Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Harapan di Pundak Anak Pertama
9 Januari 2025 20:07 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari NEZA RENATA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Menjadi anak pertama adalah sebuah takdir yang membawa tanggung jawab besar, kebanggaan, dan terkadang tekanan. Sebagai anak sulung, aku tumbuh dengan berbagai harapan dari keluargaku. Harapan itu tidak hanya menjadi dorongan untuk sukses tetapi juga menjadi beban yang harus aku tanggung dengan bijaksana. Apalagi anak perempuan pertama dalam keluara, tentu tidak mudah. Banyak tantangan yang selalau menghampiri. Saya terlahir sebagai anak sulung perempuan di keluarga yang sederhana. Saya mempunyai dua orang adik perempuan. Saya dengan adik saya yang pertama selisih tiga tahun, sedangkan saya dengan adik saya yang ke dua selisih tujuh belas tahun.
ADVERTISEMENT
Anak sulung sering kali diharapkan menjadi contoh yang baik bagi adiknya. Setiap langkahku diawasi, setiap kesalahan dianggap lebih berat dibandingkan kesalahan adik-adikku. Saya diharapkan menjadi panutan, seseorang yang bisa diandalkan, dan bahkan menjadi semacam "cadangan orang tua" ketika mereka tidak ada.
Ayah dan ibu selalu menanamkan nilai-nilai seperti kerja keras, tanggung jawab, dan disiplin. Mereka berharap saya bisa menjadi seseorang yang sukses, tidak hanya untuk diriku sendiri tetapi juga untuk keluarga. Ayah sering berkata, “Kamu adalah investasi kami untuk masa depan. Ayah ingin kamu menjadi perawat yang profesional. Jika kamu berhasil, keluarga kita juga akan maju.” Kata-kata itu sering terngiang di pikiranku, menjadi motivasi sekaligus tekanan yang sulit dihindari.
Tantangan yang Dihadapi
ADVERTISEMENT
Menjadi anak pertama tidak selalu mudah. Salah satu tantangan terbesarku adalah menyeimbangkan harapan keluarga dengan keinginan pribadi. Ada saat-saat di mana aku merasa apa yang diinginkan keluargaku berbeda dari apa yang sebenarnya ingin aku lakukan.
Sebagai contoh, orang tuaku ingin anaknya menjadi perawat yang menurut mereka memiliki prospek kerja yang baik, sementara aku memiliki minat yang berbeda. Saya sempat merasa terjebak di antara memenuhi harapan mereka atau mengikuti kata hatiku. Saya tahu bahwa pilihan yang aku ambil tidak hanya berdampak pada diriku sendiri, tetapi juga pada pandangan keluargaku tentang kesuksesan.
Namun saya percaya bahwa apa yang dipilih orang tua itu adalah yang terbaik. Dari situ saya menyetujui untuk masuk SMK jurusan keperawatan. Dimana sekolah tersebut tidak jauh dari rumah saya. Saya menikmati proses pembelajaran walaupun saya awalnya tidak tertarik. Namun perlahan saya mulai menyukai jurusan perawat ini. Selama tiga tahun saya sekolah di SMK ini akhirnya saya lulus dengan nilai yang memuaskan. Dan orang tua saya pun bangga dan mereka berharap saya bisa melanjutkan impian itu menjadi perawat yang profesional.
ADVERTISEMENT
Setelah lulus saya mencari Universitas terbaik menurut saya, dimana saya ingin berkuliah di Yogyakarta dan saya mendapatkan undangan kuliah di kampus Yogyakarta. Saya fikir saya bisa menentukan keputusan untuk masuk Universitas yang saya inginkan, Namun nyatanya tidak. Orang tua saya tidak memperbolehkan saya untuk berkuliah di Yogyakarta dan mereka sudah mendaftarkan saya di Universitas pilihannya. Dan pada akhirnya saya menyetujui untuk masuk ke kampus pilihan orang tua saya. Walaupun berat hati saya menerimanya, namun perlahan saya jalani.
