Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Dilema Keamanan atas Peningkatan Kerja Sama Trilateral AS-Jepang-Korea Selatan
9 Mei 2024 12:27 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Haura Syadza Alfaiha Faradila tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kerja sama militer Amerika Serikat, Jepang dan Korea Selatan dimulai pada tahun 2017 dengan tujuan untuk meningkatkan keamanan dan stabilitas di kawasan Asia Timur terutama ancaman nuklir Korea Utara dan Agresi militer China. Khawatir dengan meningkatnya tantangan dan keamanan yang ditimbulkan, Ketiga negara tersebut mengambil langkah-langkah yang belum diambil sebelumnya untuk memperluas kerja sama trilateral mereka di tahun 2023 yang bertujuan untuk melawan Korea Utara dan China.
ADVERTISEMENT
Awal Mula Peningkatan Kerja Sama Trilateral AS-Jepang-Korea Selatan
Pada pertemuan puncak Camp David pada bulan Agustus 2023, Presiden Amerika Serikat yaitu Joe Biden, Perdana Menteri Jepang yaitu Fumio Kishida, dan Presiden Korea Selatan yaitu Yoon Suk-yeol menyepakati serangkaian inisiatif kolektif untuk meningkatkan koordinasi militer dan meningkatkan kesiapan tempur mereka dalam keadaan darurat di kawasan regional. Mereka mengungkapkan kritik terhadap agresi Korea Utara dan China di Camp David. Mereka juga menunjukkan bahwa menghadapi ancaman yang ditimbulkan oleh Korea Utara dan China menjadi tujuan strategis utama dari kerja sama trilateral tersebut.
Kerja sama trilateral Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan semakin ketat dan telah disertai dengan kebijakan dan postur keamanan bilateral dan individual yang tegas untuk melawan ancaman Korea Utara dan China. Dalam menerapkan “Pacific Deterrence Initiative” untuk melawan China, Amerika Serikat telah berupaya untuk meningkatkan kehadiran militernya dan kendali operasional di Asia-Pasifik melalui struktur aliansi regionalnya. Korea Selatan telah mengadopsi sikap serangan pencegahan yang eksplisit terhadap Korea Utara. Jepang juga telah merevisi strategi keamanan nasionalnya untuk memperoleh kemampuan ofensif atau bisa disebut dengan siap siaga apabila terjadi perang, meningkatkan pengeluaran pertahanan, dan mendorong postur pertahanan yang siap untuk bertempur melalui kerja sama trilateral ini. Dalam pertemuan ini juga Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan akan melakukan jadwal rutin pertemuan tahunan trilateral, melakukan latihan gabungan militer trilateral setiap tahunnya, perencanaan darurat, pertahanan rudal, keamanan ekonomi, rantai pasokan, bantuan pembangunan, dan juga melawan disinformasi.
ADVERTISEMENT
Dilema Keamanan Regional atas Peningkatan Kerja Sama Trilateral AS-Jepang-Korea Selatan
Peningkatan kerja sama trilateral yang dilakukan Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan memicu ketidakamanan di kawasan regional Asia Timur terutama Korea Utara dan China. Dikarenakan perjanjian ketiga negara tersebut hanya berfokus kepada pencegahan militer saja sehingga akan meningkatkan risiko konflik. Hal ini menjadi dilema keamanan regional di Kawasan Asia Timur itu sendiri.
