Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Fenomena Artis sebagai Caleg 2024: Dibutuhkan Bakat Politik atau Popularitas?
27 Juli 2023 11:58 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari I Gede Sutrawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Masuknya beberapa artis sebagai calon legislatif dalam pemilu mendatang bukanlah sesuatu hal yang baru. Fenomena seperti ini sudah berlangsung sejak dahulu. Lantas apakah kehadiran artis sebagai calon legislatif dalam pemilu mendatang dapat memberikan kebaruan dalam politik Indonesia seperti kebijakan yang berpihak bagi masyarakat serta apakah kehadiran artis ini, sudah bermodalkan pemahaman politik atau hanya popularitas semata?
ADVERTISEMENT
Era reformasi menjadi awal dari adanya kebebasan berekspresi yang berdampak positif bagi masyarakat dan perkembangan industri media massa di Indonesia. Penyajian informasi dalam media sangat membutuhkan public figure sebagai orang yang menjembatani antara media dengan masyarakat agar informasi yang disampaikan dapat dipahami.
Kondisi ini seakan-akan dimanfaatkan oleh partai politik dalam meningkatkan jumlah suara pada Pemilu 2024. Kepopuleran tokoh dalam media seolah segala-galanya untuk masyarakat yang sebagian besar tingkat pendidikannya menengah ke bawah. Begitulahnya dalam pelaksanaan demokratisasi seakan masyarakat hanya mengandalkan informasi yang disajikan oleh media.
Fenomena hadirnya beberapa artis dalam perpolitikan Indonesia tidak diimbangi dengan proses pendidikan politik. Sehingga masyarakat dalam menentukan sikap dapat berdasarkan kapabilitas para calon yang akan dipilih secara professional.
Partai politik sebagai salah satu lembaga yang turut bertanggung jawab terhadap proses pendidikan politik harus memiliki sistem yang jelas dalam pembentukan kader parpolnya sehingga partai dapat melahirkan para calon profesional bukan berdasarkan popularitas atau kekayaan semata.
ADVERTISEMENT
Pada Pemilu 2024 mendatang, banyak partai politik yang mengusung artis atau selebritas sebagai calon legislatif. Para artis atau selebritas ini datang dari berbagai kalangan seperti pemain sinetron, presenter televisi, chef, musisi, model, atlet, selegram, pendakwah, maupun pelawak.
Berdasarkan data dari Databoks pada Mei 2023, ada beberapa bakal calon legislatif artis atau selebritas berdasarkan partai politik. Partai Amanat Nasional (PAN) dengan jumlah terbanyak bakal calon legislatif yang berasal dari kalangan artis atau selebritas yakni 17 orang, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan jumlah 14 orang, Perindo dengan jumlah 11 orang, Partai Gerindra dengan jumlah 10 orang, Partai Nasdem dengan jumlah 8 orang, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan jumlah 5 orang, Partai Demokrat dengan jumlah 4 orang, Partai Golkar dengan jumlah 3 orang, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dengan jumlah 3 orang, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dengan jumlah paling sedikit yakni 1 orang.
Pada pemilu sebelumnya, keterpilihan para caleg artis yang telah berhasil menjadi anggota di parlemen justru menunjukkan tren menurun di setiap pemilu.
ADVERTISEMENT
Menurut peneliti senior Populi Center, Usep Saepul Ahyar, menyebutkan pada tahun 2009 persentase kursi selebritas sebesar 3,2 persen, jumlahnya turun menjadi 2,8 persen pada Pemilu 2014. Persentase ini juga kembali menurun menjadi 2,4 persen pada Pemilu 2019.
Menurut Syamsuddin dalam artikelnya Caleg Artis, So What (Mei 2013), mengatakan bahwa basis kompetisi alam pemilu legislatif sejak 2009 adalah popularitas figur para caleg yang diajukan oleh partai politik dan kemampuan finansial di lain pihak.
Sistem ini, lebih mengandalkan ketenaran belakang ketimbang kapabilitas para calon legislatif sehingga para calon legislatif artis memperoleh peluang lebih besar dalam memperoleh dukungan.
Fenomena calon legislatif artis merupakan salah satu gejala kaderisasi partai yang buruk. Sebaiknya kehadiran partai politik seharusnya dapat memberikan pendidikan politik, kaderisasi, dan seleksi kepemimpinan secara berskala serta demokratis. Sehingga partai politik tidak membutuhkan calon legislatif dari kalangan artis.
