Konten dari Pengguna

Pemilu 2024, Apakah Anak Muda Sudah Melek Politik?

I Gede Sutrawan
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Mataram
10 Desember 2022 18:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari I Gede Sutrawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Keterangan: I Gede Sutrawan, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Mataram, Lombok, NTB.
zoom-in-whitePerbesar
Keterangan: I Gede Sutrawan, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Mataram, Lombok, NTB.
ADVERTISEMENT
Pendidikan politik adalah proses yang menunjukan cara bagaimana anak muda untuk menumbuhkembangkan pandangannya tentang politik. Salah satunya dengan mempelajari peranan dalam bidang politik yang akan dilakukan anak muda pada generasi mendatang. Maka daripada itu, pentingnya pendidikan politik akan meningkatkan partisipasi anak muda dalam kegiatan politik, seperti pemilu yang akan dilaksanakan 2 tahun mendatang.
ADVERTISEMENT
Hal yang menjadi sorotan akhir-akhir ini adalah safari politik yang dilakukan oleh beberapa tokoh nasional. Safari politik dengan tujuan untuk mendapatkan dukungan dari kelompok masyarakat. Selain itu, banyaknya baliho-baliho yang tersebar di berbagai daerah seakan-akan memberikan sinyal bahwa pemilu sudah dekat. Pemilu 2024 adalah hal menjanjikan bagi partai politik, dan calon presiden. Bahkan beberapa partai politik sudah membentuk juru bicara milenial seperti Partai Gerindra dan PKB sebagai bentuk pendekatan kepada kaum milenial.
Berdasarkan data BPS pada tahun 2020 menyatakan bahwa generasi milenial mencapai 69,90 juta jiwa atau 25,87%. Data tersebut menyatakan bahwa arah gerak bangsa ditentukan oleh anak muda. Sehingga, anak muda harus aktif dan berperan salah satunya dalam politik. Generasi milenial merupakan pemilih potensial. Pemilih muda atau pemilih milenial merupakan pemilih dengan rentang usia antara 17-37 tahun. Pada Pemilu 2024 diprediksi jumlah pemilih muda akan mengalami peningkatan.
ADVERTISEMENT
Jika berkaca pada Pemilu Serentak 2019, data dari KPU jumlah pemilih muda sudah mencapai 70 juta-80 juta jiwa dari 193 juta pemilih. Ini artinya 35%-40% pemilih muda sudah mempunyai kekuatan dan memiliki pengaruh besar terhadap hasil pemilu. Angka yang besar bakal mempengaruhi para calon legislatif dan calon presiden untuk bisa merebut hati para pemilih muda.
Suara anak muda merupakan suara penentu, jika partai politik, calon legislatif, calon presiden dan wakilnya bisa menguasai dan menarik simpati anak muda untuk mendukung mereka, sehingga ada kemungkinan besar mereka akan memenangkan pada Pemilu 2024.
Apatis Terhadap Politik
Pada saat ini beberapa generasi milenial mulai apatis terhadap perpolitikan Indonesia. Mereka sibuk dengan dunia sendiri sehingga tidak peduli terhadap politik negara. Hal tersebut dikarenakan anak muda menganggap politik adalah dunia yang rumit dan membosankan melihat bagaimana para elit politik memperebutkan kekuasaan. Mereka juga menganggap politik adalah mahal, sehingga orang-orang tertentu yang diperbolehkan masuk politik. Selain itu, bahwasanya politik adalah dunia yang kotor dan jorok setiap orang yang masuk ke dalamnya maka akan berubah karakter maupun sifat.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan hasil survei CSIS yang dilaksanakan pada 8-13 Agustus 2022, hanya 14,6% anak muda yang memiliki keinginan mencalonkan diri sebagai anggota DPR/DPRD. Kemudian 14,1% anak muda ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Sementara, 84,7% anak muda tidak memiliki keinginan untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPR/DPRD. Ada pula 85,2% anak muda tidak ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah.
Survei ini juga mengungkapkan, minat anak muda untuk ikut dalam partai politik masih rendah. Hanya 1,1% anak muda yang saat ini bergabung dalam partai politik, di sisi lain, persentase anak muda yang ikut dalam organisasi kepemudaan cukup besar, yakni 21,6%.
Untuk menumbuhkan dan mengubah pola pikir anak muda tentang politik. Maka pembenahan terhadap nilai dan etika harus dilakukan. Tentunya praktik politik kotor dengan tidak memainkan isu-isu terkait politik identitas, money politic, kampanye hitam dan sederet aksi kecurangan lainnya. Serta menanamkan pemahaman “ANTI KORUPSI” kepada para calon peserta pemilu sebagai upaya preventif untuk menanggulangi tindakan korupsi. Partai politik juga harus mendirikan sekolah partai sebagai wadah untuk mengampanyekan politik bersih dan bermartabat. Hal ini bertujuan untuk memunculkan tradisi dan budaya baru sehingga memunculkan gerakan sosial yang mampu menumbuhkan perspektif baru terhadap pentingnya politik bagi anak muda.
ADVERTISEMENT