Konten dari Pengguna

Tingginya IPM Banda Aceh di Tengah Kemiskinan Aceh: Sebuah Kontradiksi Sosial

Patrick Farkhanudin
Mahasiswa DIV Komputasi Statistik Politeknik Statistika STIS
5 Februari 2025 8:19 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Patrick Farkhanudin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto oleh Sangga Rima Roman Selia di Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Foto oleh Sangga Rima Roman Selia di Unsplash
ADVERTISEMENT
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator penting yang mencerminkan kualitas pembangunan manusia di suatu wilayah. Semakin tinggi nilai IPM, semakin baik pula tingkat pembangunan manusia yang mencakup tiga dimensi utama: umur panjang dan sehat, pengetahuan, serta standar hidup layak. IPM dihitung berdasarkan empat indikator, yaitu harapan hidup saat lahir, harapan lama sekolah (HLS), rata-rata lama sekolah (RLS), dan pengeluaran per kapita yang disesuaikan.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Provinsi Aceh memiliki angka IPM sebesar 74,03, yang menjadikannya tertinggi kelima di Pulau Sumatera dan peringkat ke-11 secara nasional. Namun, jika kita melihat lebih dalam, Banda Aceh sebagai ibu kota provinsi memiliki IPM yang jauh lebih tinggi, yakni 87,17. Angka ini menjadikan Banda Aceh sebagai kota dengan IPM tertinggi kedua di Indonesia, hanya kalah dari Yogyakarta yang memiliki IPM sebesar 88,77. Dengan angka setinggi ini, Banda Aceh seharusnya menjadi kota dengan kesejahteraan yang lebih baik. Namun, mengapa Aceh masih menjadi provinsi termiskin di Sumatera?

Faktor Pendorong Tingginya IPM Banda Aceh

Salah satu faktor utama yang mendongkrak IPM Banda Aceh adalah sektor pendidikan. Harapan lama sekolah di kota ini mencapai 17,94 tahun, tertinggi di Indonesia. Artinya, penduduk usia 7-24 tahun di Banda Aceh memiliki peluang besar untuk menempuh pendidikan hingga jenjang S2. Rata-rata lama sekolah juga sangat tinggi, yaitu 13,10 tahun, yang berarti mayoritas penduduk berusia 25 tahun ke atas telah menamatkan pendidikan setara dengan D1.
ADVERTISEMENT
Keunggulan ini tidak lepas dari tingginya jumlah fasilitas pendidikan yang tersedia. Mengacu pada data BPS, Banda Aceh memiliki 109 sekolah dasar, 49 sekolah menengah pertama, dan 47 sekolah menengah atas atau sederajat. Selain itu, kota ini juga menjadi rumah bagi 20 perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta. Dengan luas wilayah yang relatif kecil dan status sebagai ibu kota provinsi, akses terhadap pendidikan di Banda Aceh menjadi lebih mudah dibandingkan daerah lain di Aceh.
Faktor lain yang turut berperan adalah daya tarik Banda Aceh sebagai pusat administrasi dan ekonomi provinsi. Banyak sumber daya manusia (SDM) berkualitas yang berkumpul di kota ini, sehingga masyarakatnya lebih mudah mengakses berbagai fasilitas pembangunan dan meningkatkan taraf hidupnya. Namun, di sisi lain, kemajuan Banda Aceh tidak merata ke seluruh wilayah Aceh.
ADVERTISEMENT

Ketimpangan Pembangunan di Aceh

Meskipun Banda Aceh menunjukkan perkembangan pesat dalam sektor pendidikan dan pembangunan manusia, hal ini tidak terjadi secara merata di kabupaten/kota lain di Aceh. Perbedaan IPM yang mencolok antarwilayah menunjukkan bahwa pembangunan masih sangat terfokus di Banda Aceh. Kota Langsa, yang memiliki IPM tertinggi kedua di Aceh, IPM-nya hanya mencapai 78,81, terpaut 8,36 poin dari Banda Aceh. Sementara itu, Kota Subulussalam memiliki IPM terendah di Aceh, yaitu 68,04, yang menunjukkan ketimpangan pembangunan yang sangat lebar.
Ketimpangan ini berdampak langsung pada angka kemiskinan di Aceh. Meskipun memiliki IPM yang relatif tinggi, Aceh masih menjadi provinsi dengan persentase penduduk miskin tertinggi di Sumatera, mencapai 12,64% pada tahun 2024 (Sumber: BPS). Angka ini jauh tertinggal dibandingkan Kepulauan Riau yang memiliki tingkat kemiskinan terendah, yakni 4,78%.
ADVERTISEMENT
Salah satu indikator penyusun IPM yang mencerminkan kondisi ekonomi masyarakat adalah pengeluaran per kapita per tahun. Aceh memiliki angka pengeluaran per kapita sebesar Rp10.811.000, terendah di Sumatera (Sumber: BPS). Bandingkan dengan Kepulauan Riau yang mencapai Rp15.573.000. Rendahnya pengeluaran per kapita ini menjadi cerminan dari tingkat kesejahteraan dan standar hidup layak yang masih tertinggal di Aceh, yang berakibat langsung pada tingginya angka kemiskinan.

Kualitas SDM dan Tantangan Ekonomi

Fenomena ini menunjukkan bahwa tingginya angka pendidikan tidak selalu berbanding lurus dengan kesejahteraan ekonomi. Meskipun masyarakat Aceh, terutama di Banda Aceh, memiliki akses pendidikan yang tinggi, tantangan terbesar yang dihadapi adalah terbatasnya lapangan pekerjaan yang mampu menyerap tenaga kerja terdidik. Hal ini menyebabkan banyak lulusan perguruan tinggi yang kesulitan mendapatkan pekerjaan sesuai dengan keahlian mereka, sehingga angka pengangguran tetap tinggi.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kualitas pendidikan juga menjadi tantangan tersendiri. Akses terhadap pendidikan tinggi memang luas, tetapi kualitas pendidikan di Aceh masih perlu ditingkatkan agar lulusan-lulusannya lebih kompetitif di dunia kerja. Kesenjangan kualitas sekolah antara daerah unggulan dan daerah tertinggal juga menjadi faktor yang memperburuk ketimpangan pembangunan manusia di Aceh.

Kesimpulan

Banda Aceh dengan angka IPM yang sangat tinggi menjadi contoh bagaimana akses pendidikan yang luas dapat meningkatkan pembangunan manusia. Namun, fenomena ini juga memperlihatkan kontradiksi besar: meskipun memiliki angka pendidikan yang tinggi, Aceh masih tertinggal dalam aspek kesejahteraan ekonomi. Rendahnya pengeluaran per kapita dan tingginya angka kemiskinan menjadi bukti bahwa pembangunan manusia yang tinggi tidak cukup jika tidak dibarengi dengan peningkatan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi yang merata.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, selain meningkatkan akses pendidikan, diperlukan strategi yang lebih holistik untuk mengatasi masalah kemiskinan di Aceh. Peningkatan kualitas pendidikan, penciptaan lapangan kerja baru, serta pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Aceh menjadi kunci agar IPM yang tinggi dapat benar-benar mencerminkan kesejahteraan yang lebih baik bagi seluruh masyarakat Aceh.