Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Emosi Itu Seperti Kentut
13 November 2024 16:04 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Tsaniyatul Mawaddah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hah? Gimana itu maksudnya, sayapun terheran saat membaca sebuah tulisan di media sosial tentang emosi itu seperti kentut, seperti layaknya kentut, ia akan membuat tidak nyaman atau bahkan terasa menyakitkan jika kita berusaha keras menahanya, juga akan membuat orang lain tidak nyaman dan akhirnya menyingkir karena tidak tahan baunya hihi.. dan bisa jadi tidak terdengar oleh orang lain karena hanya diri kita sendiri yang merasakanya, jadi sangat penting kentut atau emosi itu keluar secara layak dan aman karena memang itu alamiyah dialami setiap orang. Layaknya kentut, semua emosi entah itu marah, sedih, kecewa adalah hal yang wajar dan manusiawi terjadi.
ADVERTISEMENT
Kentut dan perasaan emosi yang hadir sama-sama bermanfaat dan baik, hanya saja perlu cara yang tepat untuk mengespresikanya denga layak dan aman. Sebaliknya, jika terbiasa menahan, menyembunyikan, mengabaikan justru akan menyebabkan efek buruk bagi tubuh, ia akan tetap tersimpan dialam bawah sadar dan memicu timbulnya pola perilaku bermasalah bahkan merusak system syaraf dan melahirkan sejumlah penyakit.
Misalnya, seorang yang mengubur rasa tidak berdaya dan rasa tidak berharga sejak kecil, setelah ia sukses dalam karirnya justru mengidap gangguan kepribadian narsistik dan berkali-kali masuk Rumah sakit karena sakit jantung, atau seseorang yang memendam rasa cemas dan takut menjadi pelanggan Rumah sakit karena Maag/GERD/sakit lambung.
Jadi semua emosi yang hadir memang tidak boleh diabaikan, dan juga melabeli sebagai suatu masalah, karena gak papa kok jika kita marah, sedih, kecewa, takut itu hal yang wajar terjadi pada semua orang.
ADVERTISEMENT
Hadirnya emosi itu bisa jadi menjadi tanda untuk membantumu menyadari bahwa ada hal-hal yang penting untuk dilakukan bagi kesejahteraanmu.
Setelah membaca buku “30 hari self healing” saya akhirnya membuat kesimpulan bahwa perlu sekali menguras habis emosi negatif yang menumpuk di hati, luapkan semuanya dari mulai ketakutan yang selama ini hadir mungkin sejak kecil karena efek pengasuhan, atau perasaan tidak diterima, tidak dihargai, terabaikan, terpojokkan apapun itu yang membuat hati sedih, kecewa dan marah keluarkan dengan cara menulis diary, lalu bayangkan kejadian saat itu dan menangislah sepuasnya, dan akhiri tulisanmu itu dengan hikmah atau sudut pandang sebagai orang ketiga yang melihat peristiwa itu.
Seperti tulisan Dr Dono yang mampir dan menjadi renungan saya “jika kamu ingin pulih, kamu harus percaya bahwa hatimu itu seperti ruangan yang luas, yang cukup untuk semua pengalaman, pikiran dan perasaanmu. Maka semua emosi yang kau tolak, kubur, sangkal, dan abaikan itu biarkan masuk sebentar ke dalam ruang hatimu. Bersamai mereka beberapa saat, maka mereka akan pergi dengan sendirinya, memberi ruang bagi pengalaman baru beserta emosinya “
ADVERTISEMENT
Mak deg, rasanya.. apa yang saya baca di buku related dengan apa yang disampaikan sang professor, ditambah lagi pengalaman saya saat membersamai anak yang berusia 3,5th saat ia marah, kecewa, sedih menangis sejadi-jadinya, berguling, dan membuang barang, orang menyebutnya tantrum, namun setelah tangisnya reda ia kembali ceria, bernyanyi dan tertawa rasanya seolah tidak terjadi apa-apa. Namun saat peristiwa tantrum itu saya sebagai orangtua rasanya ingin mengeluarkan jurus menghilang wkwkw.. tapi gak mungkin meninggalkan anak yang sendang menangis tantrum khwatir justru membuat luka karena si anak merasa terabaikan, ini ibarat kentut tadi bukan? Saat proses mengeluarkan angin kejepit itu akan membuat orang lain benar-benar tidak nyaman namun gimana lagi ada sikulus yang memang harus diberi jalan keluar
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut Dr Dono juga menjelaskan bahwa semua perasaan itu bermanfaat, misalnya hadirnya marah itu karena membawa pesan jika disadari atau tidak kita sedang berfikir bahwa ada hakmu yang dilanggar atau terlanggar, maka carilah hak apa yang dilanggar, selanjutnya menentukan apa yang mesti dilakukan setelah marah misal menyusun Batasan amanmu, menyampaikan kepada pihak yang berinteraksi denganmu jika perlu serta tegakkan Batasan itu dalam situasi serupa di masa mendatang agar kemungkinan hakmu dilanggar menjadi mengecil. Atau saat emosi sedih yang hadir seolah memberi pesan rawatlah apa yang masih ada dan lepaskan apa yang sudah pergi.
Emosi itu seperti energi, dan energi yang kita tau dalam hukum fisika E=MC2 energi tidak akan hilang ia hanya berubah dalam wujud yang lain, maka emosipun demikian ia tidak bisa hilang dan harus disalurkan dalam bentuk yang lain, jika tidak ia akan mengendap dan berubah menjadi stress, maka keluarkan dengan layak dan tepat jika tidak suatu saat ia akan meledak.
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana cara mengalirkan emosi dengan tepat dan layak? Saya pernah membaca buku bertema “mindfulness” dan ada yang membuat saya berfikir lebih dalam, tentang bagaimana manusia merespon sebuah masalah. Secara naluri ketika seseorang merasa terancam atau tertekan maka respon yang ada ialah melawan atau melarikan diri dan ini juga seperti yang dilakukan hewan saat mereka terancam. Namun ada satu cara yang dirasa lebih manusiawi yaitu menerima dengan pernuh kesadaran akan keadaan yang sedang terjadi, dengan mengatakan pada diri sendiri misal “ aku sedih ketika kehilangan..” atau “aku marah ketika hakku dilanggar..” bukan dengan mengucapkan “gak papa, gak papa..” karena ucapan ‘gak papa ‘ secara tidak sadar kita mengabaikan emosi yang ada, jadi akui dan terima saja seperti kentut tadi jangan ditahan. Ini baru tahap awal, semoga ada kesempatan saya sharing tentang bagaimana meregulasi emosi inshallah.
ADVERTISEMENT
Jadi, sayangi dirimu, akui dan terima semua emosi yang hadir, biarkan ia kentut eh. Salam waras