Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Hukum Internasional: Nestapa Nelayan Dalam Sengketa Pulau Senkaku/Diaoyu
10 Januari 2025 14:40 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Shavira Ais tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kepulauan Senkaku (disebut Diaoyu oleh Tiongkok) adalah sekelompok pulau kecil di Laut Tiongkok Timur yang terletak di dekat jalur pelayaran internasional dan memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, termasuk cadangan minyak dan gas. Negara Jepang telah menguasai pulau-pulau ini sejak tahun 1895 setelah Perjanjian Shimonoseki (perjanjian antara Dinasti Qing dengan Kekaisaran Jepang), sementara Tiongkok mengklaim bahwa wilayah tersebut telah menjadi bagian dari kekaisaran Tiongkok sejak abad ke-14. Konflik bermula sejak tahun 1970-an, ketika potensi sumber daya di sekitar kepulauan tersebut terungkap. Dalam hal ini, memperlihatkan secara jelas bagaimana kompleksitas kedaulatan, interpretasi hukum yang berbeda hingga implikasinya terhadap hak asasi manusia. Konflik kepemilikan atas Kepulauan Senkaku/Diaoyu antara Tiongkok dan Jepang semakin memanas sampai saat ini, menciptakan ketegangan geopolitik yang tidak hanya memengaruhi hubungan antar pemerintah. Namun, juga membawa dampak signifikan bagi warga sipil di kawasan tersebut, khususnya para nelayan.
ADVERTISEMENT
Setiap konflik Internasional, warga sipil kerap sekali menjadi sasaran yang paling kena dampak. Dalam kasus ini, para nelayan yang mencari ikan demi melanjutkan hidup keluarganya menjadi terancam. Terlebih, hal yang paling ditakutkan oleh para nelayan akibat dari ketegangan antara kedua negara adalah penangkapan kapal, penyitaan hasil tangkapan, hingga intimidasi di perairan sengketa tersebut. Selain itu juga, batas perairan yang diperebutkan sering kali menjadi area larangan melaut sementara, yang mempersempit ruang gerak para nelayan dan menambah beban ekonomi mereka. Situasi ini tidak hanya mengancam keamanan fisik para nelayan, tetapi juga mengakibatkan ketidakstabilan ekonomi bagi para keluarga pesisir yang bergantung pada hasil laut sebagai mata pencaharian utama.
Hak Warga Sipil Dalam Hukum Internasional
Konflik atas Kepulauan Senkaku/Diaoyu bukan hanya menjadi isu geopolitik tetapi juga membawa dampak nyata bagi warga sipil yang berada di tengah ketegangan ini. Dalam konteks hukum internasional, hak warga sipil yang terjebak dalam sengketa seperti konflik Kepulauan Senkaku/Diaoyu telah diatur dalam berbagai instrumen internasional. Konvensi Jenewa 1949 dan protokol tambahan yang menegaskan bahwa warga sipil harus dilindungi dalam situasi konflik, termasuk dalam sengketa wilayah. Prinsip ini juga mencakup perlindungan terhadap hak ekonomi dan sosial mereka, seperti mata pencaharian nelayan yang menjadi kelompok yang terkena dampak secara langsung. Dengan demikian, penjagaan hak-hak bagi warga sipil, dalam hal ini para nelayan harus benar-benar dihormati. Bagi kedua belah pihak yang bersengketa harus berkomitmen untuk menghormati prinsip-prinsip hukum internasional dan hak asasi manusia.
ADVERTISEMENT
Disisi lain, persoalan ini juga menunjukkan kesenjangan dalam perlindungan hak-hak warga sipil. Meskipun Konvensi PBB tentang Unites Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) atau hukum laut, yakni sebuah aturan yang memberikan panduan tentang batas maritim dan eksploitasi sumber daya. Dalam konvensi UNCLOS juga secara tegas mengakui bahwa perselisihan mengenai wilayah atau batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) antar negara tidak boleh mengorbankan hak dan keselamatan warga sipil. Misalnya yang tertera pada pasal 74 dan pasal 83 yang menekankan perlunya solusi damai melalui negosiasi atau arbitrase yang menghormati hak-hak manusia. Namun, dalam implementasinya kerap berhadapan dengan asas kedaulatan dari suatu negara. Kedaulatan atas wilayah tersebut ditentukan oleh berbagai prinsip, seperti "efektività" (penguasaan efektif), sejarah penggunaan wilayah, dan pengakuan internasional. Jepang mengklaim bahwa mereka memiliki kendali efektif atas kepulauan Senkaku sejak perang dunia II yang berdasarkan keputusan administrasi Amerika Serikat setelah perang. Di sisi lain, Tiongkok beranggapan bahwa pulau-pulau tersebut secara historis merupakan bagian dari wilayahnya sebelum dikuasai oleh Jepang.
ADVERTISEMENT
Dalam sengketa ini, tanpa disadari para nelayan menjadi objek yang terintimidasi. Sehingga tampak jelas sebagai pelanggaran terhadap hak-hak tersebut. Hukum internasional memberikan dasar untuk menuntut penyelesaian sengketa yang tidak hanya berorientasi pada kedaulatan negara, tetapi juga memprioritaskan perlindungan warga sipil yang terjebak dalam konflik. Komunitas internasional memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa mekanisme hukum dan diplomasi tidak hanya memitigasi ketegangan geopolitik tetapi juga mengatasi dampak nyata terhadap kelompok rentan dalam hal ini para nelayan di kawasan sengketa pulau Senkaku/Diaoyu. Menjadi penting sebuah solusi damai yang mengutamakan hak-hak dan kepentingan para nelayan serta memastikan untuk mencegah eskalasi lebih lanjut.