Konten dari Pengguna

Keindahan Gaya Bahasa yang Memikat dalam Novel 'Anak Perawan di Sarang Penyamun'

Elsa Wulandari
Mahasiswi aktif Program Studi pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2023. Saya memiliki hobi memasak dan mendengarkan musik.
22 Juli 2024 14:57 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Elsa Wulandari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Menyingkap Teknik Retorika Sutan Takdir Alisjahbana dalam Karya Sastra yang Abadi

Ilustrasi Wanita Membaca Buku. Sumber: Pixabay.com (https://pixabay.com/id/photos/membaca-wanita-buku-jendela-baca-4465904/)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Wanita Membaca Buku. Sumber: Pixabay.com (https://pixabay.com/id/photos/membaca-wanita-buku-jendela-baca-4465904/)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Novel merupakan karya sastra berbentuk prosa yang panjang dan naratif, yang menyajikan cerita fiktif dengan karakter dan alur yang kompleks. Novel memberikan penulis kesempatan untuk mengeksplorasi berbagai aspek kehidupan secara mendalam, baik dari perspektif internal karakter maupun konteks eksternal mereka, dengan detail yang lebih rinci dibandingkan dengan bentuk sastra yang lebih singkat seperti cerpen.
ADVERTISEMENT
Gaya bahasa dalam novel merujuk pada cara penulis menggunakan bahasa untuk menyampaikan cerita, menciptakan suasana, dan membentuk karakter. Gaya bahasa mencakup pilihan kata, struktur kalimat, dan teknik retoris yang digunakan untuk memengaruhi cara pembaca mengalami dan memahami teks.
Sutan Takdir Alisyahbana adalah seorang sastrawan, budayawan, ahli bahasa Indonesia, dan tokoh utama dalam gerakan Pujangga Baru. Lahir di Natal, Tapanuli Selatan, Sumatera Barat, pada 11 Februari 1908, Sutan Takdir Alisyahbana merupakan tokoh asli Indonesia dengan latar belakang keturunan Minangkabau dari ibu dan Jawa dari ayahnya. Ayahnya, Raden Alisjahbana, adalah seorang sultan dan pengajar di Bengkulu (Suseno, 1998). Alisyahbana memiliki peran besar dalam sastra, budaya, dan bahasa, dan menulis berbagai karya di ketiga bidang tersebut. Salah satu karyanya yang mendapat perhatian luas adalah novel "Anak Perawan di Sarang Penyamun," yang diterbitkan pada tahun 1940 setelah sebelumnya dimuat sebagai cerita bersambung di majalah Penindjauan pada 1932. Novel ini sangat populer, dicetak ulang beberapa kali, dan diterbitkan dalam bahasa Melayu di Malaysia pada 1964. Selain itu, novel ini juga diadaptasi menjadi film dengan judul yang sama oleh sutradara Usmar Ismail pada tahun 1962. Mengisahkan tentang perjuangan seorang gadis desa cantik bernama Siti Rubiyah, novel ini menggambarkan upayanya untuk bertahan hidup dan menjaga harga diri dalam kondisi yang sulit, sekaligus menyoroti isu sosial dan budaya, termasuk peran perempuan dalam masyarakat pada masa itu.
ADVERTISEMENT
Dalam novel 'Anak Perawan di Sarang Penyamun', Sutan Takdir Alisjahbana menggunakan berbagai macam gaya bahasa untuk memperkaya narasi dan mendalami karakter serta alur cerita. Beberapa majas yang digunakan antara lain:
Dalam novel ini penggunaan metafora tidak hanya memperkaya bahasa dan gaya penulisan, tetapi juga membantu menyampaikan emosi dan tema yang mendalam dengan cara yang imajinatif dan menggugah. Metafora-metafora tersebut memungkinkan pembaca untuk merasakan dan memahami pengalaman dan perasaan karakter dengan lebih baik, menjadikan novel ini lebih menarik dan berarti.
ADVERTISEMENT
Dalam kutipan di atas, menggambarkan bahwa 'Tanah Pasemahan seakan-akan sarang ungas yang tertinggal' yaitu tanah Pasemahan adalah sebuah desa, sedangkan sarang ungas adalah tempat tinggal burung. Dalam makna literal, sarang ungas yang tertinggal tidak terkait langsung dengan keadaan desa. Dalam metafora ini, 'sarang ungas yang tertinggal' digunakan untuk menggambarkan keadaan desa Pasemahan setelah pemimpin mereka pergi. Sarang ungas yang tertinggal menggambarkan sebuah tempat yang sepi, kosong, dan mungkin tidak terurus, karena burung-burungnya sudah pergi. Demikian pula, desa Pasemahan terasa kosong dan kehilangan kehidupan atau energi karena kepergian pemimpin yang sangat dicintai.
Secara keseluruhan, penggunaan metafora ini memperkaya deskripsi keadaan desa Pasemahan, membuatnya lebih hidup dan emosional, serta memberikan pembaca wawasan yang lebih dalam tentang dampak kepergian pemimpin terhadap komunitas.
ADVERTISEMENT
Dalam novel 'Anak Perawan di Sarang Penyamun' karya Sutan Takdir Alisjahbana, penggunaan majas hiperbola sering terlihat untuk menambah dramatisasi dan memberikan penekanan pada situasi atau karakter. Hiperbola adalah gaya bahasa yang menggunakan pernyataan yang melebih-lebihkan untuk efek yang kuat dan menarik perhatian.
Dalam kutipan di atas, menggambarkan istilah 'darah yang laksana disemburkan' adalah bentuk hiperbola karena tidak secara harfiah menunjukkan bahwa darah benar-benar disemburkan seperti cairan dari semprotan. Sebaliknya, ini adalah pernyataan yang melebih-lebihkan untuk menekankan betapa deras atau banyaknya darah yang dikeluarkan, sehingga menambahkan intensitas pada deskripsi.
ADVERTISEMENT
Dalam novel 'Anak Perawan di Sarang Penyamun' karya Sutan Takdir Alisjahbana, penggunaan majas personifikasi sering digunakan untuk memberikan kehidupan dan karakter pada elemen non-manusia, sehingga membuat narasi menjadi lebih dinamis dan ekspresif.
Dalam kutipan di atas, personifikasi ini juga menciptakan gambaran visual yang kuat di benak pembaca. Dengan membayangkan sungai yang 'melintas tebing', pembaca dapat merasakan gerakan sungai tersebut, yang mungkin mengalir deras atau perlahan menuruni tebing, memperkaya narasi dengan memberikan sifat manusia pada sungai, dan menambah kedalaman pada deskripsi alam dalam novel.
ADVERTISEMENT
Dalam kutipan ini, "ranting" yang merupakan benda mati diberi kemampuan untuk "berguling-guling," sebuah tindakan yang biasanya dilakukan oleh makhluk hidup, khususnya manusia atau hewan. Gaya bahasa ini mungkin digunakan untuk mencerminkan situasi atau emosi yang dialami oleh karakter atau menggambarkan kondisi lingkungan sekitar. Misalnya, ranting yang berguling-guling bisa mencerminkan kekacauan, kegelisahan, atau perubahan yang sedang terjadi dalam cerita atau dalam kehidupan karakter.
Secara keseluruhan, personifikasi pada kutipan ini berfungsi untuk memperkaya teks dengan memberikan gerakan dan kehidupan pada benda mati, menciptakan visual yang kuat, menambah nuansa emosional, dan meningkatkan imajinasi pembaca.
ADVERTISEMENT