Konten dari Pengguna

Bagaimana Campur Tangan Mertua Menurut Islam?

FITHA AYUN LUTVIA NITHA
Fitha Ayun Lutvia Nitha lulusan Magister Hukum Universitas Negeri Semarang, dengan IPK 4,00 dan lama studi 1 tahun 6 bulan
17 Mei 2023 8:45 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari FITHA AYUN LUTVIA NITHA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi mertua melakukan mom shaming.
 Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi mertua melakukan mom shaming. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Entertainment Indonesia tengah dihebohkan dengan berita keretakan rumah tangga sosok Virgoun musisi ternama Tanah Air dan istrinya Inara.
ADVERTISEMENT
Menurut media yang beredar pelantun lagu Surat Kecil Untuk Starla ini berselingkuh dengan wanita lain. Bukti-bukti perselingkuhannya pun telah banyak yang terupload di akun milik istrinya. Atas kekisruhan prahara ini ibunda Virgoun ikut andil menengahi.
Namun kehadiran ibunya ini, justru dinilai masyarakat malah memperkeruh kondisi rumah tangga pasangan tersebut. Inara yang mengharapkan dapat memperbaiki hubungan keluarganya, justru berbanding terbalik dengan keinginan sang ibunda Virgoun, yang perintahkan putranya untuk segera ceraikan istrinya.
Lantas bagaimanakah pandangan islam terkait orang tua yang suka mencampuri urusan rumah tangga anak?

Pandangan Islam Terkait Intervensi Mertua dalam Rumah Tangga

ilustrasi rumah tangga. Sumber : dokumentasi pribadi
Memang seringkali intervensi dari orang tua atau mertua memperkeruh konflik rumah tangga. Namun, tidak jarang juga hadirnya orang tua justru menjadi penengah dan mendamaikan suami-istri.
ADVERTISEMENT
Pada asalnya, orang tua atau mertua hendaknya tidak dilibatkan dalam masalah rumah tangga. Syaikh Dr. Utsman al-Khamis pernah mendapatkan pertanyaan, “Bagaimana jika orang tua ikut campur urusan rumah tangga anaknya?”
Beliau menjawab yang intinya sebagai berikut : Jika perintah orang tua berupa maksiat, maka tidak wajib ditaati. Mereka wajib dimuliakan dan diperlakukan dengan baik, tapi jika memerintahkan pada maksiat, tidak boleh ditaati. Jika orang tua berusaha menguasai istri dari anaknya, maka ini membahayakan diri sang istri.
Jika demikian maka tidak wajib menaati orang tua dalam hal ini. Ringkasnya, jika perintah orang tua menimbulkan bahaya baik bagi orang tua ataupun bagi yang lainnya, maka tidak wajib ditaati.
Adapun jika perintah, saran, atau masukan orang tua sesuai dengan tuntunan syariat dan sesuai dengan yang ma’ruf, maka sudah semestinya diterima.
ADVERTISEMENT
Tahapan-tahapan Selesaikan Masalah Rumah Tangga
ilustrasi bersujud. Sumber : shutterstock.com
Allah Ta’ala berfirman:
وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
“Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Maha Tinggi, Maha B esar.” (QS. An-Nisa: 34)
Ayat di atas menjelaskan terkait bagaimana tahapan-tahapan menyelesaikan masalah suami-istri. Dan tidak disebutkan keterlibatan orang tua atau mertua di sana. Namun, jika permasalahan belum juga selesai dengan tahapan-tahapannya, maka barulah berpikir untuk melibatkan pihak lain, termasuk orang tua. Allah Ta’ala berfirman:
ADVERTISEMENT
وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِّنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِّنْ أَهْلِهَا إِن يُرِيدَا إِصْلَاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا خَبِيرًا
“Dan jika kamu khawatir terjadi persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang juru damai dari keluarga laki-laki dan seorang juru damai dari keluarga perempuan. Jika keduanya (juru damai itu) bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu. Sungguh, Allah Maha Teliti, Maha Mengenal.” (QS. An-Nisa: 35)
Salah satu ulama muslim, Syaikh Dr. Sulaiman bin Salimullah ar-Ruhaili pernah mengatakan: “Metode yang syar’i dalam menyelesaikan masalah suami-istri adalah dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Adanya diskusi dari hati ke hati antara suami-istri, dengan melibatkan semua akal dan perasaan, tanpa ada campur tangan dari pihak luar.
ADVERTISEMENT
2. Perlu adanya langkah-langkah internal yang cerdas dari masing-masing pasangan untuk memperbaiki kesalahan pasangannya.
3. Melibatkan individu dari pihak luar, yang dianggap bijaksana dan baik oleh suami-istri, untuk menyelesaikan masalah dan mendamaikan antara suami-istri. Dan jangan membeberkan masalah kepada orang lain, kecuali dalam kondisi darurat. Dan jangan mudah melibatkan banyak orang dalam permasalahannya dengan pasangan.
Andaikan suami-istri menggunakan metode syar’i ini dalam menyelesaikan masalah mereka, sungguh akan hilang kebanyakan dari masalah mereka.” Jika orang tua sudah telanjur melakukan intervensi dalam masalah rumah tangga, maka perlu dilihat terlebih dahulu. Jika saran dan masukan orang tua sesuai dengan tuntunan syariat, maka hendaknya ditaati.
Namun, jika tidak sesuai dengan tuntunan syariat atau membahayakan diri si suami atau si istri, maka tidak wajib ditaati. Dari ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ’anhu, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
ADVERTISEMENT
لَا طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةٍ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ
”Tidak ada ketaatan di dalam maksiat, taat itu hanya dalam perkara yang ma’ruf.” (HR Bukhari no. 7257 dan Muslim no. 1840)
Dari sejumlah penjelasan di atas maka dapat dirangkum bahwa pada masalah antara suami-istri belum melibatkan orang tua, hendaknya dicegah jangan sampai melibatkan orang tua.
Namun, jika sudah telanjur melibatkan orang tua, maka saran dan perintah orang tua perlu dilihat apakah sesuai dengan tuntunan syariat ataukah tidak.
Dan jika saran dan masukan orang tua sesuai dengan tuntunan syariat, maka hendaknya ditaati dan diterima. Namun, jika tidak sesuai dengan tuntunan syariat atau membahayakan diri si suami atau si istri, maka tidak wajib ditaati.
ADVERTISEMENT