ADVERTISEMENT
Menurut pengamat politik dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Lucius Karus mengatakan bahwa pencalonan para selebritas menjadi anggota legislatif adalah cara mudah partai politik untuk mendongkrak suara atau kursi di parlemen.
“Bagi parpol yang punya nafsu besar meraih kursi di DPR untuk bisa lolos syarat ambang batas parlemen, mengusung orang yang punya potensi dipilih itu akan lebih baik ketimbang mengangkat kader sendiri tapi menjualnya setengah mati,” Jelas Lucius Karus.
Selain itu, anggota legislatif yang berasal dari kalangan artis tidak cukup menonjol dari anggota lainnya yang berasal dari non-artis khususnya dalam mengemukakan gagasannya di parlemen. Sebetulnya publik dirugikan dengan kehadiran caleg artis sebab kemampuan mereka sebagai politisi atau yang berkaitan dengan legislasi masih kurang memadai.
ADVERTISEMENT
“Kemampuan mereka di bernyanyi, main film, ngelawak. Tapi kapasitas sebagai seorang politisi atau legislator, masih kurang memadai. Karena menjadi anggota legislatif tidak instan.” Imbau Lucius Karus.
Apakah Popularitas Dapat Menjamin?
Popularitas merupakan nilai tambah bagi para selebriti dan modal dalam komunikasi politik. Para artis yang sering tampil pada acara televisi baik sebagai pemain sinetron, pembawa acara dan lainnya menyebabkan para artis tersebut memiliki fans atau penggemar. Sehingga hal ini yang memudahkan para artis untuk dikenal masyarakat.
Namun hal ini, tidak berlaku pada Ahmad Dhani pentolan Dewa 19 yang maju melalui Partai Gerindra gagal pada pileg 2019 yang hanya mengantongi 40.148 suara di dapil 1 Jawa Timur. Artis Kirana Larasati juga gagal pada pileg 2019 yang maju melalui PDIP hanya mengantongi 32.745 suara di dapil Jawa Barat 1 yang meliputi Kota Bandung dan Kota Cimahi. Selain itu, pembawa acara Choky Sitohang calon legislatif dari Partai Perindo juga gagal pada dapil yang sama yakni Jawa Barat 1 dengan perolehan suara 38. 132 suara.
ADVERTISEMENT
Menurut pengamat politik Ujang Komarudin, kepopuleran seringkali memang tidak berbanding lurus dengan elektabilitas. Para artis ini juga harus mempersiapkan kebutuhan finansial untuk mendukung kegiatan kampanye. Serta harus lebih bekerja keras dalam menyapa masyarakat.
Hal ini berbanding terbalik dengan Rieke Diah Pitaloka dan Dede Yusuf, artis yang juga politisi dari dapil Jawa Barat ini merupakan artis yang sudah lama terjun dalam dunia politik. Selain itu kevokalan para artis ini, dalam sidang juga menjadi apresiasi masyarakat. Serta kinerja politik yang sudah dilakukan dapat dirasakan oleh masyarakat khususnya pada masing-masing dapil.
Keterbaruan Ide
Tingginya peminat para artis untuk menjadi calon legislatif pada pemilu mendatang merupakan sesuatu hal yang tidak baru. Namun, hal yang ditunggu-tunggu adalah keterbaruan ide atau pemikiran para artis ini untuk di tawarkan kepada masyarakat.
ADVERTISEMENT
Hadirnya artis dalam panggung perpolitikan pada dasarnya tidak dapat dipermasalahkan. Karena para selebritis juga merupakan warga negara Indonesia yang memiliki persamaan hak untuk dipilih dan memilih. Seperti yang dapat dilihat dalam UUD 1945 pada pasal 28 lebih berisikan tentang HAM, hak untuk mencalonkan, mengajukan diri maka sah-sah saja. Selama para artis bersedia untuk mengemban amanah dan tanggung jawab publik dan memenuhi persyaratan menjadi pemimpin.
Pendidikan politik harus diberikan kepada para artis agar memiliki kompetensi sebagai wakil rakyat. Ideologi partai harus ditanamkan kepada para calon legislatif artis. Sebab, para artis ini jika terpilih akan menjadi aktor politik dan memiliki tanggung jawab besar sebagai wakil rakyat.