Selain itu, saya juga sering merasa kesepian dalam peranku. Sebagai anak pertama, aku sering kali harus menghadapi masalah sendiri. Orang tuaku menganggap bahwa aku sudah cukup dewasa untuk menyelesaikan masalahku tanpa bantuan mereka. Namun, di sisi lain, mereka juga menuntutku untuk selalu mendukung adik-adikku. Saya harus belajar menjadi pemimpin yang sabar dan bijaksana, meskipun aku sendiri masih dalam proses belajar menjalani hidup.
ADVERTISEMENT
Beban Ekspektasi dan Tekanan Emosional
Ada kalanya harapan yang tinggi dari keluarga menjadi tekanan yang sulit untuk aku hadapi. Saya merasa bahwa aku tidak boleh gagal, karena kegagalanku akan dianggap sebagai kegagalan keluarga. Setiap kali saya menghadapi kegagalan, seperti nilai buruk di sekolah atau penolakan dalam pekerjaan, aaya merasa bersalah bukan hanya pada diriku sendiri, tetapi juga pada keluargaku.
Tekanan ini juga memengaruhi kesehatan mentalku. Saya sering merasa cemas, terutama ketika menghadapi keputusan besar dalam hidupku. Saya takut membuat kesalahan yang dapat mengecewakan orang tuaku. Namun, aku belajar bahwa perasaan cemas ini adalah bagian dari tanggung jawab yang harus saya emban. Saya mulai memahami bahwa tidak ada manusia yang sempurna, termasuk saya sebagai anak pertama.
ADVERTISEMENT
Pelajaran Hidup dari Peran Anak Pertama
Meskipun berat, menjadi anak pertama telah mengajarkan saya banyak hal. Saya belajar tentang tanggung jawab, kepemimpinan, dan pentingnya kerja keras. Saya juga belajar untuk lebih memahami sudut pandang orang tuaku. Mereka bukan hanya menuntutku untuk sukses, tetapi mereka juga ingin memastikan bahwa keluargaku memiliki masa depan yang lebih baik.
Selain itu, saya belajar bahwa komunikasi adalah kunci untuk menghadapi tekanan. Ketika saya merasa tertekan oleh harapan keluarga, saya mencoba untuk berbicara dengan mereka. Saya menjelaskan apa yang aku rasakan dan bagaimana saya ingin mengejar mimpiku. Dalam proses ini, saya menyadari bahwa orang tuaku sebenarnya mendukungku, asalkan saya memiliki alasan yang jelas dan tekad yang kuat.
ADVERTISEMENT
Mengubah Tekanan Menjadi Motivasi
Kini, saya mencoba melihat posisiku sebagai anak pertama bukan sebagai beban, tetapi sebagai peluang. Harapan keluargaku menjadi motivasi untuk terus berkembang dan memberikan yang terbaik. Saya ingin membuktikan bahwa saya mampu memenuhi harapan mereka, sekaligus mencapai impianku sendiri.
Saya juga berusaha untuk menjadi contoh yang baik bagi adik-adikku, bukan hanya melalui kata-kata, tetapi juga melalui tindakan. Saya ingin menunjukkan kepada mereka bahwa kesuksesan membutuhkan kerja keras dan ketekunan. Saya ingin mereka tahu bahwa meskipun perjalanan hidup tidak selalu mudah, kita harus terus maju dan percaya pada kemampuan diri sendiri.
Harapan untuk Masa Depan
Sebagai anak pertama, saya memiliki tanggung jawab untuk membawa keluargaku ke arah yang lebih baik. Namun, saya juga menyadari bahwa saya tidak bisa melakukan semuanya sendirian. Saya berharap bahwa adik-adikku juga akan berkontribusi untuk keluarga, sehingga beban ini tidak hanya berada di pundakku.
ADVERTISEMENT
Di masa depan, saya ingin membangun hubungan keluarga yang lebih erat dan saling mendukung. Saya ingin menjadi seseorang yang tidak hanya membanggakan keluargaku, tetapi juga membawa kebahagiaan bagi mereka. Saya percaya bahwa dengan kerja keras semua impian dan cita-cita akan terwujud.
Neza Renata, mahasiswa keperawatan Universitas Dharmas Indonesia.