Pandemi, Medsos, dan Pelanggaran Etika ASN

Fitri Yuliantri P
Pranata Humas Muda BPK RI
Konten dari Pengguna
3 Agustus 2021 12:55 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fitri Yuliantri P tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Etika Medsos bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) - IST/Twitter Kempan RB
zoom-in-whitePerbesar
Etika Medsos bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) - IST/Twitter Kempan RB
ADVERTISEMENT
PANDEMI Covid-19 yang telah berlangsung lebih dari satu tahun telah meningkatkan jumlah pengguna media sosial (medsos) di Indonesia, termasuk pemanfaatannya oleh Aparatur Sipil Negara (ASN).
ADVERTISEMENT
Sebenarnya sudah banyak peraturan terkait penggunaan medsos di kalangan ASN. Tetapi, masih banyak pelanggaran etika yang dilakukan oleh ASN dalam menyebarluaskan informasi melalui medsos.
Menurut laporan Digital 2021: The Latest Insights Into The State of Digital yang dikeluarkan agensi marketing We Are Social dan platform manajemen media sosial Hootsuite, dari total 274,9 juta penduduk di Indonesia, sebanyak 170 juta di antaranya telah menggunakan medsos.
Angka pengguna aktif medsos di Indonesia tersebut tumbuh sebesar 10 juta pengguna atau sekitar 6,3 persen dibandingkan bulan Januari 2020.
Satu faktor yang mendorong peningkatan penggunaan medsos adalah Pandemi COVID-19. Menurut Katadata, pada Maret 2020, penggunaan medsos, seperti WhatsApp dan Instagram mengalami lonjakan hingga 40 persen selama pandemi. Penyebabnya, banyak orang menggunakan medsos untuk berkomunikasi di tengah karantina wilayah/lockdown.
ADVERTISEMENT
Tren peningkatan penggunaan medsos pun berlanjut sampai sekarang walaupun pemberlakuan karantina wilayah sudah tidak dilakukan. Peningkatan tersebut didorong karena pemberlakukan sistem bekerja work from home (WFH) yang menuntut komunikasi aktif di kalangan pekerja maupun ASN.
Tampaknya ketergantungan terhadap medsos di tengah pandemi akan semakin meningkat. Misalnya, sekarang orang sudah terbiasa menggunakan medsos, seperti WhatsApp (WA) dan Telegram untuk mengirimkan dokumen ketika bekerja. Sehingga, tidak mengherankan begitu pesatnya tingkat pertumbuhan penggunaan medsos selama pandemi.
Medsos dan ASN
Ilustrasi Media Sosial Foto: Geralt
Menurut Kemen PAN-RB, jumlah ASN di Indonesia pada Desember 2020, sekitar 4,2 juta orang. Dari jumlah tersebut, sebagian besar ASN menggunakan medsos untuk kepentingan pribadi maupun untuk keperluan pekerjaan.
Jika diasumsikan sekitar 10 persen saja ASN yang menggunakan medsos secara aktif, maka akan ada sekitar 420 ribu ASN. Jumlah yang cukup besar dan menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintah agar para ASN mematuhi peraturan dan kode etik yang berlaku dalam menggunakan medsos.
ADVERTISEMENT
Pada faktanya, masih didapati pemberitaan pelanggaran penggunaan medsos oleh ASN, misalnya saja penyebaran hoaks, ujaran kebencian, pelanggaran netralitas pada Pilkada, atau kebocoran draft peraturan yang dapat menimbulkan polemik di masyarakat.
Secara umum, dalam berkomunikasi diperlukan norma-norma atau aturan-aturan yang berfungsi sebagai pengendali atau kontrol sosial . Tujuannya untuk menciptakan masyarakat yang tertib. Satu bentuk untuk mewujudkan tertibnya masyarakat adalah adanya etika.
Pada sisi lain, ASN terikat dengan kode etik dalam melaksanakan tugasnya. Kode etik ASN adalah pedoman untuk bersikap dan bertingkah laku dalam pelaksanaan tugas serta pergaulan hidup sehari-hari.
ASN memiliki tugas, di antaranya melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Negara, memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas, serta mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
ADVERTISEMENT
Agar menjadi pelayan publik yang profesional, ASN harus menjalankan kode etik, bukan hanya pada pelayanan, tapi juga dalam berperilaku, termasuk dalam bermedia sosial.
Pemerintah mengeluarkan aturan sebagai pedoman etika penggunaan medsos bagi ASN melalui Surat Edaran Kemen PAN RB Nomor 137 Tahun 2018 tentang Penyebarluasan Informasi melalui Medsos bagi ASN.
Dengan menjunjung tinggi nilai dasar, kode etik, perilaku, serta pembinaan profesi, ASN dalam menyebarluaskan informasi di medsos diminta agar tetap memegang teguh ideologi Pancasila dan UUD 1945 serta mendukung pemerintahan yang sah. ASN harus menjunjung nilai dasar ASN serta menjaga reputasi dan integritas.
Peristiwa lain yang sering terjadi adalah kebocoran informasi melalui medsos. ASN harusnya dapat berhati-hati menjaga kerahasiaan yang menyangkut kebijakan negara.
ADVERTISEMENT
Dalam memberikan informasi terkait kedinasan harus benar, sehingga tidak menyesatkan pihak lain yang memerlukan informasi. ASN dilarang menyalahgunakan informasi internal untuk kepentingan dirinya dan orang lain.
Pergunakan medsos dengan bijak, tidak menyebarkan informasi yang tidak jelas sumber dan kebenarannya, berita palsu (hoaks), fitnah, provokasi, radikalisme, terorisme, dan pornografi.
Selain itu, jangan pergunakan medsos untuk menyebarluaskan informasi yang bisa menimbulkan kebencian dan perpecahan dalam masyarakat, asusila, perjudian, pencemaran nama baik, atau pengancaman.
Pedoman bermedsos bagi ASN sebenernya sudah jelas. Tetapi, masih banyak ASN yang melanggar. Bagi ASN yang melanggar kode etik, BKN dalam rilis Nomor 006/RILIS/BKN/V/ 2018, menyatakan, ada sanksi berupa hukuman ringan sampai dengan berat.
Sanksi akan diterapkan bagi ASN yang terbukti melanggar, termasuk dalam ujaran kebencian yang disampaikan di medsos.
ADVERTISEMENT
Sanksi bagi ASN bukan hanya secara administratif. Dalam UU Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE, ada dampak hukum pidana bagi jenis pelanggaran tertentu.
Sanksi tersebut harus menjadi perhatian serius bagi ASN. Sebab, selain pengawasan yang dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) pada instansi, masyarakat pun dapat melaporkan pelanggaran oleh ASN melalui situs www.lapor.go.id.
Bahkan kini, Kepolisian Republik Indonesia pun mengaktifkan polisi virtual di dunia maya.
Peran instansi memang diperlukan untuk memberikan edukasi dan etika menggunakan medsos bagi ASN.
Tindakan preventif dan persuasif bisa lebih dikedepankan, sebelum ASN terkena sanksi administratif bahkan pidana.
Jadi, lebih bijaklah dalam menyampaikan informasi, terutama dalam bermedia sosial. Karena, kelalaian dalam bermedsos bisa mencoreng nama lembaga/institusi negara di mata publik dan juga merugikan ASN secara pribadi. (*)
ADVERTISEMENT
*) Penulis merupakan Pranata Humas Muda BPK RI, Jakarta, alumnus Magister Ilmu Komunikasi UNS Solo
Disclaimer:
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.