai dengan kondisi psikologis baik penonton dan pelaku perpolitikan tanah air kita. Politic ruins the character atau politik merusak karakter seseorang agaknya bukanlah sebuah dongeng dan isapan jempol belaka.
Menjabat sebagai Presiden RI dua periode, tak dapat dipungkiri Jokowi telah mencatat sejumlah prestasi. Pun sama begitu halnya dengan tragedi demokrasi di negeri ini.
Menang dua kali beruntun melawan Prabowo Subianto, kabar kurang sedap bagi demokrasi kita tercium saat fase-fase awal pemerintahan Jokowi di periode kedua santer adanya wacana isu penundaan pemilu atau tiga periode dengan argumen kondisi Negara yang darurat akibat pandemi.
Alasan lainnya karena sejumlah elit politik mewacanakan hal tersebut dan tidak dapat dilarang, Karena merupakan bagian dari kebebasan berpendapat dan demokrasi.
ADVERTISEMENT
“Tetapi, kalau sudah pada pelaksanaan, semuanya harus tunduk dan taat pada konstitusi," kata Jokowi di Istana Bogor, Jawa Barat tahun 2022 lalu sebagaimana dikutip BBC Indonesia.
Setahun berikutnya layaknya seorang king maker, Jokowi mulai menjalankan ambisinya dalam melanggengkan kekuasaan. Kali ini bukan atas permintaan partai yang pernah mengusungnya dulu, namun atas dorongan pribadi.
Sosok yang dahulu dikenal publik sebagai pribadi yang halus dan “wayang” partai banteng bermoncong putih, kini bertransformasi sebagai “dalang” dan pemberontak atas segala huru hara demokrasi di Indonesia.
Ucapan yang kerap berubah-rubah juga mewarnai rekam jejak digital Jokowi selama memasuki ajang demokrasi terbesar lima tahunan ini.
Pada 4 Mei 2023, Jokowi menegaskan ia tidak cawe-cawe dan bukan urusannya. Karena itu adalah ranah partai koalisi yang mengusung. Tetapi publik seolah sudah mengerti, bukan Jokowi namanya jika ucapannya berubah di kemudian hari.
ADVERTISEMENT
Masih di bulan yang sama, tepatnya pada 29 Mei 2023 Jokowi mengatakan “saya harus cawe-cawe” dalam pemilu 2024 sebagaimana keterangannya di hadapan awak media dikutip dari Tempo.
Meski di kemudian hari, pernyataan ini diklarifikasi pihak istana yang menyebutkan cawe-cawe yang dimaksud oleh Jokowi adalah agar pemilu 2024 berjalan demokratis, jujur, dan adil.
Waktu terus berlalu, satu persatu Jokowi mulai mengeluarkan “sihir magisnya” dalam rangka mempertahankan pengaruhnya di Negara kepulauan terbanyak di dunia ini.
Investigasi Tempo menemukan, ada temuan dan peran menteri sekretaris kabinet, Pratikno dalam mengupayakan lolosnya Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres melalui perubahan jalur hukum yang dinakhodai pamannya sendiri yang juga sekaligus ketua MK, Anwar Usman.
Tak ayal keputusan tersebut membuat gaduh seantero negeri karena di anggap mencederai demokrasi yang sudah lama terbangun. Jumlah pertemuan yang intens bersama salah satu kandidat yang juga adalah menterinya sendiri, Prabowo menuai kontroversi.
ADVERTISEMENT
Alih-alih menjadi suri tauladan bagi rakyatnya, tindakan Jokowi dinilai tidak etis dan sudah seharusnya bersikap netral. Terlebih saat ia menampilkan potongan UU Pemilu yang membolehkan presiden ikut berkampanye. Meski ia tidak menjelaskan secara komprehensif.
Sihir lainnya adalah adanya indikasi penyalahgunaan perangkat Negara dan daerah guna memuluskan Prabowo-Gibran sebagai Presiden berikutnya dengan hanya satu putaran. Ini sebagaimana yang dibedah dalam film “Dirty Vote” karya sutradara Dhandy Laksono. Film berdurasi hampir dua jam dan jelang beberapa hari sebelum pencoblosan ini telah ditonton jutaan orang dalam waktu singkat serta menuai beragam komentar.
Lalu sihir yang terakhir yaitu pembagian bantuan sosial (bansos) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang di anggarkan Presiden senilai Rp 28,8 T dengan durasi Januari-Maret 2024 sebagaimana bersumber dari CNBC Indonesia.
ADVERTISEMENT
Turun langsung untuk membagikan bantuan tersebut di tengah masyarakat tanpa keterlibatan kementerian sosial, aktivis dan pengamat beranggapan Jokowi menjalankan praktik politik “gentong babi” atau pork barrel.
Upaya yang dilakukan oleh politikus dengan memberikan apa yang mereka butuhkan sebagai wujud transaksional karena telah mendukungnya. Praktik ini sendiri dikecam karena rawan penyelewengan dan penyalahgunaan wewenang.
Situasi yang kian rumit dan tidak terkontrol pada akhirnya membuat kalangan akademisi “turun gunung” menanggapi kondisi demokrasi yang kian terdegradasi. Sejumlah kampus menyatakan permohonan sikap agar Presiden netral dan tidak menyalahgunakan kekuasaan.
Meski kembali lagi-lagi Jokowi menanggapi santai pernyataan itu dan seolah tidak mau ambil pusing. Pertemuan tertutup dengan ketua umum Nasdem, Surya Paloh juga sempat mencuri perhatian publik beberapa hari lalu.
ADVERTISEMENT
Terbaru, Jokowi melantik ketua partai Demokrat yang juga anak Presiden ke-6 RI, Agus Harimurti Yudhoyono sebagai menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR). Dimana partai ini telah 10 tahun bersebrangan dengan pemerintah, meski di pemilu kali ini berkoalisi.
Ini sekaligus menegaskan sulitnya keluar dari pengaruh sihir magis Jokowi di ajang pemilu 2024. Akankah di sisa jabatannya yang tinggal 8 bulan lagi, ia akan mengeluarkan sihir magis terbaru atau “ilmunya” ini akan diwariskan untuk keluarga-keluarganya ke depan nanti?
Akankah stigma keluarga Jokowi yang ramah dan murah senyum tergantikan dengan wajah neo-monarki? Ataukah itu adalah karakter atau wujud asli keluarga yang berasal dari tukang mebel kayu tersebut?
(Penulis merupakan lulusan S2 prodi Komunikasi Penyiaran Islam dengan memfokuskan diri pada kajian ilmu komunikasi politik)