Yang pertama, Risiko memperkuat ketakutan Korea Utara terhadap pergantian rezim. Ketakutan Korea Utara yang mengakar terhadap keruntuhan rezim dipicu oleh Amerika Serikat, tidak peduli betapa berlebihannya hal ini tetapi Amerika Serikat telah lama berkontribusi pada keyakinan Korea Utara yang menganggap hanya senjata nuklir yang dapat menjamin kelangsungan hidupnya. Memang benar, setidaknya sejak awal tahun 2000 an, pemerintahan Amerika Serikat secara berturut-turut telah menyatakan pergantian rezim Korea Utara sebagai hasil yang diinginkan. Setelah menyaksikan hal ini berulang kali, Korea Utara semakin yakin bahwa motif Amerika Serikat meningkatkan kerja sama dengan Jepang dan Korea Selatan untuk menggulingkan rezim Korea Utara. Menurut Korea Utara, kebijakan militer Korea Utara selama bertahun-tahun lebih masuk akal ketika mempertimbangkan ketakutannya terhadap keruntuhan rezim yang dimobilisasi oleh Amerika Serikat itu sendiri. Obsesi Korea Utara terhadap pengembangan rudal balistik antarbenua (ICBM) yang mampu menargetkan wilayah Amerika dipahami sebagai upaya pencegahan militer mereka dan bukan persiapan untuk serangan bunuh diri terhadap Amerika Serikat. Revisi UU nuklir Korea Utara pada tahun 2022 yang berubah dari awalnya adalah sikap tidak menggunakan nuklir terlebih dahulu menjadi pembalasan nuklir “Automatic and Immediate” ke setiap serangan terhadap pemimpin Korea Utara. Namun, mendorong perubahan rezim tersebut bukanlah kebijakan formal Amerika Serikat dalam peningkatan kerja sama trilateral tersebut, Namun apakah Korea Utara percaya bahwa sanksi keras itu sendiri yang dapat mengakibatkan runtuhnya rezim Korea Utara itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Yang Kedua, Risiko memperkuat ketakutan China akan pemisahan permanen Taiwan. Peningkatan kerja sama trilateral antara Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan membuat China memiliki kekhawatiran bahwa China memiliki kepentingan strategis terhadap Taiwan dikarenakan Taiwan memiliki potensi SDA yang sangat penting. China juga telah mengklaim Taiwan sebagai wilayah teritorial dan melakukan beberapa upaya untuk mengintervensi militer Taiwan demi SDA tersebut. Namun, Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan enggan mendukung hal tersebut. Sehingga bagi China sendiri kerja sama ini dapat membantu Taiwan meningkatkan keamanannya dan memperkuat posisinya sebagai negara yang berbeda dari China.
Yang Ketiga, Risiko memicu trilateral antara Rusia, Korea Utara, dan China. Dikarenakan Korea Utara dan China memandang semakin eratnya Kerja sama Trilateral antara Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan menjadi tantangan yang lebih besar terhadap kepentingan utama mereka yaitu keamanan rezim dan penyatuan dengan Taiwan, Korea Utara dan China sendiri dapat meningkatkan hubungan keamanan mereka dan berupaya untuk melakukan strategi trilateral dengan Rusia. Di mana ketiga negara tersebut pada dekade pertama Perang Dingin berkomitmen untuk bekerja sama melawan Barat atas nama anti-imperialisme dan berkolaborasi dalam Perang Korea. Dalam beberapa tahun terakhir, hubungan bilateral antara China-Rusia dan Korea Utara-Rusia semakin mendalam seiring dengan persaingan Amerika Serikat-China dan Perang Ukraina yang meningkatkan kebutuhan kerja sama. Faktor masing-masing negara memiliki kebencian terhadap Amerika Serikat itu yang telah mendorong China dan Rusia untuk meningkatkan kerja sama militer seperti berbagi intelijen, pengembangan senjata bersama dan latihan militer bersama yang lebih sering dan luas di wilayah maritim dan udara di kawasan Asia Timur. Selain itu, Isolasi Rusia dari negara-negara Barat setelah melakukan invasi besar-besaran ke Ukraina juga memberikan peluang bagi Korea Utara untuk meningkatkan kerja sama dengan Rusia. Jadi, karena inilah akan ada kemungkinan kerja sama trilateral antara Rusia, Korea Utara, dan China.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Oleh karena itu, peningkatan kerja sama trilateral antara Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan ini memicu dampak yang kompleks dan berpotensi memicu pergeseran dinamika keamanan di Asia Timur. Seperti contoh Korea Utara dapat memperkuat keyakinan Rezim terhadap perlunya senjata nuklir untuk menjamin keamanan, dan memperburuk ketegangan di Semenanjung Korea. China juga memiliki kekhawatiran akan kehilangan pengaruh dan kepentingan strategis terutama terkait dengan Taiwan. Yang terakhir kemungkinan Rusia, Korea Utara dan China mengupayakan untuk membentuk aliansi dan menghasilkan dinamika baru dalam politik dan keamanan regional.