Konten dari Pengguna

Angkot : Sumber Keresahan atau Jawaban

Nazmi Syihab
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Pamulang
7 Desember 2024 21:38 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nazmi Syihab tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sopir Angkot Membersihkan Jendela Angkotnya Sembari Ngetem. Sumber : Nazmi Syihab
zoom-in-whitePerbesar
Sopir Angkot Membersihkan Jendela Angkotnya Sembari Ngetem. Sumber : Nazmi Syihab
ADVERTISEMENT
Tangerang Selatan – Angkutan Kota (Angkot) pertama kali beroperasi pada tahun 1943 ketika Indonesia masih dijajah oleh Jepang. Saat itu, angkot atau oplet menjadi sangat populer karena mampu melakukan bepergian dengan 10 orang di dalamnya. Tujuan atau rutenya disesuaikan dengan warna atau nomor yang tertera di badan angkot. Dengan harga yang bervariasi dan relatif murah, angkot menjadi pilihan transportasi utama untuk bepergian.
ADVERTISEMENT
Sebagai negara yang memiliki populasi terbanyak ke-4 di dunia, kepadatan di jalan raya menjadi permasalahan di berbagai kota. Ada beberapa alasan mengapa kemacetan sering terjadi, seperti banyaknya jumlah populasi, banyaknya jumlah kendaraan pribadi yang turun ke jalan, atau kurangnya akses jalan. Selain itu, jumlah angkot yang terlalu banyak juga menjadi alasan mengapa kemacetan sering terjadi, apalagi dengan hobi yang ngetem (menunggu penumpang) sembarangan, membuat citra angkot menjadi buruk di kalangan masyarakat.
Jika melihat dari fungsinya, alasan Angkot ngetem tidak lain dan tidak bukan adalah mencari untung dengan memperbanyak penumpang. Tentu tidak salah jika alasannya memang seperti itu. Namun yang menjadi permasalahan, ketika angkot dengan jumlah yang banyak, lalu berhenti di pinggir jalan dan menghabiskan banyak ruas jalan. Akhirnya hal tersebut membuat kendaraan-kendaraan lain menjadi sulit untuk bermobilisasi.
ADVERTISEMENT
Selain itu, citra angkot semakin buruk karena dikenal sering ugal-ugalan. Beberapa angkot sering menaikkan kecepatannya hanya untuk menghindari kemacetan, atau mengejar posisi strategis yang menjadi tempat paling pas untuk mendapatkan penumpang.
Bahkan, JakLingko, sebuah kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah daerah Jakarta melalui dinas perhubungan Jakarta, masih memiliki beberapa kekurangan dalam penerapannya. Padahal, kebijakan tersebut sering dianggap sebagai solusi terbaik dalam permasalahan ini.
Ada beberapa bukti bahwa JakLingko masih memiliki kekurangan. Melansir laman TEMPO, tepatnya pada tanggal 30 Juli 2024, sopir-sopir JakLingko mengadakan demo di depan balai kota. Demo tersebut berisikan aspirasi mereka, khususnya untuk menuntut upah yang layak. Selain itu, ternyata masyarakat sekitar sempat resah dengan JakLingko yang ugal-ugalan. Saat dicari tahu, ternyata alasan mereka ugal-ugalan adalah mereka ingin mengejar jarak tempuh saat jam kerja. Hal tersebut tidak terlepas dari sebuah kebijakan yang menyatakan bahwa upah sopir JakLingko itu berdasarkan jumlah jarak tempuh mereka saat jam kerja, bukan dari seberapa banyak penumpang yang dia bawa.
ADVERTISEMENT
Meski memiliki citra yang buruk dari beberapa kalangan, keberadaan angkot masih sangat dibutuhkan. Masyarakat menengah ke bawah yang ingin bepergian masih memilih angkot sebagai prioritas utama. Selain harganya yang terjangkau, jumlah angkot yang cukup besar menjadi alasan utama bagi mereka yang ingin mencari kendaraan umum yang murah dan tidak perlu menunggu lama kedatangannya.
Bersamaan setelah pasca pilkada, ini merupakan momen yang pas untuk mengatur kebijakan angkot di jalan raya. Perlu ada penegasan jumlah angkot yang bisa beroperasi, pelatihan sopir-sopir juga menjadi prioritas yang tidak kalah penting. Demi kenyamanan dan keamanan di jalan raya, semua pihak perlu terlibat di dalamnya. Masyarakat tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah, dan pemerintah tidak bisa hanya menuntut masyarakat. Semua perlu berimbang, dan saling menguntungkan.
ADVERTISEMENT
Nazmi Syihab, mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Pamulang