Konten dari Pengguna

Cahaya yang Mulai Padam di Langit Demokrasi

Lufitatul Hasanah
Mahasiswa universitas Muhammadiyah Surabaya
23 April 2025 10:41 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lufitatul Hasanah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://www.pexels.com/id-id/foto/pria-berdiri-di-lapangan-rumput-2894944/
zoom-in-whitePerbesar
https://www.pexels.com/id-id/foto/pria-berdiri-di-lapangan-rumput-2894944/
ADVERTISEMENT
Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang menempatkan kedaulatan di tangan rakyat. Ia berdiri atas fondasi partisipasi publik, penghormatan terhadap hak asasi manusia, serta supremasi hukum. Namun, demokrasi di Indonesia dewasa ini tengah mengalami ujian serius. Banyak pihak menilai bahwa kita sedang berada dalam fase kegelapan demokrasi, sebuah kondisi di mana prinsip-prinsip dasar demokrasi terancam oleh praktik kekuasaan yang semakin jauh dari nilai-nilai keadilan, keterbukaan, dan kesejahteraan bersama.
ADVERTISEMENT
Salah satu tanda paling nyata dari kegelapan demokrasi adalah maraknya praktik korupsi yang nyaris tak terbendung. Korupsi tidak hanya merusak tatanan birokrasi, tetapi juga merampas hak rakyat untuk mendapatkan pelayanan publik yang layak. Ironisnya, kasus-kasus korupsi justru kerap melibatkan pejabat tinggi dan aparat negara yang seharusnya menjadi penjaga moral dan hukum. Ketika penegakan hukum menjadi tebang pilih dan lembaga-lembaga pengawas independen dilemahkan, maka hilanglah kepercayaan publik terhadap sistem demokrasi itu sendiri.
Selain korupsi, isu yang tak kalah memprihatinkan adalah maraknya kasus pelecehan seksual yang terjadi di berbagai sektor dunia pendidikan, instansi pemerintahan, hingga ruang publik. Kasus-kasus ini sering kali tidak mendapatkan penanganan yang adil, bahkan tak jarang korban mengalami reviktimisasi atau diabaikan begitu saja. Demokrasi yang sehat seharusnya menjamin perlindungan dan keadilan bagi setiap warga negara, termasuk mereka yang menjadi korban kekerasan seksual. Ketika negara gagal hadir untuk memberikan rasa aman, maka demokrasi kehilangan maknanya yang paling dasar: melindungi hak dan martabat manusia.
ADVERTISEMENT
Di tengah berbagai persoalan tersebut, kebebasan berpendapat juga mengalami tekanan. Kritik terhadap kebijakan pemerintah sering kali dibalas dengan ancaman hukum atau tekanan sosial. Ruang publik yang seharusnya menjadi wadah diskusi justru dipenuhi oleh propaganda dan polarisasi. Demokrasi seolah menjadi simbol semata, bukan lagi sistem yang hidup dalam praktik keseharian.
Namun, dalam gelapnya situasi ini, masih ada nyala harapan. Gerakan masyarakat sipil, komunitas independen, dan suara generasi muda yang semakin kritis menunjukkan bahwa demokrasi belum sepenuhnya mati. Media alternatif, ruang-ruang diskusi digital, dan aksi-aksi solidaritas menjadi alat perjuangan baru dalam memperjuangkan keadilan dan transparansi.
https://www.pexels.com/id-id/pencarian/ilusi%20bendera%20indonesia/
Indonesia membutuhkan pembaruan demokrasi yang lebih substansial, bukan hanya prosedural. Demokrasi tidak cukup diukur dari pelaksanaan pemilu lima tahunan, tetapi juga dari bagaimana negara melindungi rakyatnya, menjamin keadilan, dan memberantas ketidakadilan struktural. Di tengah kegelapan, keberanian untuk bersuara dan bergerak bersama menjadi satu-satunya jalan untuk kembali menyalakan cahaya demokrasi yang sejati.
ADVERTISEMENT
Lufitatul Hasanah, Mahasiswa Aktif Fakultas S1 Kebidanan Universitas Muhammadiyah Surabaya.